Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Beda Ancaman Pengangguran Perawat Filipina dan Indonesia Pasca Covid-19

8 November 2021   11:56 Diperbarui: 8 November 2021   12:00 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama masa pandemic Covid-19, ada sisi 'positif' dari sudut pandang profesi keperawatan. Yakni berupa peningkatan jumlah permintaan tenaga keperawatan di dunia, juga di Indonesia. 

Meskipun demikian, masih terdapat 20% kekurangan perawat di dunia menurut International Council of Nurses (ICN), atau sekitar 6 juta perawat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Di Indonesia, profesi keperawatan merupakan profesi kesehatan terbesar, yang mencaai 54% dari jumlah tenaga kesehatan yang ada. Perawat merupakan satu-satunya profesi yang paling banyak dibutuhkan dari semua jenis layanan kesehatan, dari pusat hingga daerah terpencil. 

Dari tingkat klinik perorangan hingga rumah sakit pusat rujukan terbesar, perawat selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Oleh karena itu tidak heran jika di Indonesia, sebagai negara berpenduduk terbesar ke empat di dunia sesudah Amerika Serikat, India dan China, memiliki kampus keperawatan cukup banyak. 

Saat ini tidak kurang dari 884 kampus keperawatan yang ada di Indonesia, meliputi program diploma, sarjana, pasca sarjana dan program doctoral. Yang terakhir disebut hanya ada 2 buah, yakni di Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga.

Dari jumlah kampus yang cukup besar tersebut, rata-rata dihasilkan 40.000 lebih perawat muda setiap tahun. Sementara kemampuan Pemerintah mengangkat mereka menjadi CPNS hanya sekitar 15%. 

Sisanya diserap oleh swasta yang juga memiliki kemampuan terbatas. Bukan hanya menampung tetapi juga kemampuan membayar secara layak. Sangat bisa dimengerti jika perawat muda di Indonesia usai wisuda banyak yang menekuni bidang di luar profesinya.

Kendala ini tentu ke depan menjadi masalah yang serius bagi karir profesional keperawatan, juga pendidikan profesinya, di mana terjadi kesenjangan antara produksi dan supply. Ketidakseimbangan ini akan berakibat pada kualitas kesejahteraan professional keperawatan di Indonesia. Ini pula yang menjadi penyebab mengapa tenaga perawat di Indonesia belum memperoleh penghasilan layak sebagaimana yang diharapkan.

Selama masa pandemic Covid-19, perawat Indonesia mengalami perubahan drastis terkait perolehan pendapatan. Penghasilan perawat bisa digaji antara Rp8 hingga Rp 12 juta per bulan. 

Sebuah jumlah yang cukup besar yang tidak pernah diperoleh perawat Indonesia pada masa-masa sebelumnya, kecuali di beberapa jenis pekerjaan tertentu dengan risiko tinggi. 

Misalnya di perusahaan tambang atau eksplorasi minyak. Pekerjaan sebagai homecare juga bisa membuahkan hasil besar, bergantung pada jenis penyakit dan status social keluarga pasien, Konon ada yang bisa mendapatkan Rp 500 ribu per hari.

Kini, disinyalir masa Covid-19 akan berakhir (semoga). Ribuan perawat kita yang diserap menjadi tenaga sukarelawan selama pandemic boleh jadi harus siap-siap, bahkan ada yang sudah 'balik kandang'. Persoalannya, jika kandang di awal adalah (mudah-mudahan tidak) penganguran. Maka perlu diantisipasi.

Kondisi kita jauh berbeda bahkan bertolak-belakang dengan yang terjadi di Filipina. Di negaranya mantan presiden Ferdinand Marcos ini, terdapat 161 kampus keperawatan yang menelorkan 38.000 perawat per tahun. 

Lebih dari 80% perawat Filipina mengincar peluang kerja di luar negeri. Saat ini, di Filipina hanya terdapat 65.000 perawat dari 500.000 perawat yang dimilikinya. Selebihnya 87%, tersebar di seluruh dunia.

Filipina tidak menghadapi masalah pengangguran perawat atau ancaman pengangguran pasca pandemic Covid-19 sebagaimana kita. Justru selama pandemi mereka mengalami defisit tenaga perawat di dalam negeri. Jumlah penduduk Filipina sekitar 100 juta jiwa, atau sekitar sepertiga penduduk Indonesia. Kita menang jumlah penduduk, namun soal sistem pendidikan keperawatan kita kalah dengan Filipina.

Filipina sudah menyelenggarakan pendidikan keperawatan sejak akhir tahun 1890-an. Sementara kita untuk jenjang sarjana keperawatan saja baru dimulai tahun 1985 di Universitas Indonesia. Human Development Index kita (urutan ke 111) masih di bawah Filipina (urutan ke 106).

Sepertinya kita masih harus banyak belajar dari negara tetangga sebelah ini dalam hal pengelolaan pendidikan keperawatan khususnya, agar tidak terjadi ancaman peledakan jumlah tenaga professional keperawatan yang berpredikat pengangguran. Kita perlu menyontoh kiat mereka bagaimana bisa begitu banyak professional keperawatannya diminati oleh negara-negara di dunia.

Di era global yang tidak lagi mengenal batas geografi, jarak, bangsa maupun ras ini, kesejahteraan rakyat harus dijadikan prioritas demi terciptanya negara yang menunjang kemakmuran rakyatnya. Mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri bukan aib suatu negara. 

Justru di era global ini kerja sama, pertukaran ilmu dan teknologi bakal tercipta manakala kita bersatu, saling mengisi kekurangan dan saling memberi. Itulah yang dilakukan oleh Filipina.

Bedanya, dalam sejarahnya, Filipina dibesarkan oleh Amerika Serikat yang memiliki sistem pendidikan yang sudah tertata. Terlebih, bahasa kedua rakyat Filipina sekaligus bahasa pedidikan adalah Bahasa Inggris.

Ah, andai saja dulu orang Indonesia bisa 'memilih' untuk dijajah oleh siapa, barangkali nasib perawat kita tidak seperti sekarang ini.

Wallahu a'lam.....

Makassar, 7 November 2021

Ridha Afzal*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun