Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Duka Lara Perawat Papua

29 Oktober 2021   19:15 Diperbarui: 31 Oktober 2021   06:56 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Personal Collection. Sebuah kampus keperawatan negeri, Poltekkes di Wamena

Mereka bukan doktor-doktor atau professor yang diharapkan bisa mendongkrak kompetensi perawat Papua lewat ide-ide cemerlangnya, yang bukan hanya membesarkan universitas atau kampus-kampus di Jawa, Sumatera dan sekitarnya. Perawat Papua membutkan bantuan mereka."

"Apalagi di era Pademi ini. Hidup tambah sulit, mau kemana-mana diminta Test Antigen. Mau terbang harus test PCR. Padahal kami sudah vaksin. Untuk apa semua ini jika semua prosedur tersebut harus kami bayar mahal bagi ukuran perawat Papua? Belum lagi tuntutan mahasiswa keperawatan harus memiliki gadget Android. 

Orangtua mahasiswa-mahasiswa keperawatan di Papua bukan orang-orang yang pintar cari duit. Kalaupun orang Papua ada yang rajin dan giat bekerja, mau bekerja di mana jika yang namanya perusahaan-perusahaannya sangat minim dan hanya tersedia di kota-kota besar? Jadi bagaimana kami bisa mendapatkan dana guna membiayai kuliah anak-anaknya di fakultas keperawatan?"

"Pendeknya lengkaplah sudah derita perawat Papua. Menempuh pendidikannya susah. Mau melanjutkan tidak mudah karena dana. Cari kerja, peluangnya jarang. Upah dibayar murah. Yang sudah PNS pun jika di pedalaman, minim sarana. Meski sudah kerja, gaji bulanan pun tidak bisa datang tepat waktu lantaran jauhnya jarak tempuh ke kota. Hingga akses ke pelatihan online, bisa jadi hanya ada di angan-angan."

Sumber: Koleksi Pribadi. Pak Edison (tengah) bersama mahasiswa Poltekkes Jayapura di Wamena. 
Sumber: Koleksi Pribadi. Pak Edison (tengah) bersama mahasiswa Poltekkes Jayapura di Wamena. 

"Barangkali yang saya sampaikan ini terkesan seperti ungkapan seorang profesional yang pesimis terhadap masa depan rakyat Papua. Sungguh bukan itu maksud saya. Kalau saya mau, sebenarnya bisa saja saya pindah ke luar wilayah lain di negeri ini. Namun saya tidak mau, karena itu merupakan sikap yang egois. 

Secara pribadi saya tidak ingin lepas dari tanggungjawab sebagai warga Papua, serta bagian dari profesi mulia ini. Bagaimanapun kami harus bersyukur bisa hidup di Papua sebagai perawat.

Namun dalam hati kecil, kami ingin berdiri dan bekerja bersama-sama majukan provinsi Papua, agar derajat perawat Papua bisa sejajar dengan perawat-perawat lain di Indonesia." Demikian tutupnya.

Sebagamana yang diungkapkan oleh Edison kabak, M.Kep, kandidat program Doktoral, The University of St. Paul Manila, Philippines.

Aceh, 29 October 2021

Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun