"Tidak ada yang saya takuti untuk kepentingan nasional untuk rakyat, untuk kepentingan bangsa, untuk negara, tidak ada yang saya takuti kecuali Allah SWT, untuk Indonesia maju, untuk rakyat kita sejahtera."
Jokowi Tidak Takut
Pernyataan Jokowi di atas disampaikan usai debat Pilpres tahun lalu, pada putaran kedua yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Dikatakannya, bahwa, mengelola Indonesia tidak mudah. "Indonesia butuh sebuah ketegasan, butuh sebuah keberanian dalam membuat kebijakan-kebijakan untuk kebaikan negara ini," ujar Jokowi (iNews.id, 19/2/2019).
Pernyataan tersebut memang secara langsung tidak ditujukan kepada Habib Rizieq Shihab (HRS) atau tidak ada kaitannya sama sekali dengan HRS. Melainkan terkait kepentingan dengan blok minyak Rokan di Riau dan Mahakam di Kalimantan.
Akan tetapi secara umum masyarakat akan memiliki persepsi, bawa ketidak-takutan Jokowi tersebut bisa diinterpretasikan 'ketakutan' secara general. Di antaranya adalah adanya anggapan bahwa kepulangan HRS bisa menjadi 'ancaman' politik bagi Jokowi sehingga 'takut' jika HRS pulang atau dipanggil pulang.
Sementara pernyataan Pemerintah lewat Menko Polhukam, Mahfud MD, tahun lalu menegaskan, bahwa tidak ada pencekalan terhadap HRS, yang menjawab polemik HRS yang kesulitan pulang ke Tanah Air. Kata Mahfud, HRS tidak bisa pulang karena larangan dari Pemerintah Arab Saudi terhadap HRS untuk keluar dari Arab Saudi.
Ada yang bilang, HRS nunggak biaya overstay di Saudi yang belum terbayar. Untuk yang satu ini tidak beralasan. Mereka yang kena denda karena overstay dengan mudahnya akan ditangkap di sana. Tidak sulit bagi Saudi Arabia untuk menangkap seorang HRS.
Ada rumor santer yang mengatakan, HRS dilarang oleh pihak Intelejen Arab Saudi untuk pulang karena adanya ancaman yang membahayakan nyawanya. Alasan ini yang lebih terasa masuk di akal. Karena ada yang merasa 'terganggu' dengan FPI dan kebesaran pengaruh HRS.
Menguntungkan Jokowi
Jika Jokowi berbicara langsung dengan HRS, tentu beda jauh dengan bicara dengan Mata Najwa. Di era keterbukaan ini, komunikasi dua arah sangat penting guna mendapatkan klarifikasi, agar tidak terjadi kesimpang-siuran informasi yang membingungkan public. Terlebih jika ada hubunganya dengan kepentingan negara. Â
Dengan dipulangkannya HRS misalnya, sebagai orang besar, pemuka negeri, sebenarnya Presiden Jokowi bisa saja memanggilnya. Semudah memanggil Mata Najwa. Bedanya, manggil Mata Najwa tidak ada risiko keamanan. Â