Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aura PKS Pasca Kegaiban Anis Matta dan Fahri Hamzah

25 Agustus 2020   15:51 Diperbarui: 25 Agustus 2020   16:05 10051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggota Dewan PKS yang Tidak Konsisten

Tahun lalu, naskah buku saya rampung. Ingin saya terbitkan. Namun butuh dana. Tidak banyak, tetapi cukup besar untuk saya yang kerja saja baru memulai. Sekitar Rp 5 juta. Buku ini rencananya akan saya distribusikan untuk mahasiswa, kampus serta organisasi profesi. Yang untuk diri sendiri sekitar 20%.

Rencana penggalangan dananya saya peroleh melalui beberapa tokoh yang saya anggap perhatian terhadap profesi dan pengembangan pendidikan kita. Salah satunya dari anggota dewan utusan PKS yang ada di DPR.

Saat saya sampaikan proposalnya, dia bilang 'iya' disanggupi. Saya pun senang. Saya tunggu, satu-dua-tiga bulan, tidak juga datang realisasi janjinya. Saya pun mengingatkan siapa tahu lupa, sesudah 3-6 bulan. Ternyata saya dapat jawaban yang sama, hanya janji tanpa realisasi. Hingga setahun lebih saat ini tidak ada berita.

Maksud saya meminta bantuan adalah, dari kantong PKS, bukan kantong pribadi. Jika ada dana untuk Pengabdian Masyarakat, beritahu kami ini sebagai simpatisannya. Kalau tidak ada, beritahu saja terus terang, tidak ada. Bukan jangan janji-janji kosong, yang tidak ada realisasinya. 

Ini mencoreng nama baik partai. Seolah PKS tidak konsisten. Nila setitik, rusak susu sebelanga. Saya sedikit kecewa dengan oknum PKS yang seperti ini. Apalagi seorang tokoh di MPR kelasnya.

PKS di Luar Negeri

Boleh jujur kan? Dua kali berturut-turut, dalam Pemilu, saya pilih PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Partai serupa, di Turki dan India sangat populer, karena kejujuran, keberanian bicara benar, serta konsisten dalam mengedepankan kebenaran.

Saya punya teman di India dari partai ini. Memang Justice Party ini, di sana dominasi oleh orang-orang Islam sejauh ini. Tetapi yang non-muslim juga tidak sedikit yang ikut serta. Karena India mayoritas penganut Hindu. Jadi wajar jika pengusung PKS di sana tidak banyak yang duduk di parlemen.

Hemat saya, yang dilakukan oleh orang-orang Justice Party ini (PKS nya India dan Turki), sebenarnya mirip dengan apa yang dilakukan oleh PKS kita.

Saya pilih PKS karena mengangkat isyu kejujuran. Walaupun ada oknum PKS yang 'korupsi',  tetapi angka korupsinya tahun 2017 paling rendah (PKB dan PKS) dibandingkan dengan partai politik lainnya (Golkar dan PDIP) (Detik.com, 1/10/2017). Saya suka pilih kiprah partai yang demikian. 

Tidak mungkin semua partai politik bersih dari kasus KKN ini. Siapapun orangnya, umumnya 'hijau' matanya jika lihat uang. PKS itu partainya, orangnya bisa sama saja, bisa tergiur lihat duit banyak

Oleh sebab itu, syarat menjadi anggota di PKS tidak gampang. Syaratnya cukup ketat. Saya tidak tahu apakah 'pembesar PKS' ini boleh merokok atau tidak. Karena ini merupakan bagian dari konsistensi.

Jangan hendaknya visi misinya memberangus sesuatu yang "Haram", tetapi rokok  banyak yang nyala saat pertemuan anggota PKS. Atau, pentolan partai nyatanya bisa disogok dengan memberikan rokok sekantong plastik, saat Muktamar PKS berlangsung.  

SIM Seumur Hidup

Promosi PKS cukup keren pada Pemilu tahun lalu. Akan memberlakukan SIM seumur hidup. Saya sangat setuju. Memperpanjang SIM setiap 5 tahun akan membuat minim peluang untuk 'korupsi, kolusi dan nepotisme'. Kalau ada yang ngomong 'bersih' dari KKN, itu bohong.

Visi misi seperti ini yang disebut sebagai visi yang merakyat. Kalau perlu, hapus Uang Gedung di tingkat Perguruan Tinggi. Ujian profesi juga bisa digabungkan jadi One Exit Exam. Asuransi kalau perlu murni dikendalikan oleh negara.

