Saya bukan newbie dalam dunia profesi. Juga belum bisa disebut senior. Sesudah lulus sarjana keperawatan tahun 2017 setidaknya saya sudah banyak belajar tentang diri sendiri, rekan seprofesi, kolega di Puskesmas, Rumah Sakit, balai kesehatan, klinik swasta, panti jompo serta bagaimana perawat-perawat bekerja di pusat-pusat layanan kesehatan lain termasuk praktik mandiri.Â
Kemudian saya bandingkan dengan profesi kesehatan lain seperti dokter, farmasi, teknisi laborat, fisioterapi, gizi, pengobatan tradisional, kesehatan lingkungan dan lain sebagainya. Saya ambil kesimpulan, ternyata profesi kesehatan paling diuntungkan itu adalah perawat.
Saya sudah kunjungi 11 provinsi di Indonesia, bertemu dengan ribuan perawat, tua muda, yang sederhana hingga yang kaya. Dari yang diploma hingga professor. Dari hidup di daerah terpencil hingga yang lama melanglang di luar negeri.Â
Dari yang berstatus sebagai honorer hingga yang anggota DPR. Dari yang tampilannya biasa saja hingga yang rupawan kayak artis sinetron. Dari Sabang hingga Papua. Semuanya ada di negeri ini. Dan saya pernah menemui mereka.
Memang, ada perawat-perawat yang hidupnya 'susah', yaitu yang berpenghasilan jauh di bawah standard di daerah terpencil. Tetapi rata-rata perawat kita hidupnya enak dan ok-ok saja. Punya kendaraan, minimal motor meskipun 'butut' dilengkapi HP Android. Terhubung internet, memiliki Surat Tanda Registrasi. Mereka bekerja, setidaknya memiliki kegiatan yang menghasilan uang.
Ada pula memang perawat-perawat yang memilih jalan hidupnya untuk tidak menekuni profesinya. Artinya, kerja di luar dari dunia keperawatan. Untuk golongan yang satu ini, meski ada yang menyesal, sebagian besar tetap bangga mengatongi ijazah keperawatan. Apalagi mereka yang berhasil dalam artian karier dan finansial. Oleh sebab itu tidak berlebihan saya sebut bahwa menjadi perawat itu sangat menyenangkan. Apa rahasianya?
Ada 9 keuntungan yang saya identifikasi sebagai latar belakang mengapa saya sebut bahwa menjalani profesi perawat itu begitu menguntungkan dan seru banget.
Pertama, soal pendidikan. Bayangkan, guna menempuh pendidikan, perawat bisa memulai dengan program diploma. Ini sangat membantu mereka yang secara ekonomi kurang.Â
Dulu di era 70-80-an, ada pendidikan SPR atau SPK yang jebolan SMP bisa sekolah di sana. Jumlah lembaga pendidikan perawat di Indonesia saat ini ada sekitar 886. Tersebar di hampir semua kabupaten di 34 provinsi di Indonesia. Ramai kan?
Kedua, soal lapangan kerja. Memang, yang ideal jadi perawat professional itu lulusan sarjana profesi, yang saat ini dihargai berpangkat golongan III/B jika jadi PNS. Tetapi untuk bekerja, perawat tidak harus PNS. Area kerja perawat bisa di mana-mana, mulai dari homecare, praktik mandiri, puskesmas hingga rumah sakit kelas papan atas.Â
Perawat bisa kerja di pelabuhan, industri, perhotelan, pertambangan, bandara, kapal pesiar hingga mall-mall. Tidak percaya? Tengoklah berapa perawat yang bertugas di mall saat Covid-19 melanda negeri ini. Seru kan?
Ketiga, selama ini banyak orang menyangka bahwa yang bisa praktik mandiri hanya dokter, dokter gigi atau teknisi. Ternyata, perawat juga bisa membuka praktik mandiri. Dan itu, dilindungi undang-undang.Â
Saya tahu tidak sedikit perawat daerah yang kaya-kaya melebihi profesi kesehatan lainnya. Perawat praktik mandiri menunjukkan independensi profesi. Mereka berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain. Cocok untuk ibu-ibu profesi keperawatan yang tidak suka ke luar rumah. Keren kan?
