Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jadi Karyawan Teladan, Oh No!

22 Maret 2021   07:17 Diperbarui: 22 Maret 2021   07:25 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke sebuah kantor Real Estate Agency, saya perhatikan di dinding Ruang Tamu terpajang beberapa sertifikat penghargaan terhadap karyawan mereka yang berprestasi. Dari tingkat lokal, provinsi hingga tingat nasional. Saya lihat dinding di sebelah kiri penuh dengan pigura berisi kertas-kertas piagam penghargaan.

Sempat berfikir, andai nama saya terpampang di sana, tentu ada rasa bangga atas perlakuan prestasi ini. Jangankan orang dewasa, anak-anak saja yang usianya masih Balita, suka dengan pujian akan prestasinya.

Ini saya coba buktikan ketika foto seorang anak kecil, 5 tahun usianya, yang saya tunjukkan fotonya dipajang di Facebook. Saya melihat ada rona kesenangan (Baca: bangga) pada raut wajahnya yang mungil. Ini sebagai pertanda, bahwa pengakuan terhadap 'prestasi' seseorang itu merupakan bagian dari kebutuhan manusia. Dengan pengakuan tersebut bisa membuat orang bahagia.

Orang yang bahagia dalam kerjanya akan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya, mereka yang sedih, akan menurun etos kerjanya. Hal ini banyak diakui oleh para peneliti manajemen kerja, khususnya yang terkait dengan kepuasan kerja.

Maslow (1943), ahli dalam Teori Motivasinya, mengidentifikasi kebutuhan dasar manusia (KDM) menjadi 5, yakni kebutuhan akan aktualisasi diri, penghargaan, social, rasa aman dan kebutuhan fisik. Dengan terpenuhinya kebutuhan penghargaan lewat sertifikat yang saya sebut di atas, berarti kita sudah sampai pada pemenuhan kebutuhan dasar yang ke 4 di puncak. Tidak heran walaupun banyak yang tidak peduli dengan ada tidaknya diberi tidaknya Piaga Penghargaan, tidak sedikit karyawan yang memburu untuk menjadi Karyawan Teladan.

Inilah yang menyebabkan mengapa lembaga, perusahaan, institusi dan lain-lain sejenisnya, menerapkan sistem ini. Yakni memberi tanda jasa atau piagam penghargaan. Bisa setiap bulan, setahun sekali, 5 tahun hingga 20 tahun sesudah kerja. Setuju atau tidak, manusia memang membutuhkan penghargaan dalam karyanya.    

Bagaimana kita kerja? 

Inilah yang perlu dijawab. Pada tahap awal, terutama karyawan pemula, biasanya sangat antusias dalam kerjanya. Karyawan baru yang rajin pada enam bulan pertama itu sangat bisa dimengerti, karena berada pada Masa Percobaan. Karyawan baru yang tidak menunjukkan performa bagus, risikonya dipecat atau tidak diperpanjang kontraknya.

Adalah bisa dimengerti jika setiap karyawan fresh graduate ini rajin datang, tepat waktu, kerja keras, bahkan lembur pun tak masalah. Oleh sebab itu pula, pada umumnya piagam penghargaan tidak diberikan kepada karyawan baru atau fresh graduate, karena motivasi yang tinggi mereka dapat diketahui dengan jelas. Akan beda halnya dengan karyawan yang sudah berpengalaman. Makin kaya pengalaman, makin bisa diketahui etos kerja aslinya. Tanpa pamrih.

Orang yang sudah memiliki banyak pengalaman, dapat terbaca dari cara kerja, bicaranya serta cara menyikapi persoalan dalam kerjanya. Mereka terkesan mumpuni dan menjalankan pekerjaan secara professional.

Memang tidak semuanya, karena tidak sedikit karyawan senior yang malas, kerja asal-asalan dan sembrono. Sopir truk yang sudah puluhan tahun malang melintang di jalan, mungkin lihai, tetapi sering membahayakan pengemudi lain. Demikian ibaratnya. Bahkan karyawan senior etos kejanya ada yang tidak bisa dicontoh. Ini terjadi karena beberapa hal, misalnya bosan dengan pekerjaan yang monoton, gaji tetap tidak naik, bos yang kurang bijak, tidak ada bonus serta aneka penyebab lain yang melatarbelakanginya.

Hotel berbintang merupakan contoh organisasi yang kerap menerapkan system pemberian penghargaan kepada karyawannya. Ini dimaklumi karena hotel menjual jasa yang sangat berpengaruh terhadap reputasinya. Biasanya kayawan hotel memberi penghargaan bahkan on the spot, misalnya karyawan yang menemukan barang hilang miik salah satu tamunya.

Tamu hotel juga kerap memberi Tips. Ini sebagai pertanda bahwa penghargaan dalam bentuk konkrit, lebih disuka daripada dalam bentuk kertas atau lisan. Walaupun lisan dan kertas juga punya andil dalam peningkatan kreativitas kerja.

Sebaliknya, sama-sama perusahaan bidang jasa, rumah sakit, klinik, Puskesmas, meskipun ada yang menerapkan pemberian penghargaan pada karyawan, tetapi tidak se-massive hotel. Perawat di RS jarang yang mikir mendapatkan penghargaan karena dirasa tidak umum di lingkungan kerja mereka. Perawat cukup dengan adanya kenaikan gaji berkala atau kenaikan pangkat bagi yang berstatus PNS. Pasien ada yang ngasih Tips pada perawat itu tidak umum, meskipun ada. Sedangkan amu di hote yang tidak ngasih tips dianggap pelit dan tidak umum.  

Esensi Penghargaan

Perusahaan-perusahaan yang menerapkan system penghargaan pada karyawan teladan ini berpedoman pada Teori Motivasi. Bahwa mereka yang banyak dihargai, akan meningkatkan kinerjanya. Inilah yang membuat munculnya perusahaan yang berlomba-lomba mencapai target dalam produksinya.   

Esensi penghargaan adalah mengedepankan kebutuhan dasar manusia. Harus dipenuhi. Perusahaan yang tidak menerapkan prinsip ini tentunya memiliki alasan tersendiri, sebagaimana saat ini sudah tidak umum misalnya sekolah-sekolah tidak lagi memberi penghargaan kepada Juara I, II dan III. Memang ada plus minusnya. Mereka yang tidak pernah mendapatkan penghargaan bukan berarti tidak bekerja dengan baik. Yang mendapatkan penghargaan juga tidak selalu rajin atau kerja maksimal. Selalu ada factor subyektif dalam penilaiannya.

Jadi, bergantung pada niat atau tujuan. Sepanjang tujuannya bagus, okeylah. Terapkan. Tetapi kalau berdampak buruk, sebaiknya tidak perlu. Misalnya, pemberian penghargaan yang tidak diikuti kenaikan gaji atau pemberian bonus dalam bentuk konkrit (uang), karyawan boleh jadi bertanya-tanya: what for?  Makanya manajemen perlu mikir dua-lima kali.

Kalau sekedar menyebar piagam penghargaan yang seharga Rp 5.000, semua perusahaan juga bisa. Bagaimanapun, karyawan harus mengerti, bahwa tujuan kerja adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, bukan berlomba-lomba memburu Piagam Penghargaan.

Oleh sebab itu ada orang yang pada akhirnya memilih membeli 'Piagam Penghargaan' buat dirinya sendiri, melalui apa yang disebut Self Reward, melakukan self appraisal. Bahwa apapun yang dikerjakan, sepanjang lebih baik, seorang karyawan pantas mendapatkan peghargaan. Jika tidak didapat dari orang lain, dapatkan dari diri sendiri. Tidak perlu sedih, cemas, kecewa ata sedih banget, hanya karena secarik kertas yang bernama Piagam.

Have a Nice Day......

22 March 2021

Ridha Afzal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun