Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menepis Fobia Orangtua Sebelum Anaknya Kuliah

24 Maret 2021   18:58 Diperbarui: 25 Maret 2021   22:28 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa hal yang harus dilakukan mahasiswa di tingkat pertama. (Foto: Ilustrasi/Shutterstock)

Tidak ada tujuan paling ideal setelah kuliah, kecuali mendapatkan pekerjaan. Orangtua sangat berharap anaknya memilih jurusan yang tepat, mudah mencari kerja, dapat upah mapan dan kalau bisa dekat rumah jadi pegawai pemerintah.

Apa mungkin?

Mungkin saja. Tetapi tidak gampang, karena persaingan yang ketat, peluang belum tentu ada dan formasinya sangat terbatas. 

Guna mencapai tujuan ini, orangtua tidak segan-segan mengeluarkan dana ratusan juta Rupiah agar anaknya kuliah di kampus idaman. 

Wajar orangtua memiliki pola fikir seperti ini, karena tidak ada orangtua yang ingin anaknya menderita. Semua orangtua berharap anak-anaknya hidup nyaman, bahagia serta tidak kurang suatu apa.

Akan tetapi orangtua harus pula menyadari, bahwa untuk mencapai semua itu tidak gampang. Terlebih di era revolusi industri sekarang ini. Zaman serba canggih, kompetitif, persaingan sengit, jumlah penduduk makin bertambah banyak, peluang kerja makin sempit di beberapa area, bahkan birokrasi makin rumit di negeri 0062 ini.

Meskipun demikian, dengan perencanaan yang matang, sebenarnya bisa diraih impian setiap orangtua. Dengan catatan mempertimbangkan beberapa hal yang sangat penting untuk diketahui sebelum mengirimkan putra-putrinya ke kampus.

Ada 4 ketakutan berlebihan (fobia) yang umumnya dialami oleh orangtua. Di antaranya adalah pertama tidak diterima masuk kampus negeri, kedua tidak masuk jurusan favorit, ketiga indeks prestasinya minim, dan keempat lulus nanti tidak dapat kerja dengan penghasilan mapan.

Fobia Orangtua pada Anak sebelum Kuliah (Source: halodoc)
Fobia Orangtua pada Anak sebelum Kuliah (Source: halodoc)

Tidak diterima di Kampus Negeri   
Siapa yang tidak senang masuk kampus negeri? Keren, bergengsi, murah dan kelihatan 'pintar'. Tapi itu dulu. Kini zaman sudah berubah. 

Saya dulu sesudah lulus SMA, mendaftar di kampus negeri di Banda Aceh. Malangnya, saya tidak diterima. 

Sempat kecewa bahkan sesudah kuliah di kampus swasta yang tidak terkenal selama setahun, sempat mikir untuk mencoba lagi ikut UMPTN tahun berikutnya, tetapi saya urungkan. Hitung-hitung akan buang uang, tenaga, waktu dan biaya. Saya menyadari hal ini ketika masuk dalam organisasi mahasiswa.

Saya menyadari pada dasarnya kuliah di kampus negeri atau swasta tidak beda. Yang penting semangat belajar harus ada. Kita belajar untuk diri sendiri. 

Saya sempat menduduki posisi sebagai Ketua Ikatan Lembaga Mahasiswa Keperawatan Aceh, lebih dari 20 kampus nimbrung jadi satu. 

Di sana saya tahu, di mana sebetulnya perbedaan nyata antara mahasiswa negeri dan swasta. Yang membedakan adalah kiprah individual.

Memang saya akui di kampus negeri banyak mahasiswa pintar. Itu karena seleksi alami. Mahasiswanya pintar, dosen juga pintar, fasilitas lengkap dari pemerintah. Jadi, wajarlah, karena jadi mahasiswa kampus negeri itu ibarat anak Mama.

Tidak Diterima di Jurusan Favorit
Ibu saya memimpikan saya tadinya masuk Fakultas Kedokteran. Anda tahu berapa dana yang dibutuhkan untuk masuk kedokteran kan? 

Di Aceh, Rp 300 juta itu tergolong murah. Saya heran, banyak orangtua yang rela menggelontorkan dana ratusa juta Rupiah untuk anaknya agar bisa masuk kedokteran. 

Orangtua banyak yang kurang informasi, bahwa profesi dokter saat ini kalah dengan IT posisinya. Bahkan untuk menjadi dokter spesialis itu tidak lagi mudah mendapatkan pasien seperti dulu kecuali yang sudah senior.

Saya melihat sendiri bagaimana keluh kesah mahasiswa kedokteran termasuk mahasiswa S2 kedokteran. Kuliah lama, pekerjaan susah. Gaji pun, silahkan lihat di daftar The Most Promising Jobs in the USA.

Profesi kedokteran yang menjanjikan itu seperti orthodentist dan surgeon yang untuk meraihnya bukan main sulit dan lamanya pendidikan serta tentu saja sangat mahal. Bisa jadi umur 30 tahun belum mapan kerjanya, demikan pula jurusan teknik. 

Banyak sarjana teknik yang memilih jadi salesman atau pegawai bank, karena salah alamat saat masuk. Yang benar adalah kuliah sesuai passion atau minat calon mahasiswa. Ini sangat penting bagi masa depan karirnya.

Indeks Prestasi
Banyak orangtua yang fokus ingin melihat IP anaknya tinggi, cumlaude di atas angka 3.5.Sehingga orangtua jadi takut jika IP anakya rendah. Padahal saat kerja IP tidak ditanya kecuali ada persyaratan IP di atas 3 yang saat ini sangat mudah mendapatkannya di kampus swasta. Jadi pada dasarnya orangtua tidak perlu kuatir dengan IP ini.

Sudah tidak zaman lagi mahasiswa yang IP-nya tinggi dapat jaminan kerja layak dan gaji mapan. Mereka yang digaji besar umumya yang rajin dan bekerja keras, bukan yang IP-nya tinggi. 

Dapat IP 3 saja, itu sudah cukup, tidak perlu ngotot kuliahnya. Ajarkan kuliah sambil kerja seperti di Barat. Dengan demikian saat mereka lulus, sudah punya pengalaman dan tahu etos kerja. Itu jauh lebih bagus dari pada IP tinggi tapi tida tahu/mengerti tentang pekerjaan.

Lulus Tidak Dapat Kerja
Ini adalah fobia yang keempat. Ketakutan ini terjadi karena tidak sedikit orangtua yang ingin agar anakya hanya fokus kuliah saat di kampus. 

Putra-putrinya dimanja dengan uang cukup, semua kebutuhan dipenuhi. Jarang yang mengajarkan anak-anaknya untuk kuliah sambil kerja. 

Bukan duitnya, tetapi pengalaman, mengasah emosi dan mental serta tahu tugas dan tanggugjawab. Ini harus dilatih saat kuliah.

Jika tidak, inilah yang menjadi penyebab mengapa banyak fresh graduate susah cari kerja. Mereka yang mudah mendapatkan pekerjaan adalah yang punya pengalaman kerja saat kuliah, tahu bagaimana bikin CV, menghadapi interview dan prinsip-prinsip kerja di lapangan.

So, parents...

Ajarkan putra-putri Anda untuk menghadapi tantangan di hari depan dengan kuliah sesuai peminatan, tidak harus di kampus negeri atau yang mahal, tidak perlu punya IP tinggi tidak masalah, dan pastikan kuliah bisa sembari kerja sedikit-sedikit guna mengasah keterampilan tangan, hati dan otak.

Jika ini dipegang, Insyaallah masa depan putra-putri Anda cerah. Saya bisa menuliskan ini semua, bukan karena teori. Tetapi pengalaman nyata saya sebelum, selama hingga sesudah wisuda di sebuah kampus swasta tidak dikenal di Aceh sana.  

Alhamdulillah saya bisa menepis ketakutan orangtua (fobia) yang tidak beralasan pada putranya.

Cheers......

24 March 2021

Ridha Afzal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun