Anies Rasyid Baswedan merupakan salah satu calon presiden yang akan bersaing pada Pilpres 2024 mendatang bersama 2 pasangan calon lainnya, yaitu Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud. Anies diusung oleh beberapa partai, seperti PKB, PKS, dan Partai NasDem, dengan nama Koalisi Perubahan. Sebelum mencalonkan diri sebagai presiden, Anies Baswedan sudah memiliki banyak pengalaman berpolitik, diantaranya pernah menjadi Ketua Komite Elit KPK, menjadi Juru Bicara Jokowi-JK pada pilpres 2014, dan menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2017.
Salah satu hal yang melekat pada Anies Baswedan di mata masyarakat adalah mengenai dirinya yang seorang intelektual. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan pendidikan dan karirnya yang memperlihatkan bahwa Anies seorang yang cerdas. Selain itu, berdasarkan beberapa lembaga survei, salah satunya lembaga Arus Survei Indonesia (ASI), menyatakan bahwa 30,7% masyarakat menilai Anies Baswedan sebagai calon presiden yang paling mampu membawa isu maritim Indonesia ke kancah dunia internasional. Anies ini dianggap sebagai tokoh intelektual atau tokoh cendekiawan berpengaruh dunia. Hasil survei sementara juga, menyatakan bahwa rata-rata pemilih Anies Baswedan merupakan kalangan terpelajar, seperti pelajar, mahasiswa, maupun dosen.
Dikenal sebagai tokoh intelektual yang berwawasan luas, tidak serta merta membuat calon presiden nomor urut 1 ini bebas dari propaganda dan hoax. Terlebih saat ini kita sudah masuk di era 5.0, semua akses internet dan media sosial sudah dapat diakses dan digunakan oleh semua orang dari berbagai kalangan dan umur. Propaganda adalah salah satu cara untuk mempengaruhi pemikiran seseorang dan untuk membentuk suatu opini di masyarakat. Propaganda saat ini identik dengan sesuatu yang buruk, penyebaran hoax atau berita palsu, dan lainnya untuk mengadu domba dan menciptakan kegaduhan.
Dalam konteks ini, Anies Baswedan yang merupakan tokoh politik juga pernah mendapat propaganda yang disebarkan oleh para pembencinya maupun para buzzer yang bertebaran di media sosial. Adapun media sosial yang sering digunakan oleh para buzzer ini meliputi Instagram, Twitter atau X, dan Facebook.
Mengulas kembali peristiwa 212, dimana terjadi aksi besar-besaran yang dilakukan oleh para aktivis maupun ulama karena adanya perkataan salah satu tokoh yang dianggap menistakan agama. Hal tersebut terjadi ketika menjelang Pilgub, yang kemudian dimenangkan oleh Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Sejak saat itu, propaganda atau sebaran berita-berita palsu mengenai Anies bertebaran. Terlebih sekarang ini sudah memasuki tahun-tahun politik karena menjelang pilpres, dimana kampanye politik sedang berlangsung dan membuat penyebaran berita palsu untuk menjatuhkan Anies semakin gencar dilakukan.
Sesuai dengan salah satu tujuan propaganda politik, yaitu ingin membentuk opini publik. Tentu, hal ini dilakukan oleh pihak anonim dan tidak jelas sumber dan asal usulnya untuk membuat kekacauan dan kritik. Salah satu hoax atau berita palsu yang sering ditujukan kepada Anies adalah mengenai sosoknya yang akan memimpin negara dengan sistem politik khilafah. Khilafah sendiri merupakan bentuk sistem politik Islam dimana hanya terdapat satu penguasa atau pemimpin yang disebut khalifah. Di berbagai media sosial seperti yang sudah disebutkan tadi, para buzzer dan akun anonim lainnya mengunggah postingan dan menuliskan berbagai hal yang mengarah kepada pembingkaian bahwa Anies Baswedan adalah sosok atau tokoh yang pro khilafah, radikal, intoleran, dan kaitan dengan isu politik identitas lainnya. Di platform X misalnya, seringkali banyak akun yang memberikan cuitannya terkait Anies dan melabelinya sosok yang radikal akibat ingin mendirikan negara khilafah. Penyebaran berita palsu atau hoax tersebut juga tidak jarang disertai dengan adanya gambar, karikatur, poster, banner, atau media komunikasi lainnya sebagai pelengkap ilustrasi yang disajikan.
Para akun anonim ini, menuliskan banyak sekali, seperti "Masyarakat Indonesia bisa berjaya kalau Pak Anies Pemimpinnya, beliau adalah sosok Khalifah yg dijanjikan langit untuk Indonesia", "Anies bukan orang Indonesia, Anies keturunan Yaman negara komunis, Anies Cuma numpang hidup di Indonesia tapi selalu buat gaduh onar ribut fitnah Indonesia usir Anies dari Indonesia dan gerombolan kardun khalifah teroris", "Kita tidak butuh capres radikal seperti Anies..!! Kerjanya bikin ribut NKRI saja, kejamnya dia ingin ubah Pancasila dengan sistem khilafah. Kacau..!!".
Postingan dan cuitan tersebut adalah beberapa contoh pembingkaian Anies yang dimuat di media sosial dan membuat kisruh bagi masyarakat yang memiliki pendapat yang sama atau berbeda. Ini jelas menimbulkan adu domba antara para pendukung Anies dan pendukung pasangan calon lainnya. Sesuai dengan teknik propaganda, yaitu name calling, dimana propagandanya dilakukan dengan memberikan nama atau julukan agar melekat di masyarakat, sehingga mudah dipercaya.
Pernyataan-pernyataan tersebut membuat Anies terkadang di juluki sebagai seorang yang radikal, khilafah, intoleran, islamis, dan lain sebagainya. Tentu saja jika hal ini terus menerus disebarkan dapat membuat masyarakat menganggap itu sebuah kebenaran. Anies dirugikan karena apa yang disebarkan dalam flyer dan cuitan-cuitan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Anies Baswedan pernah menanggapi pernyataan dari para pelaku tidak jelas yang menyebutnya intoleran dan lainnya pada saat awal ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Anies menyampaikan bahwa tuduhan tersebut hanya bisa dibuktikan dengan perbuatan dan kenyataan bukan sekadar menjawab melalui omongan saja. Akan tetapi, Anies membuktikannya dengan menjadikan Jakarta ibukota yang toleran dan kebhinekaan. Terbukti bahwa selama ia menjabat sebagai gubernur, tuduhan dan sangkaan mengenai Anies seorang Islam radikal yang akan membawa Indonesia menjadi negara Islam dengan sistem khilafah tidak terjadi.
Untuk itu, sudah jelas bahwa Anies seorang khilafah, Islam radikal, intoleran, dan lainnya merupakan berita palsu atau hoax. Hal ini dapat dikatakan sebagai propaganda politik karena tujuannya adalah ingin membentuk opini di masyarakat mengenai Anies Baswedan seorang Islam radikal dan merupakan semburan kebohongan.