Bali pertama kali tahun 2014. Waktu itu masih berstatus sebagai mahasiswa. Dari Aceh ke Bali sebagai mahasiswa, merupakan kebanggaan tersendiri. Lebih-lebih utusan kampus.Â
KeBoleh dibilang bangga, dipilih. Pasti kampus tidak asal pilih. Bersama dua orang lainnya, dari kampus yang berbeda, untuk kali pertama berkunjung ke Pulau Dewata, serasa mimpi.
Maklumlah, siapa yang tidak ingin tahu Bali sebagai sentra wisata nasional? Semua orang pasti ingin nengok dari dekat. Daya tariknya beda. Terutama turis asing.
Oleh sebab itu, tidak heran jika Pemerintah Daerah di Bali ingin memberikan layanan terbaik kepada pengunjungnya. Di antaranya adalah dengan menyediakan fasilitas layanan kesehatan, baik negeri maupun swasta.
Pandemi Covid-19
Turis domestic mencapai 9.7 juta orang pada tahun 2018. Per tahun biasanya mencapai 10 juta orang menurut data Badan Statistik Nasional. Sedangkan turis asing sampai bulan Desember 2019 lalu mencapai angka 6.3 juta orang.Â
Jumlah obyek wisata, komersial dan non-komersial lebih dari 250. Tentu saja sangat menjanjikan, baik dari sisi ekonomi maupun social professional dari berbagai kalangan.
Jumlah pengunjung ini membutuhkan layanan kesehatan yang prima. Berharap dari rumah sakit (RS) saja, tidak cukup.Â
Ada kasus-kasus ringan di mana para turis ini membutuhkan layanan cepat, namun tidak memerlukan campur tangan RS. Misalnya luka lecet, memar, luka bakar atau diare ringan. Oleh sebab itu, peran klinik swasta sangat penting.
Permasalahannya, sejak maraknya Covid-19 ini, merupakan ancaman 'serius' bagi industry bukan hanya pariwisata secara umum, namun juga industry kesehatan swasta, khususnya di Bali yang juga ikut merasakan dampak langsung terhadap income mereka.
Covid-19 ini menyebabkan merosotnya pemasukan pengelola wisata juga professional kesehatan yang bekerja di sana. Menurut I Ketut Sudirman, teman saya, seorang perawat yang semula kerja di Klinik Wisata Bali, kerja di klinik wisata di Bali, sangat menyenangkan.
Hanya saja sejak merebaknya Virus Corona ini, klinik wisata collapse dan karyawan yang bekerja di klinik wisata harus cari alternative. Mereka mencari jalan bagaimana mengatasinya tanpa harus ke luar dari provinsi Bali.
Membatasi Jumlah Pendatang dan Pusat Layanan Covid
Pemerintah Daerah Bali sebenarnya cukup sigap dalam mengantisipasi wabah Covid-19 ini, di antaranya, pertama, sangat ketat terhadap masuknya orang dari luar Bali. Screening terhadap setiap pendatang diberlakukan di setiap lokasi/pintu masuk, khususnya pelabuhan baik laut maupun udara.
Bisa dimengerti, Bali tidak termasuk dalam daftar risiko tinggi se Indonesia. Bali menduduki urutan ke 8 dari 34 provinsi yang ada (Kasus baru 93, sembuh 4.260, meninggal 60 dan positif 4901), menurut Satgas Penanganan Covid-19, tanggal 29 Agustus 2020.
Dibukanya pusat-pusat layanan Covid-19 ini, sekaligus merupakan strategi kedua yang unik di Bali. Dengan tersedianya pusat layanan ini, otomatis akan terserap tenaga kerja yang semula bekerja di klinik-klinik wisata, khususnya tenaga professional kesehatan. Â
Menurut Sudirman, honor yang diberikan kepada perawat dengan status kontrak di Bali masih lebih baik daripada di Jakarta. Di Bali bisa mencapai Rp 9 juta per bulan. Sementara di Pemda Jakarta Rp 7.5 juta.
Homecare
Keunikan ketiga, Pemda Bali juga mempermudah pendirian layanan Homecare, khususnya bagi perawat. Selama 5 bulan terakhir ini memang terjadi penurunan drastis masyarakat yang datang berobat ke pusat layanan kesehatan, baik di Puskesmas, RS maupun klinik. Sebagai gantinya, mereka lebih suka terhadap layanan homecare.
Pada umumnya, pemberi layanan homecare ini adalah perawat. Layanan Homecare ini bisa diberikan melalui yayasan atau individual. Ada beberapa yayasan Homecare yang beroperasi di Bali yang memberikan layanan cukup dengan menghubungi hotline mereka kemudian mereka akan segera mengirimkan tenaga kesehatan yang dibutuhkan sesuai permintaan. Mayoritas yang dibutuhkan adalah perawat. Kadang-kadang bisa dokter, fisioterapi, asisten perawat atau caregiver.
Namun juga bisa dalam bentuk layanan individual. Perawat yang secara pribadi diminta oleh pasien-pasien pada umumnya sudah mengenal perawatnya saat di RS atau klinik. Bentuk layanan ini juga marak dan biasanya atas dasar rekomendasi, dari mulut ke mulut.
Bali merupakan wilayah eksklusif yang juga unik. Tenaga kesehatan, khususnya perawat di sana, jarang yang mencari kerja di luar Pulau Bali, karena di Bali pun mereka sudah bisa mendapatkan lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Khususya di sektor swasta.
Betapapun saat ini klinik swasta mengalami penurnan tajam pendapatannya, mereka masih bisa memperoleh sumber penghasilan dari tempat lainnya yang dibantu oleh Pemda Bali. Sehingga tidak sampai terjadi ancaman pengangguran yang mengkhawatirkan. Â
Â
Wisata Dibuka Lagi Awal Agustus 2020
Keunikan keempat, awal bulan Agustus ini wisatawan domestik dibuka di Bali. Meski dengan peringkat urutan ke 8 dalam statistic Covid-19 ini, Bali berani mengambil langkah untuk membuka kembali wisata domestik.Â
Hal ini tentu saja karena selain Bali tetap membutuhkan income yang banyak disedot dari sector ini, masyarakat Bali juga sangat membutuhkan stabilitas kesejahteraan, terutama demi pemeliharaan tempat-tempat wisata yang bergantung biayanya sepenuhnya pada wisatawan.Â
Pemerintah juga setidaknya sudah menunjukkan langkah konkrit dalam menghindari ancaman pengangguran bagi penduduknya.
Maka dari itu, langkah ini perlu diapresiasi. Dengan tetap mengedepankan Protokol Kesehatan sebagai prioritasnya, yakni: sering cuci tangan, mengenakan masker dan jaga jarak, Bali telah membuka diri.
Langkah ini ditempuh tidak lain, karena Virus Corona ini tidak akan punah dalam waktu singkat. Lagi pula, tidak sedikit orang yang tidak mampu menahan diri ingin lihat Bali. Baik yang sudah pernah mengunjungi, atau bagi yang pertama kali.
Daya tarik Bali yang unik, bisa jadi menyimpan misteri.......
Malang, 30 August 2020
Ridha Afzal  Â
Â
Â
Â