Mohon tunggu...
ridho Ram
ridho Ram Mohon Tunggu... -

Menumpahkan otak di atas kertas.mengasah kreatifitas.Lulus dari administrasi negara UNPAD belum memuaskan dahaga saya terhadap ilmu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Rancu (Mencoba Menulis...Lagi...)

4 Mei 2011   03:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:06 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara kita jadi bahan yang ga habis buat di bicarakan. Belajar 4tahun lebih di jurusan Administrasi negara tidak memberi jawaban yang baik terhadap kebijakan dan tata organisasi negara ini. Tahun 1998 yang jadi modal perbaikan negara ini masih belum termanfaatkan dengan baik, modal itu hanya numpang singgah sebentar. Dari tahun 2000-2002 dasar konstitusi negara ini sudah 4 kali di rombak. tujuan perombakan pastilah untuk perbaikan negara ini. Mulai dengan usaha penghapusan yang dianggap tidak perlu (baca-Dewan Pertimbangan Agung) sampai penguatan di sektor legislatif dengan lahirnya Dewan Perwakilan Daerah dan lahirnya Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial untuk penguatah di sektor yudikatif. belum lagi dengan lahir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bila dicermati memiliki campuran kewenangan legislatif, yudikatif, dan eksekutif.

Namun sudah hampir lebih 13 tahun gelaran reformasi di jalankan, permasalahan tarik menarik kepentingan anatara lembaga tersebut makin tidak terhindarkan. contohnya saja antara bapk-bapak kita di gedung senyan. sampai saat ini posisi DPR dan DPD dalam penerapan sistim bikameral masih belum berjalan baik. tapi apa iya sistim legislatif kita menganut sistim bikameral dengan adanya MPR yang notabene merupak lembaga yang juga memiliki fungsi legislatif? dalam sektor kekuasaan yudikatif, kita di suguhkan lembaga seperti MA, MK dan KY. 3 lembaga yang berkutat dengan wewenang yudikatif ini sangat memungkinkan kerancuan dan pertanyaan publik. dalam kasus terakhir di dalam persidangan mantan ketua KPK, KY menyatakan hakim dan jaksa yang terlibat dalam putusan tersebut di duga melanggar kode etik hakim. Lantas apakah sebuah keputusan yang di buat oleh orang yang "cacat" juga dianggap cacat oleh peradilan. hal ini masih harus menuggu sampai PK yang di ajukan terdakawa mendapat jawaban.

belum lagi dalam kewenangan eksekutif, negara yang katanya menganut sistim presidensil dimana seharusnya kekuatan antara Presiden dan Parlemen terpisah dan menganut sistim check and balances. tapi di negara ini yang terjadi berbagai kerancuan terjadi saat parlemen menolak kebijakan pemerintah atau tidak sejalan dengan kebijakan parpol yang mengusung pemerintah, presiden seperti kebakaran jenggot memanggil para pembantunya yang berasal dari parpol. hal ini secara tidak langsung mempengaruhi tataran kebijakan di parlemen.

mungkin masih banyak kerancuan lagi di negeri ini, tapi mungkin hanya rakyat yang bisa menjadi kekuatan penyeimbang. namun yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah seperti apakah mekanismenya?apa rakyat butuh lembaga perwakilan lainnya?atau rakyat cukup diam saja dengan kerancuaan ini agar tidak muncul kerancuan lainnya???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun