Pemilu.Â
Melihat kemungkinan kandidat yang akan tampil pada kontes Capres Cawapres 2024 nanti, hingga kini belum ada tanda-tanda kemajuan terhadap isyu yang bakal laris digoreng padaSaya melihatnya paling-paling isyu usang, kadaluwarsa, itu-itu saja yang diulang dan diulang. Di antaranya adalah isyu: negara khilafah, minoritas, intoleran dan korupsi.
Tetapi juga tergantung pada siapa dulu kandidatnya nanti. Kalau Prabowo yang maju, kembali lagi yang dihembuskan adalah riwayat Prabowo dulu: penculikan, kegagalan nyapres beberapa kali serta otoritarian.
Kalau calonnya dari Megawati, paling banter soal angka KKN, premanisme, dinasti Soekarno, ekonomi tidak tumbuh dan ancaman terhadap Agama Islam.
Sedangkan kalau ada calon lain di luar ekspektasi kita yang enak digoreng adalah isyu: pengalaman yang kurang, demokrasi, atau urusan yang sifatnya pribadi akan dikorek-korek.
Yang jelas, akan ramai dan laris lembaga riset swasta yang berbondong-bondong menawarkan proyek penelitian sesuai selera pemesan. Publik akan dijejali aneka data dengan berbagai versi untuk menarik suara kandidat agar mengubah haluan pilihannya. Kita tahu, pemilih terbagi dalam tiga kelompok: fanatic, skeptic dan tergantung sikon (situasi dan kondisi).
Inovasi
Masyarakat kita ada yang tipe orang yang optimis. Bukan pesimis yang mudah menyerah. Makanya, kalau lihat kampanye, jika isinya tidak mendidik, sukanya mengadu domba atau kontennya out of date alias kedaluwarsa, mereka tidak tertarik.
Ada juga orang-orang pesimis, yang tidak peduli sama sekali dengan apapun yang terjadi. Mereka pikir  Pemilu tidak mengubah hidup dan masa depannya. Â
Oleh karena itu, jauh hari sebelumnya, ada baiknya partai politik menyelenggarakan semacam Pelatihan Pendidikan Politik yang terbuka dan sehat. Pendidikan politik hendaknya jangan diam-diam.Â
Agar masyarakat sadar bahwa politik itu tidak jahat. Supaya masyarakat tahu bahwa berpolitik itu tidak identic dengan kebencian dan kemunafikan. Pelatihan ini tentu harus dibedakan dengan mencuri start kampanye politik.