Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Bersedih, Derita Hidup Ini Hanya Soal Giliran

26 September 2020   06:39 Diperbarui: 26 September 2020   07:08 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  BEBERAPA waktu lalu, ada seorang perawat senior yang terapar Covid-19, bunuh diri dengan cara loncat dari lantai 6 di sebuah apartemen di Jakarta. Dalam hati saya sungguh, mengapa mengambil jalan pintas seperti itu. Padahal banyak yang terpapar Corona yang sembuh.

Itulah. Orang per orang memang memiliki cara pandang yang berbeda. Satu masalah yang ringan bagi seseorang, menjadi berat bagi lainnya. Demikian sebaliknya, masalah yang berat bagi seseorang, bisa jadi persoalan ringan bagi orang lain. Akhirnya, permasalahan hidup, berat ringannya beban hidup, sangat relatif sifatnya.

*****

Hari Selasa lalu, tanggal 22 September 2020, saya mengantarkan seorang nenek, berusia sekitar 70 tahun, mengambil bantuan Dana Desa ke sebuah kantor desa di Kecamatan Singosari-Malang, Jawa Timur.

Kami berangkat dengan mengendarai motor. Ibu Umi saya biasa memanggilnya. Seorang tetangga yang rumahnya dekat dengan masjid biasa kami Salat. Ibu Umi tinggal bersama suaminya yang juga sudah tua di sebuah rumah kecil, kira-kira berukuran 5x8 meter persegi, di sebuah lokasi yang sangat padat, dihimpit oleh rumah-rumah lainnya.

Pak Fauzi, suaminya, fisiknya sudah lemah. Biasanya beliau membuka kedai kecilnya yang sudah tutup selama 7 bulan terakhir karena Corona, hanya jualan rokok eceran dan minuman Kopi atau Teh di pinggir jalan. Tidak jauh dari tempat kediaman di mana saya tinggal.

Kata Ibu Umi, keuntungan yang diperoleh belum tentu dapat mengantongi Rp 50.000 per harinya.  Itupun diperoleh dari jam 8 pagi hingga waktu Salat Asar tiba, sekitar pukul 3 sore baru pulang.

Mereka dikaruniai 3 orang anak. Dua di antaranya bekerja di Ibu kota, Jakarta. Satu orang tinggal di Singosari, Malang. Namun karena kerjanya Shift, sehingga tidak selalu siap membantu orangtuanya bila ada keperluan seperti saat ini.

Anaknya yang di Singosari ini bekerja di sebuah Percetakan, merangkap Ojek. Makanya saya menawarkan diri apabila butuh bantuan untuk diantar. Kadang Ibu Umi minta diantara ke Rumah Sakit (RS) untuk control rutin kesehatan mata, jantung atau lainnya.

Ibu Umi, karena kondisi fisiknya yang lemah, mengalami gangguan penglihatan, jantung dan tulang pinggang, tidak mampu berjalan lancar. Butuh bantuan orang untuk menuntunnnya.

*****

Sesampai di Balai Desa Banjararum, appointmentnya pukul 15.30, kami datang lebih awal 15 menit. Fikir saya mengantisipasi keadaan. Terlebih dengan kondisi fisik seperti ini, melangkah saja agak sulit bagi beliau.

Saya tidak sangka, ternyata antriannya panjang. Ibu Umi mendapatkan nomor antrian 208. Kerumunan di Kantor Balai Desa sudah padat. Terlebih, tidak sedikit mereka yang datang dengan diantar oleh kerabat atau keluarganya. Kendaraan bermotor memadati halaman depan Balai Desa. 

Dalam hati saya berkata, :"Ternyata banyak orang melarat juga di Jawa." Bagaimana dengan di Aceh sana, tempat asal saya, yang merupakan salah satu provinsi termiskin di Indonesia.  

Ruang tempat pengambilan Dana Desa ada di lantai atas Balai Desa. Dengan naik tangga di sebelah kanan kantor, itu sudah merupakan siksaan tersendiri bagi Ibu Umi. Sayangnya pengambilan Dana Desa ini tidak bisa diwakilkan. 

Ketika saya tanya ini bulan ke berapa dan berapa jumlah yang akan didapat, dijawabnya, :"Bulan ketiga, sebesar Rp 600 ribu." Totalnya ada 4 bulan dana desa yang dijanjikan.

Saya sempat sedikit emosi dan marah kepada petugas yang kurang memperhatikan kondisi fisik para pengambil dana desa yang sudah tua dan tidak mampu jalan sempurna ini. Alhamdulillah dengan cara tersebut, Ibu Umi bisa mendapatkan prioritas. Jika tidak, betapa beratnya harus berdiri lama antri menunggu gilirannya.

Alhamdulillah, hanya dalam waktu tidak lebih dari 20 menit, urusannya clear. Ibu Umi tampak senang sekali. Saya antar kembali ke rumahnya yang berjarak kurang lebih 1 km dari Balai Desa. 

Menyesalnya, ternyata beliau hanya mendapatkan Rp 300 ribu. Bukan Rp 600 ribu sebagaimana yang diceritakan ke saya. Bagaimanapun, beliau bersyukur atas nikmat ini.

*****

Di atas langit, masih ada langit. Tidak di Aceh, tidak pula di Jawa. Di mana-mana saya lihat ada saja orang-orang yang susah, menderita. Di saat kita menderita, ternyata masih banyak di luar sana yang jauh lebih menderita daripada  derita kita. Di saat kita sakit, nyatanya masih banyak di luar sana yang jauh lebih sakit daripada kita.

Demikian hikmah yang saya dapat dari mengantarkan Ibu Umi untuk mengambil bantuan Dana Desa. Ada ratusan orang di desa yang sama dengan Ibu Umi yang juga menderita. Meski saya tidak melihat langsung berapa orang yang secara fisik menderita seperti Ibu Umi, yang pasti ada. Kemungkinan besar di desa-desa lainnya di Indonesia yang jumlahnya mencapai 83.981 desa.

Olehnya, bersedih boleh, tapi tidak perlu berlarut. Kata Ustadz Abdul Somad, semua ada akhirnya. Apalagi hingga bunuh diri, yang berakibat menyusahkan banyak orang. Bagikan dengan teman, tetangga atau kerabat pengalaman pahit atau kesedihan hidup ini. 

Insyaallah akan selalu ada orang-orang yang bersedia dan tulus membantu meringankan beban fikiran, fisik, mental, finansial atau apapun, supaya derita kita tidak berkepanjangan.

Jika tidak bisa sharing dengan sesama manusia, bagikan kisah sedih Anda dengan Tuhan Yang Maha Mencipta.

Malang, 26 September 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun