Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pak Presiden, Negeri Ini (Tampak) Kaya

21 Maret 2021   07:57 Diperbarui: 21 Maret 2021   08:18 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Utang bukti belum sejahtera (Source: Pikiran Rakyat.com)

Satu blok dari tempat tinggal kami saat di Malang, terdapat distributor motor terkenal mereknya. Didorong rasa ingin tahu, saya bertanya kepada seorang salesman nya, dari 100 orang pembeli, berapa yang utang? Dijawabnya sekitar 92% utang. Salesman di Dealer Motor yang satunya, juga berjarak dalam hitungan meter dari rumah tidak beda jawabnya. Dari situ kemudian saya berkesimpulan bahwa negeri ini miskin, bisa mental, bisa juga materi.

Miskin mentalnya, karena orang yang sebenarnya punya duit tetapi lebih suka ngutang itu berarti pelit, padahal untuk kepentingan dirinya sendiri. Dia tahu bahwa utang itu ada bunganya. Dengan utang dia akan bayar dengan hitungan lebih mahal. Apapun pertimbangannya, utang jelas rugi. Inilah yang saya sebut sebagai miskin mental.

Padahal, pendidikan orang-orang ini tergolong tinggi. Masih suka utang itu bukti nyata, bukan karena hasil ujian Matematikanya rendah. Tetapi karena tidak mampu menghitung nilai nyata.

Sedangkan miskin dalam artian materi, saya cukup maklum, karena di profesi kami saja, perawat banyak yang masih dibayar rendah. Otomatis mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri.

Saya mengacu kepada definisi miskin menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Yang disebut miskin adalah mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. Menurut Maslow (1943) dalam artikelnya Psychological Review, Kebutuhan Dasar Manusia (Human Basic Needs) mencakup kebutuhan (dari yang tertinggi hingga terendah): aktualisasi diri, harga diri, kasih saying, rasa aman dan kebutuhan fisiologis. 

Dari sisi fisiologis saja, saya melihat teman-teman perawat misalnya, jangankan untuk beli rumah sebagai kebutuhan dasar papan yang harganya Rp 300 juta. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak sedikit yang sudah 'megap-megap' sesudah tanggal sepuluh, setiap bulannya. Ini pertanda hidup kita belum sejahtera.

Dari luar, mereka kelihatan 'berfoya-foya' dan hidupnya sangat kecukupan. Mall dan hypermarket ramai, pertokoan besar antri dengan pembeli yang berpakaian bagus, Handphone mahal, laptop canggih, kendaraan bagus, rumah tinggal di real estate, makan selalu di restaurant cepat saji tidak pernah sepi. Tapi sadarkan kita bahwa ini semua 'semu'?

Bagaimana tidak semu, jika nyatanya kita hidup banyak bergantung pada hutang? Baju, perhiasan, barang-barang di rumah, kendaraan hingga rumah tempat tinggal, semuanya adalah hasil utang. Baju, HP, laptop, semuanya diangsur 5-10 kali. Rumah diangsur selama 15 tahun. Terima gaji tidak pernah terima penuh, karena dipotong Koperasi.

Kembali merujuk kepada dealer sepeda motor tetangga di atas. Mayoritas kita masih ngutang guna memenui kebutuhan hidup ini. Makanya dari situ saya tidak mudah percaya dengan yang namanya penampilan seseorang. Kaya, itu hanya persepsi dan bisa dikelabuhi. Di Malang, dua tahun lalu 90% anggota DPRD nya diborong, mengenakan baju Orange, digiring ke penjara lantaran korup. 

Setiap hari berita ini disuguhi dengan portret pejabat yang korup. Ini pertanda bahwa pemimpin kita masih banyak yang miskin, baik mental maupun material. Kalau pejabat miskin, pasti misi mereka menjadi pejabat adalah bagaimana bisa menjadi kaya. Pejabat yang hidupnya miskin tidak bakal mampu memikirkan nasib rakyat atau orang lain. Karena untuk memenuhi kebutuhan sendiri saja belum sanggup.

Kalau soal kekayaan, apa yang tidak ada di negeri ini? Ibaratnya, biji mangga dilempar saja akan tumbuh. Apa yang tidak kita miliki? Mulai dari emas, minyak, batubara, nikel, hingga sayuran Cabe dan Kangkung. Semuanya tersedia di Indonesia. Tetapi rakyat kecil seperti kami ini tidak mampu berfikir atau memahami, bagaimana mungkin kita bisa punya utang sebesar Rp. 6.233 Trilliun hingga Februari 2021 ini (Kompas, 26/2/2021)? 

Kita masuk dalam daftar 5 negara dengan jumlah utang terbesar di dunia sesudah India, Rusia, Meksiko dan Turki. Saya tidak bisa mencerna, sekalipun sejumlah alasan statistic dikemukakan bahwa kita utang itu untuk kepentingan: perbaikan derajat kesehatan, infrastruktur, ketahan pangan, pembangunan serta peningkatan indeks pembangunan manusia (Hubungan Internasional, 23.03.2020). Rakyat kecil kayak kami ini, memiliki defisini yang sangat sederhana. Bahwa rakyat sejahtera itu adalah yang tidak punya utang. Titik.

Pengemis Jalanan, Portret Kemiskinan (Source: Pikiran-Rakyat.com).
Pengemis Jalanan, Portret Kemiskinan (Source: Pikiran-Rakyat.com).

Dua tahun lalu, saat ada tamu dari India dan Arab yang main ke Malang, saya sempat menemani mereka jalan-jalan keliling kota dan plesir ke Kota Wisata Batu, sempat memuji 'keindahan' kota Malang da Batu. Mereka takjub dan sangat terkesan dengan bangunan infrastruktur yang ada.  Mereka tidak tahu, bahwa utang kita seambreg.

Sementara negara-negara maju berfikir bagaimana mendidik pelajar dan mahasiswa menemukan mesin dan perangkat canggih, Menteri Pendidikan kita mikir seragam dan pelajaran agama. Sementara negara lain mikir bagaimana menciptakan alat kesehatan baru, Menkes kita mikirin masker dan cuci tangan. Sementara negara lain berlomba memaksimalkan penemuan bahan pangan baru, Menteri Pertanian kita mikir ke mana lagi harus hutang beras dan gula. 

Sementara Menkeu negara lain mikir investasi, kita mikirin Asuransi Jiwa Seraya dan Bumiputera. Sementara parlemen negeri lain mikir bagaimana agar menjadi sebuah negara besar di dunia, parlemen negeri ini mikirin HRS, SBY, AHY, Moedoko hingga Puan Maharani. Demikian seterusnya yang membuat kita tidak habis pikir: kapan negeri ini akan sejahtera?

Dalam ruang lingkup keluarga, tidak lain Kepala Keluarga lah yang bertanggungjawab. Kepala Sekolah yang bertangggjawab atas maju tidaknya sekolah, Rektor lah yang paling tahu bagaimana kampus bisa maju. Dan untuk sebuah negara, tidak lain Presiden lah orang pertama yang ditanya rakyatnya, mengapa sebuah negara (tampak) kaya atau miskin.

Sayangnya, orang rendahan kayak kita bisa apa?

Makanya, dalam setiap do'a sesudah Salat, saya selalu memohon kepadaNya, untuk terhindar dari utang. Minimal untuk diri sendiri, karena saya tidak bisa berbuat banyak bagi negeri ini. Kecuali rajin bangun pagi, kerja dengan tulus, disiplin serta terhindar dari korupsi.

21 March 2021

Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun