Rumah Tangga berasal dari dua kata rumah dan tangga. Menurut saya, Dua kata ini menggabungkan arti bahwa rumah tangga itu suatu tempat untuk menapaki tangga-tangga menuju suatu tujuan. Banyak orang tua yang mengatakan bahwa ber rumah tangga adalah proses belajar yang tidak pernah berhenti alias selesai. Saya sangat setuju dengan ajaran orang tua ini. Setiap saat, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, bahkan setiap tahun ada banyak ilmu, pengalaman, kebijaksanaan yang bisa dipetik dalam rumah tangga. Setiap hari ada saja anak tangga yang harus kita hadapi. Bahkan di usia berumah tangga yang masih imut ini saya melihat bahwa arah anak tangga tidak hanya mendaki tetapi ada masa arahnya berjalan menurun. Bahkan mungkin kebanyakan menurun sehingga anak tangga terakhir sulit dicapai dan butuh waktu lama. Itu makanya orangtua mengatakan  " rumah tangga itu tempat belajar yang tidak pernah berhenti atau usai."
Rumah tangga dimulai dari pertemuan seorang yang berperan sebagai ibu dan seorang yang berperan sebagai ayah. Masing-masing memiliki peran penting dari berbagai sudut pandang seperti sudut pandang ekonomi keluarga, sudut pandang pendidikan anak, sudut pandang biologis atau hasrat, serta sudut panjang lainnya. Semua akan indah ketika setiap peran dari setiap sudut pandang dijalankan dengan seimbang. Ya..itu kondisi ideal nya yaitu jika semua nya berjalan pasti dan indah-indah saja.
Tapi kembali lagi bahwa rumah tangga adalah proses belajar. Belajar dari apa? belajar mengatasi persoalan di rumah tangga baik persoalan kelas teri maupun persoalan kelas kakap. Bahkan terkadang ada persoalan yang terpaksa menyebabkan terjadi pertukaran peran. Apakah ini masuk kategori persoalan teri atau kakap? Jawabannya tidak ada yang sama bagi setiap keluarga. Setiap keluarga punya alasan masing-masing. Jadi tidak ada justifikasi kebenaran jawaban atas pertanyaan mengapa harus bertukar peran?
Biasanya dalam 1 rumah tangga akan terbiasa jika pertukaran peran ini sudah berlangsung lama. Tapi masalah muncul ketika ada intervensi pihak lain. Misalkan orang tua dari ayah atau dari ibu. Kadang-kadang prinsip atau pemikiran orang tua yang terkait superior pria sebagai kepala rumah tangga masih sering dibawa ketika mengintervensi rumah tangga anaknya. Padahal mereka tidak mengetahui dan mencari tahu juga alasan terjadi pertukaran peran dalam rumah tangga anak-anaknya.Â
Sekarang saya coba sampaikan opini dari sudut pandang saya yang masih imut-imut dalam berumah tangga. Lima belas tahun ini banyak sekali yang bisa saya pelajari dalam menjalankan peran saya. Dalam rumah tangga, model yang kami adopsi adalah model campur aduk. Apakah artinya, saya berperan sebagai dia dan dia pun terkadang berperan sebagai saya. Ada masanya ketika secara finansial, pendapatan suami melambung di atas rata-rata. Tetapi pasti pernah juga mengalami kondisi benar-benar di bawah rata-rata. Saat berada dalam posisi di atas biasanya kami memikirkan investasi seperti menambah rumah. Bukan berarti rumah dibayar tunai tetapi rumah dengan sistem cicilan.Â
Jadi saat penghasilan di atas rata-rata biasanya kelebihan itu kami gunakan untuk DP asset. Sehingga ketika kondisi sedang kebalikannya maka disinilah peran saya sebagai istri dibutuhkan dalam hal finansial. Bagaimana caranya? Penghasilan bulanan Pak Suami akan digunakan untuk membayar cicilan asset tersebut sementara penghasilan nyonya untuk mengcover obligasi rutin setiap bulan. Ketika secara finansial, nyonya dibutuhkan maka ada beberapa ego nyonya yang terpaksa disingkirkan terlebih dahulu. Apakah itu ? Pasti anggaran buat fashion, anggaran buat skin care, dan anggaran lain buat ME TIME nya nyonya. Apakah peran istri dalam aspek finansial rutin sepanjang tahun? Maka jawabnya tergantung rezeki pak suami sepanjang tahun. Ada waktunya, nyonya tetap bisa me time dengan uangnya sepanjang tahun. Tetapi ada waktunya beberapa bulan dalam satu tahun, nyonya aktif berperan mendukung finansial pak suami. Dan inilah salah satu alasan mengapa sampai saat ini, nyonya tetap harus bekerja demi gaji bulanan yang tak seberapa itu. Tetapi peran bijak dari kedua belah pihak dalam mengatur fiansial ini memang tidak muncul begitu saja dari mulai berumahtangga. Tapi waktu yang mengajarkan banyak hal. Waktu pula yang memberikan kesempatan untuk setiap rumah tangga belajar. Lalu muncul pertanyaan yang menggelitik, " mau sampai kapan istri share penghasilannya ketika memang dibutuhkan? Bagi kami adalah ketika tiba-tiba, saya atau pak suami diangkat anak oleh orang tajir se-Indonesia atau tiba-tiba dapat warisan dari mereka. Bukankan ini mimpi yang jauh dari depan mata? Karena jauh dari depan matalah sehingga nyonya harus selalu berfikir bijaksana untuk menganggap bahwa sharing penghasilan bukan hal yangmerugikan. Toh peruntukkannya juga untuk keluarga bukan untuk hal tidak jelas.
Begitulan versi tukar menukar peran bagi kami dalam rumah tangga yang masih seumuran jagung ini. Apakah hal seperti in tabu atau menjadi hal memalukan bagi pak Suami? Tidak, karena hidup must go on. Singkirkan ego, makan, uang sekolah anak, tempat tinggal, tunjangan kesehatan, dan lainnya lebih penting dari setiap ego yang muncul.
Hanya satu hal yang tidak kami lupakan sampai hari ini, berapapun yang kami terima dan bagaimanapun kondisi finansial kami, puji Tuhan kami selalu rutin memberikan perpuluhan kami kepada Nya melalui orang-orang yang membutuhkan. Dan Puji Tuhan, secara fiansial kami tidak pernah mengalami kondisi panik atau stress karena masalah finansial. Ya..alasannya adalah Tuhan Cukupkan. So don't worry.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H