Sistem kepegawaian yang dirasakan paling tidak mengenakkan pekerja adalah sistem kontrak. Di satu sisi memang pengusaha tidak mau rugi. Terutama jika pekerjaan dalam bentuk proyek yang hanya memakan waktu dalam hitungan bulan. Satu-satunya solusi adalah dengan cara kontrak.
Sistem ini sangat gencar diterapkan di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan. Di mana-mana diberlakukan sistem kontrak. Akibatnya karyawan merasa kurang nyaman. Mereka selalu merasa kuatir, cemas hingga stress yang berkepanjangan.
Sistem yang baru ini menurut saya sangat berpihak kepada kepentingan perusahaan. Kalau kontraknya dua tahun sih tidak masalah. Ada yang setiap bulan. Bayangkan orang harus mikir apakah kontrak kerjanya diperpanjang atau tidak hanya dalam waktu sebulan kerja, kita tidak tahu. Setiap saat harus mikir memburu kerja.
Akibatnya kerjanya tidak bisa fokus. Pada akhirnya hal ini akan berpengaruh besar terhadap kinerja dan kualitas hasil kerjanya.
Selama masa pandemic Covid-19, ribuan perawat misalnya, yang status kerjanya kontrak bulanan. Ada yang setiap bulan, tiga bulan, paling lama enam bulan. Mayortas mereka dihadapkan pada masalah seperti ini. Setiap hari yang difikirkan adalah akan mencari kerja di mana, bagaimana mencarinya, dan penghasilannya berapa.
Selama pandemi, ratusan ribu, mungkin jutaan pekerja megalami nasib yang sama seperti perawat kontrakan. Betapa tidak nyamannya kerja dengan status kontrak seperti ini. Khususnya karyawan yang sudah merasa nyaman karena penghasilan, letak geografis atau karena lingkungan kerja.
Saya sendiri heran, kita di dalam negeri sendiri kontrak kerjanya malah sangat membingungkan. Sementara teman-teman yang kerja di luar negeri, minimal dua tahun kotrak kerja. Tanpa bermaksud mengecilkan arti peraturan ketenagakerjaan dalam negeri, mengapa ini bisa terjadi sementara kita yang bekerja di luar negeri tidak mengalami nasib yang sama? Bahkan sangat diuntungkan.
Mestinya, setidaknya kontrak kerja itu berlaku selama 2 tahun. Teman-teman yang di luar negeri  jarang sekali dihentikan kontraknya, kecuali mengundurkan diri. Sesudah diperpanjang kontraknya, gaji dipastikan naik. Otomatis benefit bertambah.
Kita?
Dengan sistem kontrak per bulan, bukan hanya gaji yang statis, masa depan juga tidak bakal jelas. Rata-rata teman-teman perawat mengeluh dengan masalah ini. Kami tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Terlebih di mana pandemic.
Katanya semua bisnis menurun, keuntungan perusahaan minim. Ujung-ujungnya mereka tidak mampu membayar gaji karyawan. Barangkali inilah alasan utamanya mengapa sistem kontrak model begini diberlakukan.
Alhamdulillah, saya tergolong sangat beruntung. Kontrak kerja saya satu tahun, dan baru saja berlalu. Saya bersyukur karena kontrak kerja diperpanjang. Sesudah mengalami sendiri, saya baru tahu dan bisa merasakan bagaimana kerja dengan status kontrak seperti ini.
Saya bekerja di sebuah perusahaan asing (PMA). Saya menyukainya bukan hanya karena penghasilannya, tetapi jenis pekerjaan, sistem kerja, lingkungan kerja, hubungan sesama rekan-rekan, tingkatan stress, mobilitas hingga sarana dan prasarana yang disediakan oleh perusahaan ada karyawan.
Bagaimanapun, untuk memutuskan apakah kontrak kerja saya bakal diperpanjang atau tidak itu bukan persoalan muda. Bukan pula keputusan one single manager.
Status kontrak seperti ini yang membuat saya untuk pasang kuda-kuda. Dua bulan sebelum selesai kontrak, saya mulai bergerilya untuk mencari kerja di perusahaan lain. Saya lebih suka di perusahaan asing karena banyak pembelajaran yang bisa kita dapat: kedisiplinan, etos kerja, hubungan internasional, wawasan serta bahasa.
Hampir setiap hari saya mengirimkan lamaran kerja yang tentu saja tidak mudah. Hemat saya, medsos seperti Linkedin sangat membantu dan manfaatnya besar sekali. Penguasaan bahasa Inggris juga berperan besar dalam pencarian kerja. Tidak sedikit perusahaan yang iklannya tertulis dalam Bahasa Inggris.
Saya sempat mendapatkan interview dari Malaysia. Peluangnya sangat besar waktu itu. Sayangnya saya sedang mengalami gangguan kesehatan sehingga tidak bisa gabung. Kondisi seperti ini yang menambah harap-harap cemas, lantaran tidak tahu bagaimana status kontrak kerja saya. Waktu itu tinggal sebulan, saya belum juga mendapatkan surat pemberitahuan dari HRD.
Yang saya kerjakan kemudian membuat semacam progress report. Saya melaporkan apa saja yang sudah saya kerjakan selama enam bulan terakhir. Laporan seperti ini meskipun tidak diminta oleh perusahaan, saya rasa penting guna menghindari pendapat subyektif bahwa saya, misalnya kurang produktif atau malas.
Pada laporan tersebut saya tuliskan apa saja kegiatan-kegiatan yang saya lakukan baik yang ada hubungannya dengan project, penugasan atau assignment atau hal lain yang tidak secara langsung berhubungan dengan pekerjaan. Tentu saja saya tulis dalam Bahasa Inggris.
Semula saya berpendapat bahwa karena terganggunya kesehatan, membuat kinerja saya selama 3 bulan kurang prima, saya tidak terlalu optimis bahwa akan diperbarui kontrak kerja saya. Sekiranya diperbarui, saya anggap itu bonus. Makanya Plan B, yakni memburu kerja di tempat lain tetap berjalan. Â
Ternyata rencana Allah SWT beda. Alhamdulillah kontrak saya diperpanjang. Gaji juga naik. Inilah yang saya sebut bonus.
Pesan moralnya adalah, tidak perlu terlalu berharap bahwa kontrak kerja bakal diperpanjang lantaran merasa selalu bekerja dengan baik. Plan B harus jalan terus. Di antaranya pastikan bahwa kita memiliki record positive selama kerja. Record yang terbaik adalah yang disusun dalam bentuk laporan. Minta pendapat senior yang berpengalaman jika belum mampu melakukannya.
Andaipun diperpanjang kontraknya, anggap saja itu hadiah besar. Jika tidak, pasti Tuhan memiliki rencana yang lebih baik bagi kita.
Makassar, 9 November 2021
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H