Mohon tunggu...
RIDHATUN ANNISA
RIDHATUN ANNISA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menghidupkan Nilai, Menyemai Masa Depan: Refleksi dari Living Values Education di Rumah Kearifan

24 Desember 2024   20:50 Diperbarui: 24 Desember 2024   21:13 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Trainer dan Peserta LVE di Rumah Kearifan (Sumber: Dokumentasi Rumah Kearifan)

Mengutip dari laman livingalues.net, Living Values Education (LVE) merupakan usaha global yang didedikasikan untuk memelihara hati dan mendidik pikiran. LVE menyediakan pendekatan dan alat untuk membantu orang-orang agar terhubung dengan nilai-nilai mereka sendiri dan mengamalkannya. Pelatihan LVE ini dilakukan oleh trainer-trainer LVE itu sendiri. Salah satu trainernya adalah keluarga Rumah Kearifan, di antaranya bapak Dr. Muqowim, S.Ag., M.Ag sebagai Lead Trainer, Ibu Ziadatul Husnah, M.Pd sebagai CO Trainer, dan trainer-trainer lainnya.

Kegiatan LVE kali ini berlagsung selama tiga hari, mulai dari hari Jum'at (13 Desember 2024) sampai hari Ahad (15 Desember 2024). Setiap orang yang mengikuti rangkaian kegiatan LVE ini dijamin tidak akan pulang dengan tangan kosong. Pasti ada sesuatu yang dibawa ketika meninggalkan Rumah Kearifan. Hal ini sesuai dengan pengantar yang disampaikan oleh Ibu Zia, dimana salah satu targetnya adalah setiap orang yang belajar di sana harus memiliki sesuatu yang bermanfaat untuk dibawa pulang. Sebagai salah satu peserta, saya juga mendapatkan sesuatu yang berharga itu.

Pelatihan atau lokakarya LVE ini setiap harinya diisi dengan rangkaian kegiatan yang berbeda, namun tidak terlepas dari living values (menghidupkan nilai) itu sendiri.  Rangkaian kegiatan di hari pertama diawali dengan pembukaan oleh trainer, penjelasan sejarah LVE dan pembuatan kontrak belajar. Dari kegiatan ini peserta mengetahui bahwa LVE berawal dari kegiatan PBB dan UNESCO pada tahun 1996, lebih tepatnya sebelum ulang tahun PBB. Pada saat itu PBB sangat menekankan HAM, oleh karena itu para pengurus UNESCO melakukan sebuah langkah untuk membuat dunia menjadi lebih baik. Menurut mereka LVE perlu dilaksanakan, karena dunia penuh dengan pertikaian dan peperangan. Oleh karena itu, untuk bisa memperbaiki hal tersebut maka harus dimulai dengan memperbaiki diri sendiri. Membuat diri lebih baik dulu baru orang lain. Karena hanya yang mempunyai lah yang bisa memberi.

Setelah pengantar, peserta diminta untuk melakukan aktivitas interaktif, seperti menyusun tempat duduk sesuai alfabet nama. Aktivitas sederhana ini tidak hanya menciptakan suasana yang menyenangkan, tetapi juga mengajarkan pentingnya bekerja sama dan bersikap fleksibel. Salah satu sesi paling berkesan di hari pertama adalah sesi "Inner Journey" yang mengajak peserta untuk merenungkan sebuah momen yang paling berkesan bersama orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan mereka kemudian memahami nilai-nilai yang memengaruhi kehidupan mereka berdasarkan momen tersebut. Aktivitas seperti ini membantu kita memahami betapa pentingnya nilai-nilai seperti keikhlasan, cinta, dan penghargaan dalam membentuk karakter seseorang. Sesi yang tak kalah serunya adalah sesi "Membangun Kembali Mimpi", dimana peserta diajak untuk kembali mengingat mimpi mereka. Sebagai salah satu peserta, saya menyimpulkan bahwa sesi ini cukup berpengaruh bagi setiap individu, terutama bagi mereka yang sudah menyerah dan berniat untuk menutup rapat mimpinya. Dengan sesi ini, mereka akan kembali bersemangat untuk membangun mimpi tersebut dan mewujudkannya.

Foto Kue Damai (Sumber: Dokumentasi Rumah Kearifan)
Foto Kue Damai (Sumber: Dokumentasi Rumah Kearifan)

Kegiatan pada hari kedua lebih berfokus pada aktivitas menghidupkan nilai atau living values activities. Pembuatan “Kue Damai" adalah salah satu sesi yang paling menarik. Peserta membuat replika kue dari kertas origami yang setiap bahan dan langkahnya dikaitkan dengan nilai-nilai seperti kedamaian, kelembutan, adaptability, dan lain-lain. Peserta juga harus menjelaskan nilai apa yang mereka dapatkan selama proses pembuatan kue berlangsung. Meskipun sederhana, tugas ini mengajarkan bahwa pada hakikatnya hal-hal kecil dan sederhana memiliki nilai yang sangat besar. Selain itu, pada sesi ini peserta diajarkan tentang lima kebutuhan emosi dasar yaitu loved (dicintai), understood (dipahami), valued (bernilai), respected (dihargai), dan safe (merasa aman). Adanya diskusi kelompok tentang kebutuhan ini membuka mata kita pada pentingnya memenuhi kebutuhan tersebut serta membangun hubungan berdasarkan nilai-nilai yang positif.

Pelatihan pada hari ketiga berfokus pada praktik menjadi pendengar yang aktif dan resolusi konflik dengan cara yang bernilai. Aktivitas ini menekankan betapa pentingnya berkomunikasi dengan orang lain dengan sikap positif dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri saat menyelesaikan masalah. Selain itu, peserta diberi sebuah kartu yang di dalamnya berisi tentang nilai, seperti saya bertanggung jawab, saya berhati bersih, saya akurat, dan lain sebagainya. Uniknya, terkadang kartu tersebut bisa sesuai dengan kriteria peserta yang mendapatkannya dan bisa juga menjadi kriteria yang disarankan untuk dimiliki oleh peserta tersebut. Semua peserta yang mendapatkan kartu diberi waktu untuk mendalami dan menghayati isi dari kartu yang didapatkan dengan berjalan ke berbagai arah dalam ruangan pelatihan, kemudian disesuaikan dengan pengalaman mereka. Terakhir, peserta menerima sertifikat dengan cara yang unik dimana mereka diminta duduk di kursi khusus sementara peserta lain membisikkan hal-hal positif kepada orang tersebut. Momen ini menciptakan suasana yang hangat dan dan meningkatkan rasa cinta antara satu dengan yang lain. 

Bagi saya, pelatihan ini adalah pelatihan yang paling seru dibandingkan pelatihan-pelatihan yang sudah pernah saya ikuti. Tidak ada kata bosan selama mengikuti pelatihan ini, karena trainer mempunyai cara yang sangat bagus dan menarik dalam memberikan pelatihan kepada peserta. Setiap sesi diselingi dengan game dan kegiatan yang menyenangkan, namun semua itu tetap dikaitkan dengan nilai. Kegiatan ini membuka mata saya tentang pentingnya nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas yang sederhana tetapi bermakna telah membantu saya memahami bahwa nilai adalah sesuatu yang harus dilakukan dan dipraktikkan, bukan hanya sekedar sebuah ide abstrak. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Muqowim sebagai Lead Trainer Rumah Kearifan, bahwa Living values adalah menghidupkan nilai, bukan membicarakan nilai. Nilai itu dimodelkan, bukan diajarkan.

Banyak sekali hal yang saya dapatkan dari pelatihan LVE di Rumah Kearifan, salah satunya adalah pemahaman bahwa nilai tidak hanya dipelajari tetapi juga dipraktikkan. Setiap kegiatan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong peserta untuk menerapkan nilai-nilai universal dalam kehidupan mereka. Bagi saya, kegiatan ini tidak hanya sebagai pengalaman belajar melainkan sebagai perjalanan transformasi yang mengubah hidup setiap orang. Hal yang paling berkesan menurut saya adalah ketika peserta diminta untuk memilih satu nilai pada sesi terakhir di hari pertama dan kedua kemudian nilai tersebut diamalkan. Pada hari berikutnya sebelum pelatihan dimulai, peserta diminta untuk menceritakan pengamalan nilai yang mereka pilih. Ada berbagai cerita dari para peserta. Di antara mereka ada yang pengamalan nilainya berjalan lancar dan ada pula yang pengamalan nilainya langsung diuji, namun semua itu membuat peserta sadar bahwa ketika kita memilih satu nilai untuk diamalkan maka kita akan berpegang teguh pada nilai tersebut dan itu sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita. Selain itu, melalui pelatihan ini saya lebih mengenal diri saya sendiri serta  lebih mengenal teman teman saya yang selama ini  hanya sedikit hal yang saya ketahui  tentang mereka.

Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka dapat disimpulkan bahwa Living Values Education (LVE) berkaitan erat dengan dunia pendidikan, terutama dalam hal mengintegrasikan nilai-nilai kehidupan ke dalam proses belajar-mengajar. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Muqowim bahwa inti dari pendidikan adalah pendidikan hati dan pendidikan dari hati. Tidak ada gunanya ketika kita lebih banyak teaching (mengajar) jika kita tidak melakukan touching (menyentuh). Mirisnya pendidikan di Indonesia berorientasi pada pengajaran. Padahal jika hanya sekedar untuk mengajar, maka teknologi bisa melakukannya. Namun, sehebat apapun AI atau teknologi, ia tidak akan bisa touching (menyentuh). Salah satu cara agar pendidikan Indonesia membaik dan menjadi pendidikan yang menyentuh adalah dengan menghidupkan nilai (living values) dalam proses belajar-mengajar.

Sebagai pendekatan pendidikan karakter, LVE membantu menciptakan individu yang berkarakter baik dengan mengajarkan nilai-nilai kehidupan seperti kebebasan, kedamaian, kebahagiaan, menghargai, tanggung jawab, kerja sama, cinta kasih, dan lain-lain. LVE sejalan dengan tujuan pendidikan yang tidak hanya berfokus pada keberhasilan akademis, tetapi juga untuk tujuan yang lebih luas, yaitu tujuan untuk membentuk moral dan etika peserta didik. Selain itu, LVE mendukung pendekatan pembelajaran holistik yang mencakup perkembangan emosional, sosial, dan spiritual. Aktivitas kreatif seperti "Inner Journey" atau "Kue Damai" dalam LVE membuat belajar lebih interaktif dan bermakna, menjadikan pendidikan lebih relevan dengan kehidupan peserta didik. Hal ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Keterampilan sosial dan emosional seperti empati, pengendalian diri, dan penghargaan terhadap keberagaman ditingkatkan dengan metode ini. Keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Lebih dari itu, LVE mendukung pendidikan untuk perdamaian dengan menciptakan lingkungan belajar yang damai dan mendorong siswa untuk mengatasi konflik secara konstruktif. Aktivitas reflektif seperti merenungkan nilai-nilai penting dalam hidup juga membantu siswa menjadi lebih sadar akan tujuan hidup mereka dan tanggung jawab mereka. Selain itu, guru yang menggunakan metode ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka dengan menciptakan lingkungan belajar yang positif dan berbasis nilai.

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai kehidupan ke dalam pendidikan, LVE menjadikan proses belajar-mengajar lebih dari sekedar transfer pengetahuan akademis. Metode ini membentuk individu yang utuh, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan kehidupan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. Ini membuat LVE relevan sebagai model pendidikan yang mengedepankan pembelajaran bermakna untuk masa depan yang lebih baik. Di tangan pendidikan yang berbasis nilai, masa depan dapat menjadi taman yang penuh harapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun