Sebetulnya persoalannya adalah percaya atau tidak. Dan percaya itu berasal dari pengalaman dan ikhtiar. Maksudnya berdasarkan pengalaman kita sebelumnya gimana soal ke-percaya-an? Sudah ikhtiar bener-bener belum? Kadang kan ada yang ikhtiar sedikit saja, bisa percaya akan baik-baik saja. Tetapi ada juga yang tidak begitu, harus ikhtiar sebanyak mungkin.
Tetapi jangan lupa libatkanlah satu-satunya sebab-musabab yang katanya kamu percayai (bagi yang berTuhan lho), telah membikinmu bisa bernapas sampai sekarang.
Ya, libatkanlah Tuhan. Sebetulnya apapun saja, selain corona juga, kita harus libatkan Tuhan terus. Waktu makan kita libatkan Tuhan.Â
Waktu rebahan sendirian di kamar sambil HP kita libatkan Tuhan. Waktu pergi naik pesawat kita libatkan Tuhan. Soalnya tidak ada yang tahu beberapa detik kemudian apa yang akan terjadi. Semoga yang "tidak-tidak" tidak terjadi. Dan apabila terjadi semoga itu yang terbaik karena kita menghadirkan Tuhan di saat itu.
Kalau kata Mbah Nun, kita tidak ikut atau ikut vaksin tetap bergantung ke Allah. Karena hanya Allah yang bisa memutuskan kita terpapar virus atau tidak, baik yang divaksin maupun yang tidak.
Sebagaimana kisahnya Nabi Musa, yang memakan daun tertentu yang disuruh Allah untuk menyembuhkan sakit perut. Dan betul sembuh. Namun di saat Nabi Musa makan daun lagi di sakit perut berikutnya, sakitnya tidak sembuh-sembuh. Lalu, Allah pun berfirman, bahwa diri-Nya-lah yang memberi izin agar daun itu bisa menyembuhkannya. Allah-lah faktor utamanya.
Namun ya alangkah baiknya kita menghargai ikhtiar keras pemerintah dalam menangani corona ini. Bukankah Allah menyuruh kita berikhtiar sebaik mungkin sebelum pasrah?
Kalau kata Cak Nun (dalam channel YouTube Caknun.com) itu ibarat dirinya minum obat yang diberikan oleh dokter Eddot. Beliau tidak mengetahui apa saja kandungan obatnya, efeknya gimana. Tapi dia hargai tangannya dr. Eddot yang ikhlas, memperhatikan dirinya, cinta pada dirinya. Dan juga, "apalagi Presiden memberi contoh. Itu harus kita hargai," kata Cak Nun.
Tetapi bukan berarti aku menganjurkan vaksin lho. Juga bukan berarti aku tidak menganjurkan vaksin lho. Tulisan ini hanya tulisan. Mungkin saja bisa buat pertimbangan. Kan jatuhnya terserah-serah diri kita masing-masing mau divaksin atau tidak. Bebas. Ini kan negara demokrasi. Dan ini juga tubuh-tubuh kita sendiri, terserah kita dong.
Tapi jangan lupa tetap patuh protokol kesehatan (jaga jarak, pakai masker, sering cuci tangan), kalau pun kita menganggap diri kita sehat-sehat saja tetap lakukan itu. Jangan nggaya.
Sekali lagi, itu dengan maksud menghargai atau menghormati orang lain, yang khawatir dirinya kenapa-kenapa ketika bersama orang lain.