Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kita Dididik Jadi Pembeli dan Pengguna, Bukan Peneliti Vaksin

24 Agustus 2020   20:29 Diperbarui: 25 Agustus 2020   09:24 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
shutterstock via kompas.com

Bukan untuk tujuan peningkatan ilmu pengetahuan, penelitian atau kemanusiaan. Tidak jarang saya dengar, asal punya Rp 500 juta, kita bisa dapat ijazah S3.
Ijazah S3 gampang. Semua bisa dibeli. Dari judul tesis, proposal, hingga nilainya. 

Saya punya kenalan jebolan S3. Bikin Abstrak bahasa Inggris saja, kewalahan. Padahal simple banget. Kualitas bahasa Inggris jebolan S3 kita, sekalipun saat S2 menjadi syarat perolehan IELTS score nya 5 atau TOEFL nya 500 dan punya sertifikat, namun hanya polesan. Kapan menggunakan "Am, Is dan Are" saja, tidak paham.

Itulah dunia nyata kualitas pendidikan kita.

Makanya, tidak ada yang percaya ketika Vaksin Covid-19 akan dibuat di negeri ini. Dari level bawah hingga level atas 'ragu' akan kemampuan orang kita sendiri. Akibatnya, penggede kita yang duduk di atas sana lebih milih beli dari luar negeri saja, tidak repot-repot dan tidak ribet. Produk China sangat murah.    

Masyarakat Pembeli dan Pengguna

Apa yang tidak bisa dibuat China? Saya punya beberapa kenalan yang pernah jalan-jalan ke Pasar Yiwu, pusat grosir terbesar di China, salah satu pusat grosir terbesa juga di dunia. Terletak di provinsi Zhejiang. Kota pusat bisnis yang tidak pernah mati. 

Semua ada dan dijual sangat murah. Arloji yang di sini dijual Rp 300 ribu, di sana bisa hanya Rp 50 ribu. Mainan anak-anak dengan segala teknologinya, dari yang rendah hingga modern ada semua dengan harga sangat murah.

Makanya, kita suka ngiblat ke China untuk urusan beli barang-barang, karena di sana sangat murah. Terlebih Shanghai, sebagai pusat perdagangan terbesar se-Asia. Semua alat-alat kedokteran juga terjual di sana dengan harga miring.

Akibatnya, kita malas meneliti. Selain anggaran untuk penelitian yang makan birokrasi panjang, fasilitas minim, support tidak ada, pengakuan belum tentu didapat. Masyarakat pada akhirnya milih membeli daripada membuat. Milih sebagai pengguna daripada pemproduksi sebagai profesi peneliti.

Ringkasnya, pembuatan Vaksin Covid-19 di negeri ini saya sebagai pribadi pesimis berhasil. Bukan apa-apa sih. Mental kita tidak siap untuk menjadi generasi peneliti. Ingat mantan Menkes Siti Fadilah yag dipenjara karena soal Vaksin (?). 

Jangan-jangan bukan Vaksin Covid 19 yang didapat oleh penelitinya, tetapi berurusan dengan Hukum Pidana. Payah kan?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun