Mohon tunggu...
Ridho Aditya
Ridho Aditya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sambutan Masyarakat Kepada Malam Seribu Bulan

25 April 2016   22:47 Diperbarui: 25 April 2016   23:07 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

https://www.google.co.id/search?q=maleman&biw=1366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiDiOPTj6rMAhViE6YKHehpALQQ_AUIBigB#tbm=isch&q=tradisi+maleman+suku+sasak

Maleman merupakan sebuah teradisi yang bisa dilakukan oleh sebagian besar umat muslim suku Sasak. Tradisi Maleman dilakukan setiap bulan puasa (bulan Ramadhan) pada malam ke 21/23/25/27/29 tergantung dari setiap desa, karena setiap desa memiliki waktu yang berbeda-beda dalam melakukan tradisi Maleman. Tradisi Maleman dilakukan untuk menyambut turunnya malam Lailatul Qadar atau yang biasa disebut dengan malam seribu bulan. Malam Lilatur Qadar dikatakan sebagai malam seribu bulan karena setiap orang yang beribadah pada malam Lailatul Qadar akan mendapatkan  pahala sama dengan orang yang beribadah selama seribu bulan. Tradisi Maleman dilakukan pada lima malam ganjil terakhir bulan Ramadhan karena dipercaya pada malam itulah malam Lailatul Qadar akan turun.

Setiap desa di Pulau Lombok memiliki waktu yang berbeda-beda untuk melakukan tradisi Maleman. Ada yang melakukannya pada malam ke-21, malam ke-23, malam ke-25, malam ke-27, atau pada malam ke-29. Namun di Desa Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar tradisi Maleman dilakukan pada lima malam ganjil terahir dibulan Ramadhan. Jadi tradisi Maleman di Desa Batu Kumbung dilakukan setiap malam ke-21, ke-23, ke-25, ke-27, dan ke-29, hal ini dilakukan karena malam Lailatur Qadar turunnya tidak pasti. Pelaksanaan tradisi Maleman dibagi berdasarkan RT, misalnya RT.01 melakukannya pada malam ke-21, RT.02 melakukannya pada  malam ke-23, RT.03 melakukannya pada malam ke-25, RT.04 melakukannya pada malamke-27, dan RT.05 melakukannya pada malam ke-29.

Pada saat sore hatri keluarga yang akan melakukan tradisi Maleman akan ngejot atau mengantarkan sebagian makanan yang telah dimasak untuk melakukan tradisi Maleman ke pihak keluarga di RT lain yang tidak sedang melakukan tradisi Maleman. setiap keluarga atau setiap rumah menyiapkan sande maleman atau dalam masyarakat desa lain sering disebut dengan dile jojot (lampu yang terbuat dari buah jarak) dan ancak. 

Ancak merupakan anyaman bambu berbentuk kotak sebagai wadah makanan pengganti nampan, diatas anyaman bambu tersebut diletakkan daun pisang sebagai pelapis agar makanan yang akan diletakkan tidak jatuh. Selanjutnya diatas anyaman bambu itu akan diletakkan nasi dan berbagai macam lauk, daun pisang dibentuk menjadi sebuah kotak (dalam bahasa Sasak disebut dengan “tekot”) sebagai wadah lauk. Beberapa menit sebelum berbuka puasa anak-anak (umumnya yang masih duduk di bangku sekolah dasar) akan berkeliling ke rumah-rumah untuk mngambil ancak dan membawanya ke Masjid sebagai menu untuk berbuka pusa. Sedangkan keluarga yang melakukan teradisi ini akan menyalakan dile jojot saat azan maghrib dikumandangkan dan menancapkannya disetiap sudut rumah, di depan pintu, di bawah pohon yang mereka tanaman, dan di setiap sisi gerbang halaman rumah. Hal ini dilakukan sebagai penerangan untuk menyambut datangnya malam Lailatul Qadar.

Informasi tentang tradisi Maleman ini penulis dapatkan dari apa yang penulis alami di masyarakat dan ditambah dengan proses wawancara kepada Amaq Kenur/Bapak Kenur (65 tahun), beliau adalah salah seorang warga Desa Batu Kumbung yang memiliki cukup banyak pengetahuan tentang kebudayaan yang ada di Desa Batu Kumbung. Menurut penulis tradisi Maleman ini harus tetap dipertahankan karena selain mengandung nilai religius, tradisi ini juga mengandung nilai sosial yaitu dalam proses ngejot atau mengantarkan makanan kepada keluarga. Hal ini akan dapat memper erat tali silatur rahmi sekaligus menjaga keharmonisan antar keluarga.


Narasumber

Amaq Kenur/Bapak Kenur (65 tahun)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun