Mohon tunggu...
Ridho Aditya
Ridho Aditya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai Religi Dibalik Tradisi

12 April 2016   14:52 Diperbarui: 12 April 2016   15:14 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="www.google.co.id/search?q=gambar+orang+yang+menanam+padi&biw=1366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiymYy0yIjMAhXIoJQKHQQdA-0Q_AUIBigB#imgrc=3JUDTA4BX4OPWM%3A"][/caption]

Nasi merupakan merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia bahkan masyarakat Negara-negara di Asia. nasi berasal dari tanaman padi yang ditanam oleh petani, jadi petani sangat berperan penting dalam menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Di Pulau Lombok sendiri masih banyak masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani, baik yang mengarap lahannya sendiri maupun yang menggarap lahan orang lain.

Di Desa Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat terdapat sebuah teradisi menanam padi yang mungkin tidak dilakukan oleh warga desa-desa lain. Untuk mendapatkan informasi tentang tradisi tersebut, penulis melakukan wawancara kepada 2 orang narasumber. Narasumber yang penulis wawancarai adalah Amaq Kenur (65 tahun) dan Inaq Idah (69 tahun). Amaq adalah sebutan untuk Bapak, sedangkan Inaq adalah sebutan untuk Ibu dalam Bahasa Sasak.

Menurut informasi yang penulis dapatkan dari kedua narasumber, di Desa Batu Kumbung tradisi menanam padi dimulai dari Turun Ngaro atau mempersiapkan lahan untuk ditanamkan benih padi dan diakhiri dengan Mataq atau panen. Turun Ngaro biasa dilakukan pada bulan desember, turun ngaro diawali dengan berziarah ke Pancor Deneq (sebuah pancuran disebelah makam wali) yang terdapat diujung selatan desa. Disana warga desa yang Turun Ngaro berdoa kepada Tuhan agar menurunkan hujan sehingga benih padi yang akan mereka tanam dapat tumbuh dengan subur. Sehari setelah berziarah ke Pancor Deneq, selanjutnya warga desa akan Ngaro atau pergi ke sawah untuk mempersiapkan lahan untuk menanam benih padi dan apabila lahan sudah siap maka akan langsung ditanami benih padi.

Setelah 25 hari benih padi ditanam, yang selanjutnya dilakukan adalah Luwong atau memindahkan bibit padi ke lahan yang lebih besar. Setelah itu, akan dilakukan Rowah atau berzikir dirumah bersama keluarga-keluarga dekat untuk berdoa kepada Tuhan agar padi yang mereka tanam dapat tumbuh subur. Setelah padi sudah siap untuk dipanen, yang selanjutnya dilakukan adalah Turun Mataq. Disaat Turun Mataq warga akan kembali berziarah ke Pancor Deneq, disana mereka berdoa kepada Tuhan agar menurunkan panas sehingga panen dapat berjalan lancer dan padi yang sudah dipanen dapat langsung dijemur untuk dikeringkan. Setelah berziarah ke Pancor Deneq, maka keesokan harinya adalah waktu untuk Mataq atau memanen padi

Dari tradisi tersebut, pelajaran yang dapat kita ambil adalah segala sesuatu yang kita perbuat hendaknya disertai dengan doa kepada Tuhan kita, agar apa yang kita lakukan diberi kemudahan oleh-Nya. Seperti yang dilakukan oleh warga Desa Batu Kumbung, saat akan menanam padi mereka berdoa kepada Tuhan untuk menurunkan hujan agar padi yang mereka tanam dapat tumbuh dengan subur dan disaat akan memanen padi mereka berdoa kepada Tuhan untuk menurunkan panas agar mereka mendapatkan kemudahan untuk mengeringkan padi yang  mereka panen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun