Mohon tunggu...
Ridha Resti Fauzia
Ridha Resti Fauzia Mohon Tunggu... -

\r\n\r\n\r\n" Kesalahan adalah alasan mengapa setiap orang harus belajar :) "\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aktivitas

4 Juni 2014   03:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang tua kadang gelisah ketika melihat anaknya yang duduk di TK belum bisa membaca dan menulis seperti anak sebayanga. Orang tua juga gelisah ketika teman anakya mahir computer ataupun sempoa, sementara anaknya tidak. Maka, berlomba-lombalah para orang tua mencari TK yang menyelenggarakan hal itu. Elga Andriana, S.Psi seorang praktisi pendidikan anak usia dini, beliau memberikan pemikiran bagaimana sebaiknya anak usia dini dikenalkan pada aktivitas yang relevan dengan usianya. Berikut rangkumannya.

Otak Anak

Anak usia dini merupakan masa sangat kritis terhadap pembentukan otak anak. Pada usia 10 tahun,penbentukan otak hampir lengkap dan akan digunakan disepanjang kehidupan anak.

Saat anak mendapatkan pengalaman melihat, mendengar, menyentuh merasa, dan membau terjadilah hubungan antar sel otak. Pengalaman yang berulang-ulang akan menguatkan hubungan dan membentuk pengalaman.

Aktivitas motorik sangat penting bagi pembentukan otak. Saat tangan digunakan saat itu pulalah otak “bekerja”. Oleh karena itu permainan seperti bermain balok, melukis, menyusun puzzle, sangatlah penting.

Bermain Adalah Pekerjaan Anak

Orang sering kali bedebat tentang belajar dan bermain. Ada sebagian pihak yang percaya bahwa dengan belajar (akademik) anak usia dini akan lebih siap untuk sekolah. Progam yang terlalu menitikberatkan pada keerhasilan akademi (menulis, membaca, dan berhitung) dengan metode intruksi dari guru hanya akan berhasil untuk jangka pendek dan kurang mendukung keberhasilan anak baik di sekolah maupun kehiduoan selanjutnya.

Sebaliknya, progam yang kaya dengan pengalaman bermain, yang merangsang keterampilan social dan emosinya pada anak usia pra sekolah berpengaruh sangat positif pada perkembagan intelektual anak. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini yang baik seharusnya pempertimbangkan apa yang dihasilkan dari penelitian tentang otak dan mempertimbangkan bermain sebagai karakteristik anak usia dini. Ini akan membawa kita kepada konsekuensi pendidikan berbasis aktivitas.

Pendidikan Berbasis Aktivitas

Untuk mendukung suasanya belajar yang menyenangkan penataan ruang yang representative perlu diperhatikan. Posisi duduk anak-anak tidak formal menghadap ke papan tulis semua sehingga terkesan kaku tetapi dibuat saling berhadapan antarteman. Sehingga, memungkinkan terjadinya interaksi antara anak dengan anak maupun dengan guru. Saat anak berkegiatan dalam kelompok setting ruang yang memungkinkan guru berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain.

Anak usia dini membutuhkan kedekatan fisik, suasana yang akrab, dan bisa kontak mata dengan guru. Untuk itu posisi guru jangan terlalu jauh dari anak. Posisi yang bergaya otoriter tidak cocok bagi anak untuk memfokuskan perhatian. Posisi dengan papan tulis cocok untuk kegiatan dengan jangka waktu singkat saja. Itu pun harus diletakkan dengan posisi rendah sesuai ketinggian mata anak dan guru bisa duduk bersama anak saat menggunakannya.

Tidak kalah pentingnya, dalam pendidikan yang berbasis aktivitas ini tersedia materi bermain atau area-area yang memungkinkan anak membuat pilihan secara mandiri.

Kurikulum Pendidikan Berbasis Aktivitas

Bidang-bidang yang disentuh dalam kurikulum pendidikan berbasis aktivitas ini adalah:


  • Keterampilan Social dan Emosional

Anak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelompok dan menyelesaikan konflik. Contoh aktivitas: memasak, bermain peran dengan baju-baju dewasa, dan dolanan anak.


  • Keterampilan Fisik

Memberi kesempatan anak untuk meningkatkan keterampilan motorik halus, melatih keseimbangna, dan memanipulasi benda-benda. Contoh aktivitas: bermain pertukangan, menirukan gerakan-gerakan binatang. Dan loncat jatuh di pasir.


  • Kesiapan Membaca dan Menulis

Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dengan menceritakan kembali, mengenal “bentuk” kata, mengenali bahwa sebuah cerita ada permulaan, tengah, dan akhir. Anak juga mempelajari kosa kata baru. Contoh aktivitas: anak dibacakan cerita atau pun sambil ditunjukkan tulisannya, membuat kartu ucapan, dan membuat buku cerita dengan menggambar lalu bercerita.


  • Hubungan Matematis

Anak diberi kesempatan untuk belajar estimasi, geometri hubungan spasial, jumlah pola, hubungan pengukuran, dan statistic. Contoh aktivitas: berjualan, menuang air pada wadah dengan berbagai bentuk, dan memasak.


  • Science

Memberi kesempatan kepada anak untuk bertanya, mengamati, memprediksi, eksperimen, ppenemuan, dan membuat data. Contoh aktivitas: mengukut curah hujan, menggambar dengan air jeruk lalu dijemur, dan membuat rumah serangga.


  • Art

Memberi kesempatan anak untuk mengekspresikan ide, pikiran, dan perasaan.  Juga mengasah koordinasi antara mata dan tangan serta menumbuhkan apresiasi atas keindahan. Contoh aktivitas: dribble painting, lukis lilin, membuat marakas, mendengarkan musik, drama, dan pantomime.

Peran Guru

Dengan prinsip pendidikan berbasis aktivitas (bermain) guru tidak hanya berkeliling mengawasi. Guru mempunyai peranan sangat penting untk menjadikan aktivitas bermain bermakna bagi anak. Caranya? Guru memilih dan menata material bermain yang beragam sehingga memotivasi dan memberikan pengalaman belajar, guru memberikan bantuan pada anak yang membutuhkan, guru menjawab pertanyaan anak untuk mengasah cara berfikir mereka, dan guru memperluar pengetahuan anak dengan memberi permainan pada tingkat yang lebih tinggi.

Pendidikan berbasis aktivitas tidak harus mahal. Guru bisa menggunakan sumber local yang ada murah dan mudah didapat. Misalnya, benda daur ulang atau bahan alam. Dan yang tidak kalah penting jadikan aktivitas bermain itu mempunyai makna.

Referensi:

J.I.G.M. Drost, S.J. dkk. (2003). Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta: Kanisius

(Dari makalah “Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aktivitas” yang di tulis oleh Elga Andriana, S.Psi.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun