Di seluruh dunia, profesi yang dianggap paling menguasai dunia kesehatan adalah kedokteran. Tidak di Indonesia, tidak di Etiopia, tidak pula di Jepang, Jerman dan Amerika Serikat. Semua sepakat. Dokter dianggap paling mengerti kesehatan. Walaupun dalam praktiknya, dokter tidak bekerja sendirian.
Untuk menentukan adanya infeksi, dokter butuh hasil pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan oleh teknisi laborat. Guna mengetahui adanya tumor di dalam rongga perut, dibutuhkan sinar Rontgen yang dilakukan oleh teknisi X-Ray.Â
Mengobati pun, butuh farmasi. Bahkan saat menerima pasien, merawat ketika sakit hingga pulang, perawat yang mengerjakan. Bidang administrasi kesehatan ada petugas admin tersendiri. Ironisnya, peran semua tenaga kesehatan ini tidak pernah terlihat hitam atas putih. Karena yang tanda tangan, bukan mereka. Melainkan dokter.
So, jangankan yang kerja di dalam rumah sakit (RS). Dalam ilmu kesehatan masyarakat pun (kesehatan lingkungan, pembuatan rumah sehat, WC, tempat pembuangan sampah, hingga masalah Gizi), pengaruh kedokteran sangat terasa dominasinya.Â
Sekalipun semua sadar, mereka yang terlibat dalam rangkaian layanan kesehatan ini, merupakan bagian dari profesi kesehatan. Bukan profesi kedokteran. Kedokteran adalah bagian dari ilmu kesehatan. Bukan sebaliknya.
Hanya saja realitanya, Surat Keterangan Sehat, yang menanda-tangani adalah dokter. Dokter lah yang dianggap paling berhak sebagai pihak yang bertanggungjawab atas konsep sehat-sakit. Padahal di atas kertas, tidak tertulis 'Surat Keterangan Dokter'. Ini dikarenakan penanggungjawabnya adalah dokter.
Oleh sebab itu, diakui atau tidak, persepsi bahwa hanya dokter yang mengetahui semua hal terkait sehat sakitnya manusia, tidak ada profesi kesehatan lain, tidak dapat dihindari.
Namun demikian, seiring dengan perjalanan waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlahan mulai terjadi pergeseran nilai. Peran dokter dalam banyak bidang kesehatan di negeri ini mulai berubah dan menghadapi tantangan. Dominasinya, meski masih terasa, sudah tidak lagi relevan dengan era 70-80-an.
Pendidikan Kesehatan di Indonesia
Tahun 1970-1980-an, nyaris semua bentuk pendidikan kesehatan, mulai dari pendidikan keperawatan, kebidanan, kesehatan lingkungan, fisioterapi, farmasi hingga pendidikan gizi, dikendalikan oleh profesi kedokteran. Hal ini dimaklumi, karena selain kelangkaannya, persyaratan jenjang pendidikan, gelar dan kepangkatan masih menjadi persoalan.
Di sinilah letak besarnya jasa profesi kedokteran dalam membangun Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di Indonesia pada awal-awalnya. Harus diakui pula, kualitas pendidikan keperawatan misalnya, di bawah asuhan kedokteran dulu sangat jauh berbeda dengan kualitas pendidikan keperawatan saat ini.
Salah satu yang membedakan adalah, kualitas tenaga dosen, di mana dokter pengajar rata-rata merangkap sebagai praktisi bahkan seorang spesialis. Sedangkan saat ini, dosen keperawatan rata-rata murni mengajar, bukan praktisi. Ada ketimpangan antara teori dan praktik yang sudah tentu berpengaruh terhadap kualitas hasil pembelajaran.