Ini merupakan beberapa contoh yang bisa ditawarkan PKS agar bisa 'bermain' dalam menyongsong percaturan politik di Pemilu 2024. PKS jangan terlalu tradisional mengemas partainya. 

Mengenakan Kopiah Hitam, baju putih yang dikombinasi kain hitam itu sangat tradisional penampilannya. Cobalah pakai Kaos berkerah saja, tidak masalah. Sehingga terkesan Casual, tapi keren. No Corruption, No Nepotism, No Collusion.

PKS bisa mereview pajak rakyat kecil. Perketat pendirian industri di lahan-lahan perkampungan agar tidak terjadi polusi udara, air dan tanah di wilayah perumahan rakyat. Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya PMA, dengan memastikan adanya pelayanan kesehatan optimal pada karyawan. Pastikan lulusan pendidikan  vokasi dan profesi tersalurkan ketermapilannya agar dapat kerja dengan penghasilan yang mapan.

Beberapa kebijakan merakyat inilah yang perlu difikrikan oleh PKS jika ingin menarik banyak minat masyarakat untuk join dalam rangkulannya.

'Takut' Nuansa Islamist

PKS identik dengan Islam. Nuansa ini harus 'digeser'. Islam itu rahmatan lil-alamin. Saya setuju pendapat ini. Tetapi masyarakat belum 'siap'. Kita masih kayak Turki zamannya Kemal Attaturk dulu. Orang kita masih 'phobia' dengan Islam. Sisa-sisa Word Trade Canter, Teroris, Osama Bin Ladin, Bom Bali hingga Jilbab, masih saja dijual oleh media massa. Sedihnya, masih laris.

Tapi kita sudah mulai memperlihatkan kedewasaan cara pandang terhadap Islam melalui, misanlya Bank Syariah, Hijab para artis dan sekolah Islam Moderen. Memang pelan-pelan masuknya. Misalnya masuknya Wayang dulu lah melalui Wayangnya Wali Songo di Jawa.

Ketakutan publik dengan nuasa Islami ini butuh waktu panjang. Butuh pendidikan serta butuh kerja nyata. Harus ada keharmonisan tokoh-tokoh antara apa yang diomongkan, difikirkan dan apa yang dikerjakan.

Jangan yang diomongkan tidak sama dengan yang dikerjakan. Orang akan menjauh. Kalau itu yang terjadi, tidak ada bedanya antara PKS dengan partai 'liberal' atau 'demokrat' lainnya.  

Saingan PKS di Pemilu 2024

Hengkangnya Anis Matta dan Fahri  dari PKS harus diakui bisa menjadi 'ancaman' tersendiri. Anis Matta dan Fahri Hamzah adalah taring PKS yang cukup kuat gigitannya dalam menarik minat masyarakat untuk bersuara di dalamnya. Makanya, kekalahan PKS di tahun 2024 berupa menurunnya suara perolehan, factor terbesarnya karena hilangnya pengaruh Anis Matta (AM) dan Fahri Hamzah (FH)

Selain itu, potensi saingan berat PKS lainnya yang dihadapi dalam Pemilu mendatang yaitu Partai Demokrat, PAN sebagai saingan lama. Sementara partai-partai warna hijau, tetap harus dipikirkan oleh PKS. Mereka juga ingin meraup suara dari umat Islam.

PKS kini tidak sama dengan PKS tahun 2012-an semasa AM dan FH masih bercokol di sana. AM yang ide-idenya lebih bersifat praktis dan modern, berhadapan dengan orang-orang dengan konsep tradisional masa kini di PKS dari akademisi. Ketidak-cocokan inilah yang membuat PKS kehilangan motor sekuat Anis yang tidak lain 'mentor'nya FH.

AM dan FH kini memiliki corong baru. Walaupun ke depan ada kemungkinan tetap berkoalisi dengan PKS, tetapi secara prinsip, orang-orang yang setia pada AM dan FH, akan memindahkan suaranya di Pemilu mendatang dari PKS. Mereka merasa bahwa PKS kini sudah berubah, sebagaimana yang mereka pernah harapkan dulu.

Masyarakat banyak yang merasa, walaupun tidak sekelas Erdogan pencapaian tujuan PKS, tetapi kehilangan AM dan FH, PKS beda banget aromanya.

Malang, 25 August 2020
Ridha Afzal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun