Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Novel Baswedan, Ustadz Al Jaber, Who is Next?

14 September 2020   18:25 Diperbarui: 14 September 2020   18:29 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bebasbaru.com

SEDARI kecil, sejak SD kami sudah terbiasa dicekoki dengan hidup di negeri yang aman, nyaman, damai dan sentosa, Indonesia. Meski belum sejahtera, rakyat senang di negeri ini.

Ironinya, makin sering dibicarakan yang namanya Pancasila, makin kita dibuat takut. Pancasila digunakan oleh orang-orang yang ada di atas sana untuk saling serang. Bayangkan, Pancasila itu bukan makhluk hidup, juga bukan benda. Tetapi sangat tajam. 

Cukup dengan mengatakan "Kamu tidak Pacasilais!" itu saja, bisa membuat orang gemetaran, hidup seseorang bisa berantakan.

Tengok saja debat di TV setiap saat. Yang paling banter adalah soal Pancasila. Kami di Aceh, tidak pernah bicara soal You are Pancasilaist or not.

Memang kami pernah ada konflik, itu karena ulah segelintir manusia yang memprovokasi lainnya. Atau karena memang janji-janji Pemerintah yang tidak ditepati, sehingga warga menuntut. Namun pada dasarnya, di Aceh sana, kami rukun, damai, walaupun harta tidak seberapa.

Sejarah

SEPANJANG sejarah, kita sebenarnya tidak pernah sepi dengan yang namanya konflik perebutan kekusaaan. Dari dulu hingga kini. Dari Zaman Singosari, Sriwijaya, Doho Kediri, Majapahit, Mataram, hingga Jokowi, selalu ada konflik internal atau eksternal. Kalau tidak berkhianat dalam keluarga sendiri, khianat dengan pihak luar.

Saat penjajah datang pun, kita tidak pernah sepi. Di Aceh juga ada orang-oran yang menjilat penjajah. Di Jawa apalagi. Perang Diponegro, dipenjarakannya Sentot dan Pangeran Diponegoro tejadi karena adanya orang-orang kita sendiri yang bersedia 'dimanfaatkan' oleh Belanda. Merekalah pengkhianat bangsa.

Mereka inilah yang bermuka dua. Manis di depan kita, menusuk dari belakang. Orang-orang model begini, sejak zaman Fir'aun, kekaisaran Roma, zaman Nabi Muhammad SAW, hingga sekarang, selalu ada.

Ada dua penyebabnya. Pertama, karena hidup  orang-orang tipe pengkhianat ini tidak sejahtera, akhirnya mencari jalan apapun guna memenuhi kebutuhan perutnya. Kedua, atau karena haus kekuasaan. Mengkhianati adalah senjatanya.

Akhirnya, dunia seperti ini, tidak pernah sepi dari huru-hara yang dibuat oleh manusia sendiri. Dalam Islam, saya pernah mendengar cerita Ustadz di Madarasah tentang rencana Allah SWT menciptakan manusia, yang kemudian malaikat bertanya, "Mengapa yaa...Allah menciptakan manusia yang hanya membuat kerusakan di muka bumi?"

Allah SWT Maha Tahu.......

PKI, Petrus, Gali, Preman

SESUDAH merdeka, konflik tidak kunjung usai. Mereka yang haus akan kekuasaan, menyelinap lewat partai politik. Di sana kemudian ditanamkan ideologi-ideologi kayak orang dagangan. Yang paling 'mengerikan' adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).

Meski saya tidak menyaksikan langsung, dari sejarah yang saya baca, serta tayangan film G30S PKI, bisa saya bayangkan, bagaimana keji dan serem nya PKI ini. Tahun 1965-66 adalah masa-masa suram negeri ini sesudah dijajah.

Tidak berhenti sampai di situ. Pada zaman Pak Harto, memang tidak ada ulama yang dilecehkan kayak sekarang. Tetapi tidak kalah 'action' juga. Korupsi besar-besaran, semua jabatan dan kedudukan dimilterisasi. Dari RT hingga Gubernur dan Menteri, semuanya berseragam hijau.

Nyatanya Pembunuhan Misterius, preman, Gali, juga ada. Era tahun 1980-an, sebuah operasi rahasia yang melenyapkan preman-preman dihabisi. Kadang, ada yang salah tangkap. 

Betapa ngeri ibu-ibu yang pagi-pagi sesudah Salat Subuh, menemukan karung berisi tubuh tanpa kepala. Atau kepala tergeletak di jalan, tanpa tubuh. Hidup serasa dalam film horror.

Tidak lama sesudah itu pada zaman Gus Dur ada pembunuhan kyai-kyai atau ulama-ulama di daerah Banyuwangi yang dituduh Tukang Santet. Tidak jauh dengan Hitler.  

Novel Baswedan Diserang

MUNGKIN pada era SBY agak bisa sedikit lega, sesudah kasus Munir yang diracun pada tahun 2004. Dunia Hak Azasi  (HAM) manusia kita geger. Semua orang jadi was-was, karena bisa-bisa diracun, tidak ada yang tahu. Naik pesawat pun, akhirya tidak makan.  Kasus Munir hingga kini tidak clear. Di era Reformasi yang bebas ini, ternyata tidak leluasa.

Meluasnya kasus korupsi yang tidak kunjung berhenti, Narkoba yang merajelala, menjadi latarbeakang berdirinya KPK. Dari situ kemudian lahir Novel Baswedan.

Muncullah Novel Baswedan, membuat sejumlah pihak 'gemeteran'.  Kemunculannya tidak membuat semua orang senang. Karena KKN di negeri ini tidak akan bisa punah. Kecuali diterapkan hukuman kayak Korea yang tidak tanggung-tanggung: Pancung bagi koruptor. Novel dianggap ancaman.

Novel pun disiram air keras wajahnya. Novel yang berjuang keras, sepertinya sendirian. Orang paling berkuasa di negeri inipun, tidak berkutik dan tidak tahu harus bagaimana. Tiga tahun berlalu, telah ditangkap pelakunya yang ternyata, katanya 'Tidak sengaja' menyiram wajah Novel. Lho?  

Orang pun jagi takut kalau masuk jajaran KPK. Bukan takut karena apa, tetapi bisa saja bukan dia yang bakal disiram air raksa. Namun keluarganya. Anak dan istrinya jadi taruhan, kayak film-film Mafia Italia tau Hongkong.

Membaca berita ini semua, tidak beda dengan serial drama Thriller Action panjang. Dimulai sejak zaman Majapahit hingga Jokowi, yang selalu kita gembar-gemborkan nilai-nilai persatuan, keadilan, musyawarah, dan kesejahteraan berlandaskan Pancasila, nyatanya retorika.  

Negeri ini jadi lucu. Umat yang konon mayoritas, malah takut. Lebih lucu lagi, untuk berbuat baik, mengajak kebaikanpun diserang. Yang paling lucu lagi, penyerang Ustadz disebut Gila, tapi yang menyerang Politisi, disebut radikal.

Kasus Novel Baswedan tidak berhenti sampai disitu. Ustadz Jaber yang tidak nimbrung di politik pun, yang tidak koar-koar sefrontal 'Habib Rizieq Shibab' juga ditusuk oleh 'Orang Gila'.  


Mobil Bullet proof. Source: Dailymail.co.uk
Mobil Bullet proof. Source: Dailymail.co.uk

Who is next?

 USTADZ AL JABER yang tengah hadir dalam acara anak-anak Hafiz Al Qur'an, jadi sarasan. Betapa malu kita sebagai bangsa Indonesia. Kalau ini semua dilakukan oleh Orang Gila. Mengapa orang gila bisa milih ulama?  

Masyarakat kita sudah cerdas. Peristiwa puluhan ulama akhir tahun 2017 hingga tahun 2018 lalu yang dianiya sempat meramaikan dunia maya belum juga kita lupa.

Kini semua mengutuk, namun tidak ada yang berani mengaku siapa pelaku di balik scenario biadab ini. Kita tidak sejantan Mafioso Itali yang berani berterus-terang mengakui sebagai otak di balik semua bentuk kriminalitas yang mereka lakukan.  

Kita suka menggunakan atau memanfaatkan anak-anak sekelas 'Albert' atau siapapun yang bisa dianggap sebagai orang gila, yang orang lain mudah percaya, untuk melakukan rencana keji. Orang gila koq punya rencana?

Makanya, ke depan, untuk pertama kali dalam sejarah, ada baiknya ulam-ulama besar besar kita punya Body Guard, seperti Michael Jackson. Atau seperti cukong-cukong yang mampu bayar 'personal assistant' yang punya 'lisensi', ahli bela diri.

Jika tidak demikian, ustadz-ustadz sekelas AA Gym, UAS dan Teuku Zulkarnaen, saat memberikan tausiyah, harus masuk dalam Box Anti Peluru seperti Paus dulu, manakala keliling di beberapa negara, bisa terlindungi dari orang-orang seperti 'Albert'.

Malang, 14 September 2020
Ridha Afzal  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun