"Tentu saja tidak bisa Bu Diva, Bu Diva tidak bisa bekerja di kantor ini lagi, karena Bu Diva harus bekerja memimpin anak Cabang Perusahaan kita yang di Jakarta. Aku mengangkat kepala melihat Pak Bimantoro, semula aku tak mengerti namun dia mempertegas, "Bu Diva, perusahaan kita yang di Jakarta membutuhkan pimpinan yang tekun, jujur dan beintegritas, dan orang yang tepat menurut saya, adalah Bu Diva. Saya sangat tahu kinerja Bu Diva, Saya yakin perusahaan kita akan semakin pesat, jika anda yang memimpinnya. Selamat Bu Diva, Direktur baru".Â
****
   Seakan tak percaya, tambah deras air mataku mengalir, hampir habis tisu diatas mejaku untuk mengeringkan air mata ini. Namun tak kunjung berhenti. Jangan di tanya bagaimana perasaanku saat ini. Rasanya benar-benar tak bisa aku ungkapkan. Bahagia tak terkira.Â
  Ternyata Bos hanya mengujiku. Aku sudah berburuk sangka kepadanya. Pak Bimantoro orang yang sangat baik. Ingatanku menuju lima tahun yang lalu waktu Papa dan Mama masih hidup. Pak Bimantoro ke rumah. Dia yang membantu menyelesaikan masalah almarhum Papa waktu itu. Papa difitnah Mark Up dana hibah dari slah satu perusahan di Jepang oleh Pak Tedy, teman kantornya. Kasian papa tidak tahu tentang dana itu, tapi dia yang terjerat.Â
  Lamunanku terhenti mendengar ketukan dari balik pintu ruanganku. Cepat-cepat Aku bersihkan sisa air mataku. "Ya..., silahkan masuk." Kataku. Ternyata Pak Bimantoro. Aku bergegas berdiri. " Ya Pak...," Jawabku sambil membungkukkan badan. "Bu Diva, anda bisa berangkat sore ini, tiket sudah ada di Bu Yeni. Bu Diva, perusahaan juga sudah menyediakan apartemen untuk anda di Jakarta, Bu diva tinggal menghubungi sekretaris Bu Diva, Pak Rudy namanya", Pak Bimantoro sedikit mendekat dan bersuara lirih, "Orangnya ganteng dan masih lajang." Pak Bimantoro tersenyum dan berlalu pergi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H