Tidak jarang permintannya mencapai 50 kg hingga 100 kg. Tentu tidak gampang mengurusinya, karena butuh proses seleksi, pengepakan serta pengiriman yang cermat. Membutuhkan orang-orang berpengalaman dalam menjalani bisnis seperti ini. Bisnis yang pada dasarnya mendukung pertanian lokal. Menyokong apa yang dikerjakan oleh petani-petani kecil yang menanam sayur guna meningkatkan produktivitas serta optimisme mereka.
Yang saya salut adalah, prinsip memperoleh keuntungan meski dalam jumlah kecil namun jika ditekuni secara konsisten akan membuahkan hasil besar.
Yang kedua, dia telah membantu berkembangnya petani kecil melalui hal-hal kecil dari diri sendiri. Untuk membantu rakyat yang bertani, tidak harus menunggu dirinya jadi seorang konglomerat.
Yang ketiga, dia tidak lupa selalu meluangkan sebagian dari rejekinya dibagikan kepada mereka yang kurang beruntung.
Sayur-sayur kelas B hasil seleksi biasanya dibagikan kepada tetanggaya, keluarga dekat hingga beberapa panti asuhan anak yatim. Kelihatannya prinsip ini sederhana, tetapi sangat besar manfaatnya. Dia yakin dan percaya, God does not sleep. Tuhan tidak tidur.
Di era millennial digital ini, kita membutuhkan sosok pribadi seperti mbak Ninik. Inovasi dan kreativitasnya menembus keterbatasan yang dimiliki untuk mendukung petani, tidak harus punya tanah. Untuk bekerja, tidak harus ke luar rumah, khususnya bagi ibu-ibu yang punya anak kecil seperti dia. Dan untuk menghasilkan, tidak harus langsung dalam jumlah besar.
Jujur saja, tidak mudah melakoni apa yang dijalaninya. Model kerja yang diinisiasi patut mendapatkan dukungan dari Pemerintah sebagai contoh bahkan pioneer.
Sayangnya, dia yang sudah berusaha untuk mendapatkan bantuan dana belum juga terealisasikan. Entah kenapa. Bisa jadi nasib baik belum berpihak kepadanya.
Satu lagi hal yang saya suka adalah, dia tidak ingin pinjam ke Bank untuk usahanya ini. Sebuah prinsip yang tidak banyak dilakukan oleh orang-orang dalam menjalankan sebuah bisnis UMKM seperti mbak Ninik.