Mohon tunggu...
Petani Itu Keren
Petani Itu Keren Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memerhatikan Dunia Pertanian dan Peternakan Indonesia. Mendukung penyejahteraan petani sebagai pahlawan pangan nasional.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Meninggalkan Polemik Data Pangan, Menapaki Peta Jalan Lumbung Pangan Dunia

9 Oktober 2018   12:45 Diperbarui: 9 Oktober 2018   12:57 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Energi para pemikir dan pengambil kebijakan negeri ini beberapa waktu belakangan tersita pada sebuah topik hangat seputar importasi bahan pangan. Polemik seputar data produksi pangan -- salah satu sub topik yang ada di dalamnya, tak lama lagi akan usai. Seiring rilis data pangan Badan Pusat Statistik yang dikabarkan akan terbit pada Oktober 2018 nanti. Data pangan baru berteknologi tinggi yang diyakini akan lebih efektif dalam hal pengumpulan data sehingga lebih objektif hasilnya. 

BPS memilih Kerangka Sampel Area (KSA) menggantikan metode penghitungan luas panen klasik sejak 1973 oleh Kementan. KSA merupakan kumpulan sampel area (segmen) dengan ukuran tertentu dalam suatu wilayah administrasi yang mewakili suatu populasi (areal pertanian/sawah). Survei dilakukan langsung terhadap objek di sampel segmen dan bertujuan untuk mengestimasi luasan atau produksi pertanian dengan ekstrapolasi dari sampel ke populasi dalam periode yang relatif pendek (_rapid estimate_). 

Menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), BPS melakukan ujicoba di beberapa daerah Pulau Jawa pada 2017. Dan sejak Januari 2018 mulai dilaksanakan di seluruh daerah di Indonesia. Metode ini diyakini cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memotret luas baku lahan (serta luas panen) melalui citra satelit dibantu teknologi Android yang telah dimiliki oleh setiap petugas BPS. 

Banyak pihak mendukung BPS untuk menyelenggarakan pengolahan data pangan yang ebih berkualitas dan mendekati kenyataan secara independen. 

Begitupula Kementan, mendukung kepastian dan kevalidan data sehingga menopang berbagai kebijakan pemerintah. Selama ini berbagai jajaran Kementan dikerahkan dalam mendorong peningkatan produksi pangan. Dengan adanya data bebasis teknologi dari BPS, laporan perkembangan data dalam perluasan lahan dan komoditas padi, jagung, dan kedelai bisa diperoleh secara berkala sehingga bisa membantu dalam memproyeksi produksi. Diharapkan, peningkatan produksi tersebut semakin menekan ketergantungan kita terhadap pangan impor.

Peta Jalan Menuju Lumbung Pangan Dunia 

Meninggalkan polemik data pangan, Kementan kini terus fokus menapaki peta jalan cita cita Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia di tahun 2045. 

Saat Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yakin Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 sesuai peta jalan (roadmap) swasembada pangan nasional.

"Untuk mencapai target tersebut ada dua langkah yang perlu ditempuh, yakni menghentikan impor produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri dan memperketat impor produk yang belum bisa dicukupi dari dalam negeri," katanya di sela penandatanganan kerja sama antara Kementerian Pertanian (Kemtan) dan Kadin Indonesia di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (6/9).

Kemtan dan Kadin sepakat menjalin sinergi stabilisasi ketersediaan pangan dan percepatan ekspor, khususnya komoditas pertanian. Penandatanganan kerja sama tersebut dilakukan langsung Mentan Andi Amran Sulaiman bersama Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, disaksikan Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso.

Turunkan Impor 

Mentan menjelaskan, peta jalan swasembada pangan 2016-2045 menjadi acuan bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi bahan pangan, sehingga secara perlahan impor bisa diturunkan. Saat ini, peta jalan tersebut sudah dijalankan dan mulai membuahkan hasil. Pada 2016, misalnya, Indonesia sama sekali tidak mengeluarkan kebijakan impor beras medium. Selain itu, impor jagung berhasil diturunkan hingga 60 persen.

