Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dukung Petani Milenial Meski Tanpa Lahan

5 November 2021   05:34 Diperbarui: 7 November 2021   17:21 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbak Ninik saya memanggilnya. Jebolan program pendidikan sekretaris Universitas Brawijaya di Malang sekitar 20 tahun lalu. Dia lebih dari 10 tahun menggeluti dunia pertanian, tepatnya jual beli sayuran. Tidak sembarang sayur.  Sebagian besar produk organic, kelas A.

Awalnya, dia bekerja pada sebuah PMA, milik warga asing, asal Taiwan.  Mbak Ninik merupakan tipe pekerja yang ulet, giat, rajin dan ramah pada pelanggan. Wajar jika sang bos menyukainya. Mbak Ninik betah kerja di perusahaan yang mengeksport sayur-mayur ke Taiwan. Mungkin bukan karena gajinya. Tetapi dia memiliki komitmen dan berusaha untuk menyintai apa yang dikerjakannya.

Namun sekitar satu tahun lalu dia meminta berhenti. Pasalnya, beberapa bulan bosnya lemot dalam memberikan gajinya. Mbak Ninik yang sudah berumah tangga, satu anak, tentu sangat membutuhkan pemasukan bulanannya sebagai satu-satunya sumber income. Tidak ada jalan lain, meskipun berat, keputusan harus diambil. Dia berhenti dari pekerjaannya.

Yang saya kenal, mbak Ninik tipe orang yang supel, mudah bergaul dan pekerja keras. Saya yakin orang seperti dia sudah memiliki hubungan luas. Minimal selama 10 tahun bekerja dengan orang Taiwan tersebut, semua kontak ada di tangannya yang bahkan tidak dipunyai oleh bosnya.

Saya juga tahu bahwa mbak Ninik bukan model 'pengkhianat' organisasi. Namun tidak ada salahnya, ilmu dan keterampilan yang dia punya dikembangkannnya sendiri. Maka, dengan bekal yang ada yang sangat minim jumlahnya, dia mulai bekerja mandiri. Itupun diketahui oleh mantan bos nya.

Dengan dibantu oleh suaminya, dia buka usaha semacam Home Industri lah. Mbak Ninik belum memikili rumah sendiri. Dia bersama keluarganya, suami dan seorang anak perempuan ngontrak sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Malang, masuk kampung. Di sana, dia mengenal seseorang yang bersedia memberikan gudangnya untuk dimanfaatkan selama beberapa waktu untuk sementara.

Sekitar delapan bulan sudah mbak Ninik menggeluti bisnis sayuran ini. Perlahan namun pasti, dengan hanya berbekal pengalaman dan network yang dimiliki, dia mulai bergerak, menawarkan jenis sayur yang dijual. Menghubungi beberapa petani lokal atau koperasi yang ada di Bali, Batu, Malang dan Pasuruan. Alhasil, pucuk dicinta ulampun tiba. Dia mendapatkan apa yang dia harapkan.

Mbak Ninik memperoleh respon positif dari beberapa pelanggan di Jakarta dan Surabaya, yang memesan hanya 4 jenis sayuran yang dia tekuni: Asparagus, Sawi, Ucet dan Brukoli.

Hari berganti minggu, minggu pun berganti bulan, bisnis mbak Ninik merangkak. Meski perolehan keuntungan tidak atau belum berskala besar, minimal bisa digunakan untuk menghidupi keluarganya. Kini stafnya bertambah. Selain suaminya, dia mendapatkan tambahan 3 orang dan satu orang lagi part timer. Dia juga dibantu oleh ibunya. Singkatnya, ada 6 orang yang kini sedang bekerja di bawah manajemennya.

Memang masih belum berdiri dalam bentuk usaha formal yang berlisensi. Maklum sedang merintis. Dua pekan lalu mbak Ninik dan stafnya pergi ke Bali untuk menemui salah satu koperasi sayur yang mensuplainya. Respon mereka sangat positif. Sebuah pertanda bahwa bisnisnya mendapat dukungan. Kalau yang di Batu, Malang atau Nogkojajar Pasuruan, sudah seringkali dikunjunginya.

Beberapa minggu terakhir ini bisnis mbak Ninik sangat ramai, hingga kewalahan melayani ordernya yang begitu banyak. Biasanya hanya untuk konsumsi hotel atau restaurant, bukan individu dan dalam jumlah yang lumayan besar untuk ukuran uasaha Home Industri seperti yang dia tekuni.

Tidak jarang permintannya mencapai 50 kg hingga 100 kg. Tentu tidak gampang mengurusinya, karena butuh proses seleksi, pengepakan serta pengiriman yang cermat. Membutuhkan orang-orang berpengalaman dalam menjalani bisnis seperti ini. Bisnis yang pada dasarnya mendukung pertanian lokal. Menyokong apa yang dikerjakan oleh petani-petani kecil yang menanam sayur guna meningkatkan produktivitas serta optimisme mereka.

Yang saya salut adalah, prinsip memperoleh keuntungan meski dalam jumlah kecil namun jika ditekuni secara konsisten akan membuahkan hasil besar.

Yang kedua, dia telah membantu berkembangnya petani kecil melalui hal-hal kecil dari diri sendiri. Untuk membantu rakyat yang bertani, tidak harus menunggu dirinya jadi seorang konglomerat.

Yang ketiga, dia tidak lupa selalu meluangkan sebagian dari rejekinya dibagikan kepada mereka yang kurang beruntung.

Sayur-sayur kelas B hasil seleksi biasanya dibagikan kepada tetanggaya, keluarga dekat hingga beberapa panti asuhan anak yatim. Kelihatannya prinsip ini sederhana, tetapi sangat besar manfaatnya. Dia yakin dan percaya, God does not sleep. Tuhan tidak tidur.

Di era millennial digital ini, kita membutuhkan sosok pribadi seperti mbak Ninik. Inovasi dan kreativitasnya menembus keterbatasan yang dimiliki untuk mendukung petani, tidak harus punya tanah. Untuk bekerja, tidak harus ke luar rumah, khususnya bagi ibu-ibu yang punya anak kecil seperti dia. Dan untuk menghasilkan, tidak harus langsung dalam jumlah besar.

Source: infopublik.id. Dukung petani lokal. 
Source: infopublik.id. Dukung petani lokal. 

Jujur saja, tidak mudah melakoni apa yang dijalaninya. Model kerja yang diinisiasi patut mendapatkan dukungan dari Pemerintah sebagai contoh bahkan pioneer.

Sayangnya, dia yang sudah berusaha untuk mendapatkan bantuan dana belum juga terealisasikan. Entah kenapa. Bisa jadi nasib baik belum berpihak kepadanya.

Satu lagi hal yang saya suka adalah, dia tidak ingin pinjam ke Bank untuk usahanya ini. Sebuah prinsip yang tidak banyak dilakukan oleh orang-orang dalam menjalankan sebuah bisnis UMKM seperti mbak Ninik.

We wish you all the best mbak Ninik......    

Makassar, 5 November 2021

Ridha Afzal   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun