Tiga pedagang di pasar tradisional
Berjajar, menjual buah mangga
Kecuali penjual pertama, ada buah sawonya
Kata penjaja di bagian tengah
Harga mangga sedang anjlok
Hanya enam ribu Rupiah per kilonya
Itupun masih banyak yang nawar
Aku bayangkan jika berada pada posisi
Sebagaimana mereka
Perempuan paruh baya dari pelosok desa
Â
Katakanlah sanggup menggendong 20 kg buah
Berarti pamasukan Rp 180 ribu
Itu tidak termasuk modalnya
Yang paling banter setengahnya
Berarti Rp 90 ribu keuntungan seharinya
Itupun kalau terjual semuanya
Karena hidup bukan matematika
Aku tahu
Dagangannya tidak sempurna
Ada yang busuk, ada pula yang cacat
Bisa hari ini, bisa besok atau lusa
Yang tidak layak dijual, dibuang
Membayangkan kerugiannya
Bagiku berat melakukannya
Yang aku kadang tidak mengerti
Nun jauh di kota sana
Ribuan manusia keluar masuk hypermarket dan mall
Memborong makanan dan pakaian
Ratusan ribu harganya
Tanpa menawarnya
Inilah realita kehidupan kita
Kontradiksi rana ekonomi-sosial yang lebar menganga
Tengah bermain perlakukan kita
Tentang harga pangan
Antara pedagang pasar
Dengan mall-mall milik konglomerat
Kita memang tidak mampu banyak berbuat
Minimal, ada niat untuk tidak menawar
Ketika membeli ke penjual buah
Di pasar rakyat
Selain harganya sangat murah
Keuntungan mereka sungguh, tidak seberapa
Makassar, 4 December 2021
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H