Keempat, masalah penghasilan. Selama ini, banyak orang menyangka jadi perawat itu penghasilannya kecil. Mereka tidak tahu, bahwa perawat pintar mencari penghasilan tambahan.Â
Saat ini ramai perawat yang nyambi jualan online, entah itu obat-obatan, kosmetika, pakaian, makanan, HP hingga pulsa. Sepanjang halal, why not? Mantaap kan?
Kelima, peluang kerja di luar negeri. Perawat merupakan profesi kesehatan satu-satunya yang banjir permintaan kerja di luar negeri.Â
Sejak akhir tahun 80-an hingga sekarang, permintaan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang paling diminati di luar negeri hanya perawat. Dari Eropa, Timur Tengah, Jepang, Australia hingga Amerika Serikat. Semua ada perawat kita yang bekerja di sana. Jadi, siapa bilang jadi perawat tidak bisa keliling dunia?
Keenam, jadi perawat itu memiliki peran sentral. Hubungannya luas dan temannya banyak. Jika Anda ke rumah sakit, puskesmas atau pusat-pusat layanan kesehatan, yang pertama dicari biasaya perawat. Jika ada keperluan apapaun yang menyangkut kebutuhan pasien, meskipun itu bukan pekerjaan perawat, yang dicari perawatnya.Â
Padahal mereka menanyakan hasil laboratorium, XRay, obat-obatan, fisioterapi, gizi dan lain-lain. Makanya tidak heran bahwa perawat memiliki peran sentral di pusat-pusat layanan kesehatan.
Ketujuh, kebutuhan masyarakat luas terhadap perawat itu tidak ada batasnya, dari desa hingga kota metropolitan. Dari daerah terpencil hingga negara super power yang sangat maju, mereka tidak pernah bisa mendirikan pusat layanan kesehatan tanpa perawat. Rumah sakit mungkin butuh puluhan dokter.Â
Tetapi tidak bisa berjalan tanpa satupun perawat. Demikian pula di kampung terpencil, tenaga kesehatan yang paling sederhana yang bahkan ada yang bersedia tidak dibayar, digaji terlambat, tidak disediakan fasilitas, hanya perawat.Â
Tetapi banyak juga perawat personal yang tinggal di hotel mewah berbintang lima karena pasiennya ada di sana. Gaji besar dan dibayar harian tidak sedikit yang bisa kita temui di ibu kota Jakarta.
Kedelapan, jadi perawat itu tidak ubahnya long life profession dengan berbagai spesialisasi. Perawat terus berkembang seumur hidup. Dari sejak lahir hingga ajal menjemput, orang butuh perawat.Â
Makanya spesialisasi pelayanan keperawatan ada mulai dari sejak dalam kandungan (keperawatan maternitas) hingga keperawatan gerontik atau manusia lanjut usia (Manula).Â
Ada keperawatan jiwa, penyakit bedah, dalam, anak, syaraf, pendidikan, kanker, kesehatan masyarakat, industry dan lain-lain, yang 100 lebih jenis spesialisasinya di USA. Keren kan?
Yang terakhir, kesembilan yang saya temui adalah, jadi perawat itu selalu mendapatkan respek. Kalau ada perawat yang merasa kurang dihargai oleh orang lain, ada baiknya introspeksi.Â
Pengalaman saya mengajarkan, di mana-mana perawat kita mendapatkan penghargaan dari masyarakat, kelompok atau organisasi, terlebih saat Covid-19 ini.
Kesimpulannya, jangan menyesal jadi perawat. Kerjanya enak jika bisa menikmati. Gajinya besar jika dicermati. Keren dan enak banget jika mau menggeluti. Asal pandai-pandai memilih spesialisasi dan menyikapi, jadi perawat itu, serunya pasti.......!!!
Aceh, 25 October 2021
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H