Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mindset Tradisional Profesional Kesehatan terhadap Distance Learning

22 November 2021   06:12 Diperbarui: 22 November 2021   20:02 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan pendekatan dalam sistem pendidikan kita mandadak berubah total ketika wabah Covid-19 menyerang. Semua jurusan pendidikan sontak sibuk mengantisipasi peraturan Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, juga Riset dan Teknologi. Kita terkejut, karena wajib belajar online.

Sistem pendidikan kita yang semua mengelu-elukan bahwa model kemapanan tatap muka sebagai ibu dari segala bentuk pengajaran, kini ditelanjangi.

Melalui perubahan pembelajaran ini, para pakar pendidikan sibuk menyiapkan berbagai metode guna mengantisipasi model pengajaran. Mulai dari yang blended learning atau pengajaran campuran hingga yang murni online education.

Universitas Terbuka

Indonesia tergolong lambat dalam memperkenalkan sistem pendidikan online ini. Universitas Terbuka (UT) yang dicanangkan pada tahun 1984, nyatanya kurang mendapatkan 'respon' di hati masyarakat. 

Hal ini terbukti dengan tidak populernya universitas ini meskipun di bawah payung Plat Merah.  Perkembangan UT dirasakan terlambat dan tidak meyesuaikan kebutuhan zaman.

Bukti keterlambatan ini adalah hingga kini misalnya, UT tidak membuka jurusan bidang kesehatan. Padahal bidang ini sangat dibutuhkan.

Ironisnya, program pendidikan online yang disebut sebagai program era digital, tidak mendapat dukungan bahkan para pakar bidang kesehatan di kampus-kampus kondang. Pakar kesehatan malah menganggap bahwa pendidikan online, termasuk UT 'tidak sesuai' untuk jurusan kesehatan.

Di tengah maraknya kemajuan teknologi, ternyata jurusan kesehatan masih berfikiran sangat tradisional. Ini bukti bahwa pola piker pakar pendidik kesehatan belum berubah.   

Praktik sebelum covid-19

Praktik pengajaran sebelum masa Covid-19 tidak berubah sejak puluhan decade. Pengajaran tatap muka dianggap yang terbaik, paling efektif dan efisien. Di sisi lain teknologi makin berkembang di depan mata, termasuk bidang pendidikan kesehatan yang sebenarnya membutuhkan revisi.

Buku-buku kesehatan banyak dicetak, namun versi soft copy juga makin merajalela, khususnya yang berbahasa Inggris. Perubahan ini menunjukkan mulai adanya pergeseran. Mahasiswa lebih tertarik membaca di layar Android dari pada membli versi hardcopy tidak mendapatkan porsi yang adekuat.

Banyak penelitian membuktikan bahwa sudah saatnya pendidikan jurusan kesehatan mengadopsi teknologi baru. Wabah Covid-19 tiba-tiba membuat para dosen bangkit, terjaga. Ini bukti bahwa selama ini mereka masih tidur lelap, terlena.

Ketika Covid-19 merebak, kaget karena merasa dihadapkan pada ketidaksiapan. Baik pengetahuan, keterampilan, sarana serta prasarana terkait penerapan sistem pembelajaran yang baru.

Tidak sedikit dosen yang kalang kabut, karena tidak mampu bagaimana mengoperasikan Zoominar, Zoom meeting, serta semua bentuk komunikasi online. Mereka tidak bisa bagaimana upload  materi pengajaran, kalut. Tidak tahu bagaimana menyebarkan informasi ke mahasiswa, hingga sistem evaluasi sederhana hanya dengan menggunakan Google Form. Sungguh sangat disayangkan hal ini terjadi.

SDM, Sarana dan prasarana

Meski tidak semua dosen masuk dalam kategori sebagaimana yang penulis uraikan di atas, harus diakui bahwa masih sedemikian rupa kompetensi para pengajar kita di perguruan tinggi. Baik di kota maupun daerah mengalami hal yang sama.

Ketidakmampuan dosen dalam beradaptasi dengan teknologi informasi merupakan bentuk kelalaian sistem pembinaan SDM perguran tinggi kita. Bukti bahwa pembinaan dosen belum ditata dengan baik.

Seharusnya program pendidikan spesialisasi dosen menyentuh aspek IT. Dosen tidak hanya diharapkan mampu mengajar dengan baik dan benar. Namun harus mengenal dan bisa mengoperasikan IT dalam proses belajar mengajar.

Dari persiapan hingga evaluasi pembelajaran dosen dituntut memiliki kemampuan tersebut. Dengan demikian makna yang tersira dalam Sertifikasi Dosen akan lebih sempurna. Dosen mumpuni, itulah yang diharapkan.   

Gampang Curiga

Pembelajaran jurusan kesehatan secara umum belum mampu mengadopsi sistem Online. Pembelajaran Online, dengan berbagai alasan, dianggap kurang efektif. Sebenarnya anggapan ini kurang tepat. Yang benar adalah, kita terburu curiga. Pola pikir pendidik bidang kesehatan itu sendiri yang sebenarnya perlu diubah.

Seharusnya, para pakar bidang pendidikan kesehatan melihat jauh ke depan. Adanya kesulitan pembelajaran online selama Covid-19 bagi peminatan kesehatan merupakan bukti nyata bahwa penelitian bidang pengajaran kesehatan dituntut melaju cepat.

Penelitian tentang pendidikan kesehatan di era digital banyak dibutuhkan guna menepis pemahaman bahwa pembelajaran online itu tidak efektif. Kita butuh upaya penelitian lebih giat tentang bagaimana pembelajaran online ini bisa diterapkan di semua jurusan bidang kesehatan. Di disilah tantanngan pakar pendidikan kesehatan.

Global Trend 

Pengaruh global tidak bisa dibendung. Jika kita ingin maju, setingkat dengan negara-negara maju lainnya di dunia, kita harus mampu menempatkan diri bersama mereka. Jika mungkin lari lebih kencang daripada mereka. Agar ketertinggalan kita di bidang teknologi pendidikan bisa dikejar.

Kelembatan kita dalam berbagai bidang khususnya kesehatan di antaranya adalah karena minimnya penelitian, kualitas SDM serta ketidakmampuan kita mengadopsi inovasi teknologi.

Ini dimaklumi bukan hanya SDM yang masih rendah. Human Development Index kita masih di urutan ke 107 dari 189 negara di dunia. Guna mendongkraknya, memang butuh dana yang tidak kecil.

Telebih negara kita yang memiiki 17.000 pulau. Beda dengan negara-negara maju di dunia yang hanya berada pada saru daratan yang sama. Secara operasional, biaya pembangunan fisiknya lebih murah daripada di Indonesia. Namun itu bukan kita jadikan alasan untuk tidak maju.

Ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah melalui Kementrian Ristekdikti khususnya guna melahirkan manusia-manusia yang cerdas bidang kesehatan. Ini bisa direalisasikan melalui pendidikan yang tertata, terus menerus dan berkesinambungan sebagaimana prinsip belajar: seumur hidup.

Akhirnya, pakar pendidikan kesehatan kita dihadapkan pada pilihan, apakah mau terus bertahan seperti ini atau mau mengubah pola pikir. Metode pembelajaran kita dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, dalam berbagai situasi.

Covid-19 telah mengajarkan ketidak-mampuan kita dalam menyesuaikan diri dengan bebagai kemungkinan situasi dan kondisi emergency. Ini merupakan kritik tajam untuk refeleksi diri. Agar jangan sampai pakar kesehatan kita dinggap rekreasinya kurang jauh.

Have a nica day....

Makassar, 22 November 2021

Ridha Afzal  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun