Mula-mula pelanggan akan mengantre untuk memesan makanan di warung yang mereka pilih, kemudian menunggu hingga makanan yang dipesan sudah siap. Setelah itu, pelanggan akan membawa makanan tersebut menggunakan nampan ke meja yang disediakan. Setelah selesai makan, mereka harus mengumpulkan peralatan makan yang telah digunakan dan meletakkannya di tray yang tersedia di sudut pujasera.
Budaya ini diterapkan oleh semua pelanggan yang datang. Tak terkecuali, para turis yang datang ke Singapura juga melakukan hal yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya denda bagi siapa saja yang tidak mengembalikan alat makan di hawker center. Namun, denda tersebut baru berlaku jika sudah melanggar untuk kedua kalinya.
Menurut saya, hambatan utama dalam penerapan budaya self-service di Indonesia terletak pada faktor kebiasaan masyarakat. Mungkin masih banyak masyarakat yang belum familiar dengan budaya ini, terutama bagi generasi babyboomers. Namun, dengan adanya edukasi yang lebih baik serta petunjuk yang jelas mengenai cara menerapkannya, masalah ini pasti dapat diatasi.
Selain itu, dengan adanya aturan serta sanksi yang mengikat, seperti di Singapura budaya self-service ini secara perlahan akan dapat diterima oleh masyarakat. Dengan begitu, besar kemungkinan Indonesia akan menerapkan budaya self-service di berbagai sektor kehidupan pada masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H