Semoga ini Dapat Membantumu Berbelanja Online
Hari ini aku stalking-stalking hoodie terus. Iya, hoodie. Jaket berkupluk. Bahkan aku di-stalking-in balik. Algoritma Shopee, Tokped, Instagram, FB, membuatku merasa dimata-matai. Aku dihantui iklan hoodie terus. Pasalnya, beberapa hari lalu, aku gagal dapat hoodie yang kuinginkan: hoodie zipper sage, keluaran Hoodie Goodie. Padahal aku sudah transfer uang di Tokped, tapi ternyata barangnya habis. Aku kecele oleh stok di situ, yang menunjukkan bahwa barangnya masih tersedia. Akhirnya uangku pun kembali.
Dari peristiwa stalking dan di-stalking-in ini, aku dapat pelajar juga lho. Omong-omong, sebetulnya yang aku lihat di aplikasi jual-beli dan Instagram bukan hanya hoodie saja, tapi juga sweater, dan kaos polos, entahlah kenapa aku begitu, tetapi untungnya ada hal penting yang dapat kupetik. Yaitu:
Curigalah dengan barang yang murah banget.Â
Ya dalam hal ini aku agaknya seperti menyuruh kalian su'uzon, tapi terserahlah kalau kalian menganggapku demikian. Kalau demikian ya berarti kalian juga su'uzon dong. Su'uzon padaku. Hehehe. Maksudku aku berkata begitu, adalah karena aku seringkali menemukan barang yang harganya murah, laris manis, hingga ribuan barang terjual, tapi ada ulasan jeleknya.
Memang tidak dapat dipungkiri jikalau kita memproduksi barang secara massal, banyak membludakm pasti ada errornya. Entah dari mesin atau manusianya. Itu wajar. Sangat manusiawi, dan mesin-awi. Dan juga memang iya, yang memberi ulasan jelek itu sedikit saja. Tetapi tetap saja aku tidak yakin kalau barang itu bagus.Â
Atau aku tidak yakin bakalan beli barang itu. Sebab aku juga punya pengalaman menyedihkan saat membeli barang-murah-banget. Barangnya adalah Hoodie Zipper Yellow. Ternyata bahannya tipis, bahkan hampir nerawang. Juga tidak lembut. Dan akhirnya malah tidak terpakai blas. Tetapi aku beri rating bintang 5. Ya, saat itu aku belum paham cara mainnya aplikasi ini. Aku lakukan asal saja. Mungkin bintang 5 itu hanyalah wujud dari syukurku saja. "Alhamdulillah barang sudah sampai," dan aku reflek melakukan itu. Begitu saja. Sudah. Tidak lebih. Dan aku kira banyak yang sepertiku. Asal kasih rating. Atau kalau tidak, sadar diri saja mereka. Ada harga ada rupa. Ada murah ada embuh-lah.
Curigalah pada cover foto produk yang pasaran.
Kalau ini lebih baik aku ceritakan sebuah kisah nyata yang cukup mencengangkan saja. Teman ibuku ada yang seorang tukang batik. Kerjanya menyulap kain putih polos menjadi kain batik. Pada suatu ketika dia silaturrahmi ke rumah ibuku, dan bercerita bahwa di daerahnya, yang merupakan kawasan pengrajin batik, sudah menganggap menembak produk yang lagi laris sebagai hal lumrah. Iya, orang-orang di sana menyebutnya "menembak" sedangkan aku menyebutnya "njiplak".
Dan yang lebih ngawur lagi adalah yang njiplak produknya dan njiplak fotonya. Foto yang di toko resmi online-nya atau official store-nya di-copy-paste, di-upload ke toko online-nya yang njiplak. Parah banget bukan? Coba tebak, siapa saja yang dirugikan? Pemilik toko resminya, reseller toko resminya, dropshipper toko resminya, fotografernya dll. Lha nanti kan jasa jepretnya jadi gak dipakai.
Ohya, kalau menurutku pribadi jika fotonya adalah jepretan sendiri itu tidak begitu parah njiplaknya. Bahkan bisa juga tidak dianggap masalah. Pasalnya, di era jualan online begini foto itu ada harganya. Ada nilainya tersendiri. Dan itu bisa memberikan nilai tambahan pada produk, dan membikin produk lebih dapat laku. Maka foto yang berbeda dapat menciptakan diferensiasi pada produk yang sama. Membuat produk jiplakan jadi kreasi baru. Atau bisa dikatakan si penjiplak itu sudah kreatif---secara halal.