Mengapa?
Karena penghasilan berubah. Pemasukan ekstra tidak ada. Yang ada justru pengeluaran ekstra makin bertambah. Kalau dari keluarga kaya, berkecukupuan tidak masalah karena ada dana. Yang jadi persoalan adalah jika berangkat kuliah dengan biasiswa, kemudian sudah berkeluarga, dari ekonomi pas-pasan. Untuk yang terakhir ini, umumnya candidate mikir hingga empat kali sebelum terbang ke manca negara.
Belum lagi sesudah balik ke kampus bagi yang statusnya tugas belajar. Saya punya teman yang disambut bukannya dengan bangga oleh kampus nya tempat belajar, dia malah diperlakukan kayak 'orang asing' yang tidak tahu apa-apa. Betapa sedih mendengar ceritanya.
Itulah sebabnya mengapa banyak doctor atau professor jebolan luar negeri yang putus asa karena tidak mampu mengubah keadaan. Tidak sedikit yang sebenarnya ogah balik ke Indonesia karena masalah ini. Mereka akhirnya milih tinggal di sana, untuk selamanya.
Bayangkan saja, hidup di Jepang serba kecukupan, fasilitas pendidikan, laboratorium dan penelitian semuanya ada. Begitu balikk, kondisinya 180 beda. Bukan hanya fasilitasnya saja yang tidak ada, yang namanya dukungan moral saja, bisa memelas. Pada akhirnya lulusan luar negeri, terkesan tidak mampu berbuat apa-apa.Â
Inilah sejumlah alasan mengapa kondisi pendidikan kita kita beubah seperti Malaysia. Kita saat ini sibuk ngurusin seragam dan mata pelajaran agama, sementara negara lain sudah sibuk meneliti alat-alat canggih lewa berbagai temuan. Kita masu berkompetisi masih belajar pidato bahasa Inggris, sementara negara lain semua bukunya tertulis dalam bahasa asing.
Perlakuan masyarakat kita terhadap jebolan luar negeri masi terbatas pada wah, senang atau bangga. Namun guna menerapkan ilmunya di negeri ini, nanti dulu. Karena kita mash suka barang eksport ketimbang bikin sendiri dengan keilmuan kita. Kita lebih suka kursus dari pada mencetak buku yang langsung dengan bahasa aslinya. Kita sibuk terjemahkan dalam bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris, saat skripsi sibuk lagi menerjemahkan ke Bahasa Inggris  hanya untuk bikin Abstrak. Sesudah wisuda, kursus bahasa untuk mengikuti hanya interview dan bikin CV.
Jadi, untuk apa dosen-dosen, doctor dan professor belajar ke luar negeri jika di abad Revolusi Industri 4.0 ini nyatanya kita masih sibuk ngurusin kursus dan terjemahan? Memang sangat dilematis. Tidak belajar ke luar ketingalan zaman. Belajar di luar hasilnya tidak mendapat penghargaan. Sayangnya kita tidak pernah belajar dari pengalaman. Atau mungkin karena kita hanya suka menimbun gelar dan berwisata?
26 March 2021
Ridha Afzal  Â