Â
"Buzzer adalah orang yang memiliki pengaruh tertentu untuk menyuarakan sebuah kepentingan. Mereka tergerak dengan sendirinya, atau ada timbal baliknya. Cara menyuarakannya bisa secara langsung atau anonym." (Drian Bintang)
Realitanya, dalam hidup ini selalu ada orang-orang yang pro lembaga atau pro pemerintah. Ada juga yang netral atau tidak peduli. Tetapi ada pula yang kerjanya hanya mengkritik. Uniknya, masih ada satu lagi golongan, yakni mengkritik orang yang mengkritik.
Untuk yang suka mengkritik Pemerintah, memang kerja pemerintah itu melayani dan perlu atau harus dikritik. Pemerintah butuh masukan (baca: kritik), jika ingin lebih baik kualitas kerja dan pelayanannya.
Masalahnya, yang mengkritikpun tidak jarang malah dianggap salah. Padahal, dia bermaksud baik, ingin memberi masukan. Pemerintah, tidak bisa benar terus. Bisa saja salah. Yang memberi kritik, meski baik belum tentu benar. Dari pihak pemerintah, meskpun benar pun, belum tentu dianggap baik.
Apapun kondisinya, di sisi lain, ada kelompok yang ingin membela pemerintah. Mereka ini 'bertugas' mengkritik para pengriktik. Kelompok ini ada yang gratisan, ada yang dibayar. Tugasnya 'men-counter attack' para pengkritik pemerintah, kampus, lembaga yayasan dan lain-lain. Meskipun yang dibela belum tentu benar dan yang membela pun belum tentu diuntungkan. Â
Kelompok kedua yang saya sebut inilah yang disebut Buzzer. Buzzer ini tidak serta merta lahir begitu saja. Ada riwayatnya.
Enggan Bertanya
Kapan itu kami menyelenggarakan pelatihan gratis, terkait Writing Skills. Dari sekitar 100 orang yang daftar, 20 orang yang gabung dalam acara tersebut. Dua hari sebelum penyelenggaraan acara, kami sudah mengirimkan materi untuk dipelajari. Â
Yang terjadi adalah, ketika acara dimulai, tidak ada yang bertanya. Hanya ada 3 orang. Itupun sesudah kami minta, : "Please....please....please....ada yang ingin ditanyakan......????"
Pada akhirnya kami berfikir. Ada 3 kemungkinan mengapa ini terjadi.