Melalui peta jalan itu, menurut mentan, pemerintah menargetkan swasembada kedelai dan gula konsumsi pada 2019, sedangkan swasembada gula industri ditargetkan tercapai pada 2025. Adapun swasembada daging sapi dan bawang putih masing-masing ditargetkan pada 2026 dan 2033. 

"Lalu pada 2045, Indonesia ditargetkan menjadi lumbung pangan dunia," tegasnya.

Mentan Amran Sulaiman mengungkapkan nilai produksi pertanian di dalam negeri terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2017, nilai produksi pertanian mencapai Rp 1.344 triliun, naik 35,17 persen dibanding Rp 994 triliun pada 2013, atau meningkat 6,18 persen dari tahun lalu yang mencapai Rp 1.266,36 triliun.

"Investasi di sektor pertanian pada 2017 mencapai Rp 45 triliun, tumbuh 14 persen per tahun sejak 2013," tuturnya.

Dia menambahkan, nilai ekspor pertanian juga terus menunjukkan tren peningkatan. Pada 2017, nilai ekspor pertanian mencapai Rp 441,89 triliun, naik 24,5 persen dibanding 2016 sebesar Rp 355,01 triliun, atau meningkat 32 persen dari 2013 yang mencapai Rp 334,34 triliun.

Mentan Amran Sulaiman mengemukakan, kebutuhan total investasi komoditas pangan/pertanian strategis pada 2019-2023 diperkirakan mencapai Rp 68,08 triliun atau Rp 13,62 triliun per tahun, dengan potensi penghematan devisa Rp 83,76 triliun selama lima tahun (2019-2023).

"Potensi penciptaan total kesempatan kerja pada 2019-2023 mencapai 1,87 juta orang atau 0,37 juta orang per tahun," ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri, kata Mentan Amran Sulaiman, pihaknua telah melakukan deregulasi di sektor pertanian. Deregulasi tersebut di antaranya mencabut 50 permentan/kepmentan dan melakukan penyesuaian terhadap 241 permentan/kepmentan untuk memberikan kemudahan pelayanan.

Dia menambahkan, Kemtan juga telah mengembangkan 10 komoditas pangan/pertanian strategis untuk mengurangi 50 persen importasi dan mencapai sasaran penurunan inflasi di bawah 3 persen pada 2019-2023.

Sejalan dengan itu, menurut mentan, Kemtan dalam empat tahun terakhir telah melakukan perluasan dan optimasi lahan sawah seluas 1,16 juta hektare, membangun 2.758 unit embung dan parit, dan memodernisasi pertanian.

"Kami juga telah memberikan bantuan 370.378 unit alsintan, menyalurkan bantuan 33,20 juta ton pupuk bersubsidi, serta asuransi usaha tani padi seluas 1 juta hektare dan asuransi ternak sapi 120.000 ekor," paparnya.

Dalam lima tahun terakhir, kata mentan, produksi komoditas strategis meningkat. Pada 2017, produksi padi mencapai 81,07 juta ton, naik 13,73 persen dari 71,28 juta ton pada 2013, atau meningkat 2,16 persen dari tahun lalu yang mencapai 79,35 juta ton. Peningkatan juga terjadi pada produksi jagung, bawang merah, cabai, sapi potong dan sapi perah.

Mentan mengatakan, peringkat pertanian Indonesia di dunia berdasarkan Global Food Security Index (GFSI) juga terus membaik. Pada Juni 2016, GFSI Indonesia berada di peringkat ke-71 dari 113 negara. Pada September 2017 naik ke peringkat 69.

Melangkah Bersama Kemtan

Sementara itu, pengamat pertanian Khudori mengatakan upaya Mentan Amran Sulaiman membatasi impor merupakan langkah yang baik. 

"Hanya saja, kebijakan menghentikan dan memperketat impor bukan hanya domain Kementerian Pertanian," kata Khudori saat dihubungi Investor Daily di Jakarta, Kamis (6/9).

Menurut Khudori, keputusan menghentikan atau memperketat impor mesti melibatkan kementerian dan lembaga (K/L) lain. Keputusannya pun ditetapkan di level Kemko Perekonomian.

"Dalam Undang-Undang (UU) Pangan, impor tidak dilarang. Impor bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. 

Impor bisa dilakukan dengan dua syarat, yakni produk pangan tidak bisa diproduksi di dalam negeri, atau produksi domestik belum mampu mencukupi kebutuhan," katanya.

Dia menjelaskan, meski keputusan menghentikan atau memperketat impor ada di level Kemko Perekonomian, pihak-pihak yang terlibat dalam rapat di level Kemko Perekonomian belum tentu segaris dengan kebijakan Kementan.

"Jika Kemtan tidak bisa meyakinkan forum rapat, bisa jadi dua langkah itu sulit diwujudkan," tuturnya.

Jika kondisi itu terus terjadi, kata Khudori, Indonesia sulit menjadi lumbung pangan dunia. 

"Saya optimistis Indonesia punya modal untuk menggapai itu. Namun, untuk mewujudkannya butuh kesepahaman semua stakeholders yang terkait pangan dan pertanian," katanya.

Dia mengemukakan, tanpa adanya pemahaman yang sama di antara para pemangku kepentingan, pangan impor yang murah setiap saat siap membombardir pasar domestik.

"Jika itu terjadi, harga pangan di dalam negeri bakal tersungkur. Petani domestik merugi dan cita-cita menjadi lumbung pangan dunia mesti dikubur," katanya.

Untuk itu, menurut Khudori, Kemtan harus memiliki argumentasi kuat dan didukung data yang valid serta meyakinkan. Masalahnya, rapat-rapat di level kabinet yang menetapkan keputusan impor sering kali tidak dihadiri mentan. Karena keputusan tetap dibuat, secara prosedural keputusan impor sudah benar.

"Namun, secara substansi sebenarnya bermasalah. Sebab, salah satu stakeholder yang terkena dampak langsung kebijakan impor enggakikut di dalamnya. Mengapa Pak Mentan sering enggak datang? Tanya itu ke beliau. Kalau enggak datang, bagaimana alasan menghentikan dan memperketat impor bisa dipertimbangkan dan diambil sebagai kebijakan?" ujar Khudori.

Secara terpisah, Direktur Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, butuh keseriusan ekstra untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

"Bila menghentikan impor tapi tidak meningkatkan produktivitas, bagaimana mungkin Indonesia bisa menjadi lumbung pangan? Bukannya sulit, tetapi butuh keseriusan, bukan pencitraan," katanya.

Optimistis Tercapai

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani tetap optimistis pemerintah mampu menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045.

"Kita harus selalu optimistis, tetapi yang penting (untuk merealisasikan target itu) kita harus mempersiapkan diri," katanya.

Shinta juga mengungkapkan, target sebagai lumbung pangan dunia sudah pernah dibicarakan, bahkan telah dibahas dalam berbagai seminar nasional. Sedangkan saat ini yang perlu dilakukan adalah melihat realita yang ada dan mengambil langkah yang tepat guna merealisasikan target itu.

"Langkah pertama adalah identifikasi komoditas pangan apa saja yang bisa dikembangkan sebagai produk strategis. Kemudian penanaman dan produktivitas untuk produk pangan strategis itu seperti apa, apakah perlu dukungan teknologi dan financing atau kredit, atau bahkan teknologi dari luar," ujarnya.

Melalui identifikasi tersebut, menurut Shinta Kamdani, pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat dan efektif dalam mempeketat impor pangan. "Setelah mengetahui produk mana yang mampu diproduksi dan tidak di dalam negeri, baru kebijakannya diterapkan," katanya.

Maka kini, hendaknya semua lapiran masyarakat di tanah air bahu membahu bersama pemerintah, yang dengan segala upaya tengah menapaki peta jalan menuju cita-cita besar. Menjadikan kita tak hanya berdaulat atas kebutuhan pangan di tanah air. Tetapi juga sama-sama kita wujudkan visi Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia di 2045. Semoga. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun