Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penusukan Syekh Al Jaber Ada yang Nyuruh?

14 September 2020   09:36 Diperbarui: 14 September 2020   09:54 2119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Ahad sore kemarin (13/9/2020), kita dihebohkan dengan kabar penusukan Syekh Mohammad Ali Jaber oleh orang tak dikenal. Penusukan itu berlangsung saat Syekh Jaber sedang mengisi kajian di Masjid Falahudin, Tamin, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung.

Peristiwa yang terjadi sekitar pkul 16.00 WIB itu tentu mengejutkan banyak pihak. Syekh Jaber yang tengah memberikan kajan itu tiba-tiba saja didatangai oleh pria tak dikenal, berbaju biru, langsung menghunuskan senjata tajam ke arah perut Syekh Jaber.

Beruntungnya, Syekh Jaber sempat menghindar dari usaha penusukan tersebut secara reflex, namun tetap melukai lengan kanan bagian atas. Segera sesudah itu, Syekh Jaber dilarikan ke Puskesmas terdekat dan mendapat layanan perawatan (Repelita, 13/9/2020).

Spekulasi

Berita penusukan tersebut kontan menuai sejumlah spekulasi. Selalu ada saja orang-orang yang ingin memanfaatkan setiap kesempatan ini dengan membuat kekacauan di repubik ini. Sejumlah spekulasi tidak bisa dihindari.

Begitu cepat berita menyebar ke jutaan warganet, secepat itu pula muncul aneka tafsir. Ada yang ingin membenturkan antara agama dengan negara, ada yang membenturkan antar agama, dan ada pula yang sekedar ingin mengalihkan isu.

Pelakunya Gangguan Jiwa?

Syekh Jaber mengaku pengalaman seperti ini baru pertama kali menimpa dirinya selama 12 tahun terakhir. Padahal visi misi yang diembannya adalah mengajak masyarakat bersama, menjaga persatuan, menjaga kebersamaan, damai dan sejahtera. Syekh Jaber bahkan aktif mendukung program penanganan Covid-19.

Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Mahfud Md, Menko Polhukam, :"Syekh Ali Jaber adalah ulama yang banyak membantu pemerintah dalam amar makruf nahi munkar dalam kerangka Islam rahmatan lil alamiin, Islam sebagai rahmat dan sumber kedamaian di dunia, Islam wasathiyyah. Selama ini beliau selalu berdakwah sekaligus membantu satgas COVIDF-19 dan BNPB untuk menyadarkan umat agar melakukan sholat di rumah pada awal-awal peristiwa Corona." (Detiknews.com, 13/9/2020).

Akan tetapi ada saja orang-orang yang ingin memperkeruh keadaan, tidak suka ada kedamian da ketentraman di masyarakat. Peristiwa penusukan yang berlangsung pada acara Pelantikan Hafiz Qur'an ini bubar sementara acara masih berlangsung selama kurang lebih 15 menit.

Sesudah peristiwa naas tersebut, kontan panitia dan masyarakat berlari naik ke panggung. Ada yang berusaha mengamankan Syekh Jaber, ada yang langsung menangkap pelaku penusukan. Pengeroyokan massa pun tidak dapat dihindari. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu benyok wajah dan kepala sang pelaku yang katanya mengaku bernama Albert.

Dari namanya itu saja orang sudah berspekulasi untuk membenturkan agama. Apalagi ketika dihubungi orangtua pelaku, mengatakan anaknya sudah 4 tahun menderita gangguan jiwa. Sebuah alasan klasik yang sudah diduga oleh masyarakat.

Kasus seperti ini pernah terjadi beberapa tahun terakhir dan muncul di banyak pemberitaan di media massa. Din Syamsudin, tokoh Muhammadiyah, pernah mengatakan ada pihak yang sengaja mengorganisir untuk aniaya tokoh agama (Tribun Jakarta, 5/3/2018).

Pernah pula terjadi peristiwa serupa, dicatat oleh Republika, dua tahun lalu, ada empat serangan terhadap ulama dan ustadz yang terkonfirmasi. Di antaranya serangan yang menimpa Pengasuh Pondok Pesantren al-Hiadayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Emon Umar Basyri, Sabtu (Republika, 27/1/2018). Pelakunya juga dilakukan oknum tetangga yang diduga alami gangguan kejiwaan.

Intinya, penyerangan terhadap ulama bukan hal baru. Masyarakat pun sudah cerdas. Begitu juga jika pelakunya misalnya menderita ganggun jiwa atau non-muslim misalnya, sepertinya masarakat tidak akan percaya begitu saja untuk terprovokasi. Bagaimanapun jika pelakunya sehat jiwanya, pasti ada yang nyuruh.

Benturan Negara dengan Islam

Kasus seperti ini tentu saja membuat masyarakat prihatin. Walaupun Pilkada akan berlangsung tiga bulan lagi, tetapi masyarakat ada yang menghubung-hubungkan dengan isu politik.

Ada banyak kasus serupa di mana toloh agama/ulama/tokoh MUI yang juga pernah dianiaya anggota Ormas seperti yang terjadi di Syukabumi pada bulan Mei 2020 lalu (Indozone, 15/5/2020).

Di era Orde Baru dulu ada yang istilahnya Petrus (Pembunh Misterius) atau Gali. Pada zaman Gus Dur ada pembunuhan ulama-ulama di Banyuwangi. Demikian seterusnya tidak pernah sepi. Akhir tahun 2017 lalu saja sejak Desember 1917 hingga Februari 2018, terdapat 21 kasus penganiayaan terhadap ulama (Republika, 21/2/2018).

"Tolong jangan cepat mengambil kesimpulan sebelum meneliti betul. Sebab kesimpulan itu bisa menjadi boomerang. Kalau semuanya disimpulkan orang gila, ini bisa menimpulkan praduga bahwa kasus ini tidak bisa diselesaikan," demikian himbauan Din, mantan ketum PP Muhammadiyah (Republika, 21/2/2018).

Oleh sebab itu pihak aparat keamanan diharapkan bisa segera  mengungkapkan identitas pelaku serta mengumumkan motif di balik penyerangan terhadap Syekh Jaber. Ini penting agar tidak menimbulkan multi tafsir dari masyarakat yang negative terhadap negara secara umum dan pihak keamanan khususnya.  

Menko Polhukam, Mahmud Md juga meminta agar aparat mengungkap pelakunya, : "Aparat keamanan Lampung supaya segera mengumumkan identitas pelaku, dugaan motif tindakan, dan menjamin bahwa proses hukum akan dilaksanakan secara adil dan terbuka," kata Mahfud dalam keterangan, Minggu (News Detik.com., 13/9/2020).

Intinya, pelaku penusukan ini adalah musuh negara, musuh agama dan musuh rakyat yang merusak persatuan dan kebersamaan. Agama apapun mengutuk tindakan seperti ini. 

Oleh sebab itu pelakunya harus diadili, diungkap motivasinya di balik peristiwa ini. Terlebih, negara saat ini masih disibukkan dengan Covid-19 serta upaya keras bagaimana ekonomi bisa stabil. Jadi, apapun alasan pelakunya, di hadapan hukum tidak bisa dibenarkan.

Malang, 14 September 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun