Memang tidak semuanya, karena tidak sedikit karyawan senior yang malas, kerja asal-asalan dan sembrono. Sopir truk yang sudah puluhan tahun malang melintang di jalan, mungkin lihai, tetapi sering membahayakan pengemudi lain. Demikian ibaratnya. Bahkan karyawan senior etos kejanya ada yang tidak bisa dicontoh. Ini terjadi karena beberapa hal, misalnya bosan dengan pekerjaan yang monoton, gaji tetap tidak naik, bos yang kurang bijak, tidak ada bonus serta aneka penyebab lain yang melatarbelakanginya.
Hotel berbintang merupakan contoh organisasi yang kerap menerapkan system pemberian penghargaan kepada karyawannya. Ini dimaklumi karena hotel menjual jasa yang sangat berpengaruh terhadap reputasinya. Biasanya kayawan hotel memberi penghargaan bahkan on the spot, misalnya karyawan yang menemukan barang hilang miik salah satu tamunya.
Tamu hotel juga kerap memberi Tips. Ini sebagai pertanda bahwa penghargaan dalam bentuk konkrit, lebih disuka daripada dalam bentuk kertas atau lisan. Walaupun lisan dan kertas juga punya andil dalam peningkatan kreativitas kerja.
Sebaliknya, sama-sama perusahaan bidang jasa, rumah sakit, klinik, Puskesmas, meskipun ada yang menerapkan pemberian penghargaan pada karyawan, tetapi tidak se-massive hotel. Perawat di RS jarang yang mikir mendapatkan penghargaan karena dirasa tidak umum di lingkungan kerja mereka. Perawat cukup dengan adanya kenaikan gaji berkala atau kenaikan pangkat bagi yang berstatus PNS. Pasien ada yang ngasih Tips pada perawat itu tidak umum, meskipun ada. Sedangkan amu di hote yang tidak ngasih tips dianggap pelit dan tidak umum. Â
Esensi Penghargaan
Perusahaan-perusahaan yang menerapkan system penghargaan pada karyawan teladan ini berpedoman pada Teori Motivasi. Bahwa mereka yang banyak dihargai, akan meningkatkan kinerjanya. Inilah yang membuat munculnya perusahaan yang berlomba-lomba mencapai target dalam produksinya. Â Â
Esensi penghargaan adalah mengedepankan kebutuhan dasar manusia. Harus dipenuhi. Perusahaan yang tidak menerapkan prinsip ini tentunya memiliki alasan tersendiri, sebagaimana saat ini sudah tidak umum misalnya sekolah-sekolah tidak lagi memberi penghargaan kepada Juara I, II dan III. Memang ada plus minusnya. Mereka yang tidak pernah mendapatkan penghargaan bukan berarti tidak bekerja dengan baik. Yang mendapatkan penghargaan juga tidak selalu rajin atau kerja maksimal. Selalu ada factor subyektif dalam penilaiannya.
Jadi, bergantung pada niat atau tujuan. Sepanjang tujuannya bagus, okeylah. Terapkan. Tetapi kalau berdampak buruk, sebaiknya tidak perlu. Misalnya, pemberian penghargaan yang tidak diikuti kenaikan gaji atau pemberian bonus dalam bentuk konkrit (uang), karyawan boleh jadi bertanya-tanya: what for? Â Makanya manajemen perlu mikir dua-lima kali.
Kalau sekedar menyebar piagam penghargaan yang seharga Rp 5.000, semua perusahaan juga bisa. Bagaimanapun, karyawan harus mengerti, bahwa tujuan kerja adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, bukan berlomba-lomba memburu Piagam Penghargaan.
Oleh sebab itu ada orang yang pada akhirnya memilih membeli 'Piagam Penghargaan' buat dirinya sendiri, melalui apa yang disebut Self Reward, melakukan self appraisal. Bahwa apapun yang dikerjakan, sepanjang lebih baik, seorang karyawan pantas mendapatkan peghargaan. Jika tidak didapat dari orang lain, dapatkan dari diri sendiri. Tidak perlu sedih, cemas, kecewa ata sedih banget, hanya karena secarik kertas yang bernama Piagam.
Have a Nice Day......