Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Ancaman" Fahri Hamzah bagi Demokrasi Indonesia

18 Agustus 2020   12:38 Diperbarui: 18 Agustus 2020   13:23 4665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi tadi saya ngobrol, dengan rekan seprofesi asal Sumbawa. Obrolan ke sana-ke sini hingga ujungnya sampai pada Fahri Hamzah (FH). Tetapi bukan bergunjing. Kami tidak bicarakan kekurangannya. Juga tidak memuji-muji kelebihannya. Kalaupun muji, saya juga gak bakalan dapat apa-apa dari FH.

Saya hanya bertanya, sejah 'pensiun' nya dari DPR, pelajaran berharga apa yang bisa ditarik dari seorang FH? Teman saya bilang, FH anti KKN. Bicaranya lantang tanpa beban jika ngomong soal korupsi. Karena itu tidak segan-segan dia suarakan.

Keluarga FH bukan keluarga kaya sekali yang membuat sanak saudara bisa lancar dalam segala urusan. 

Usaha Lobster miliknya, itu biasa lah. Petani biasa juga banyak yang punya. FH orangnya suka membantu anggota keluarganya yang membutuhkan. Namun bukan untuk memperoleh kemudahan pekerjaan di Pemerintah, atau mendapat jabatan. 

FH juga tidak segan-segan membantu kerabatnya yang merasa kesulitan membayar kuliahnya. Dari sini saya ngerti. FH sangat hat-hati jika berurusan dengan 'korupsi'.

Mengapa Tidak Menyukai FH?

Di media pagi ini, terkait kunjungannya bersama Anis Matta ketemu Pak Presiden pada tanggal 20 Juli 2020 lalu, dalam rangka memperkenalkan partai yang baru mereka dirikan, Partai Gelora, saya lihat ada tiga komentar, sebagai berikut:

Dari Muhammad Zaki,: "... yang lambenya tukang nyinyirin pak Jokowi akhirnya datang juga ke Pak Jokowi minta dukungan, apa ini yang namanya munafik, koplak rai gedek, muka tembok."

Dari Abdi Tunggal, : "...walah ini orang akhirnya mau ikut pesta pora juga...hahaha." 

Kemudian dari Dorit Moniaga, : "....halah..... badut politik..... cari uang koq dari beginian...... gak ada kerjaan lain apa ?!" (Kompas.com. 20/7/2020).

Komentar negatif dari orang-orang yang tidak paham, itu biasa. 

Saya yakin gak bakalan ditanggapi oleh FH. Jangankan orang biasa FH. Manusia mulia sekelas Rasulullah SAW, insan terbaik di muka bumi yang dijamin masuk surga saja, masih sering dihina, dilempari kotoran, hingga dengan ancaman pembunuhan. Padahal beliau SAW Suci, ajakannya menyembah Tuhan Yang Esa, agar bisa masuk Surga.

FH Berbicara Lantang

Fahri Hamzah (FH). Kalau sebagai 'pengagum' saya mau jujur, menyukai pribadinya. FH dikenal lantang, tidak takut atau segan ketika berbicara tentang kebenaran. Tidak banyak di negeri ini orang yang sekelas FH.

Ketemu langsung tidak pernah. Saya mengetahuinya saat FH sering tampil di TV di acara ILC yang diasuh oleh Pak Karni Ilyas. Bersama Rocky Gerung, sangat pas. Kalau ngomong, sepertinya tidak ada yang nandingi. Wajar, jika FH laris manis dengan obrolan-obrolannya di Warung Kopi nya. "Ngopi Bareng Fahri Hamzah".

Orang bisa berbicara lantang tanpa beban itu biasanya karena sesuai dengan isi hati nuraniya. Jika bertentanga, pasti ada konflik dan bisa terbaca. Mulai dari raut wajah, cara bicara, ritme bicara, gaya bicara, teratur tidaknya serta kontinyuitasnya. Orang yang tidak memiliki beban moral atau batin, akan lancar. 

Walaupun memang, dengan latihan, seperti actor drama, fil atau sinetron, kita bisa bermain. Tetapi biasanya tidak lama.
Barangkali ini yang bisa saya tangkap dari seorang FH yang konsisten dengan apa yang difikirkan, diomongkan dan dikerjakan. 

Saya tidak melihat padanan orang yang sekelas FH di negeri ini. Makanya dia pantas menerima Bintang Mahaputera Nararya. Pedas dan tajam kritikannya. Atau Bintang tersebut sebagai 'penyumbat' kritikan? Wallahu a'lam.    

Padahal, saya dengar dulu FH tidak pintar-pintar banget saat kuliah. Saya juga dengar FH orangnya suka berorganisasi. 

Artinya, modal untuk menjadi seorang FH, tidak harus pintar di kampus.  Hanya saja untuk mengolah kata, dalam bahasa lisan dan bahasa tulis, bisa jadi kriteria, agar kompeten di bidangnya. Makanya dia juga nulis buku.

Bersama Fadli Zon, cocok. Namun ya.. itu tadi. Meskipun visi misi yang ada di pundaknya bagus, tetap dianggap salah oleh banyak orang. Kembali lagi, ini persoalan persepsi.

FH Doyan Omong

Keluar atau dikeluarkan dari PKS, saya tidak paham. Yang saya ketahui pastinya ada konflik. Bersama Anis Matta, salah satu pendiri PKS, kini mereka berdua mengusung Partai Gelora Indonesia (Gelombang Rakyat Indonesia).

Katanya, partai ini lebih 'mengindonesia' dari pada PKS. Nama-nama tokoh yang bakal nimbrung belum dipublikasikan. Kecuali seperti Deddy Mizwar, mantan Gubernur Jawa Barat.

Bisa dimengerti mengapa banyak pro sekaligus kontra dengan didirikannya Gelora yang sudah ditanda-tangani perijinannya oleh Menhumkam Yasonna Laoly. Sesudah resmi, Anis dan FH lapor ke Presiden.

Lapor ke Presiden, itu hal biasa menurut saya. Tidak ada kaitanya dengan 'menjilat'. Lagi pula, Presiden ini milik seluruh rakyat Indonesia: yang nurut, manut, suka ngriktik atau yang bandel sebagai warga negara. Semuanya punya hak untuk bertemu presiden.

Ketika ada orang yang berbicara mirin terkait sikap FH dan Anis ini ketemu Presiden, ini bukti bahwa orang ini tidak ngerti, tidak paham tatakrama.  FH tetap bisa memposisikan diri sebagai FH seperti yang kita kenal saat masih di DPR.

Saya masih ingat ketika ada yang komen bahwa FH bisanya hanya 'Omdo' (Omong Doang). Jawabnya, :"Lha tugas saya di DPR ya memang ngomong....!"

Demokrasi Ala FH

Yang saya tangkap visi misi dari sekian puluh obrolannya, FH sangat suka dengan 'Demokrasi'. Ibarat dagangan, inilah yang FH jual. Bisa saja ini terjadi lantaran dia tidak dapatkan kesempurnaan makna Demokrasi di PKS. Tidak juga di tempat lain. Walaupun mungkin ada orang yang 'melamar', tapi FH merasa kurang pas.

Dari beberapa bocoran isi Gelora ini, mirip Nasdem (Nasional Demokrat) yang diketuai oleh Surya Paloh. Sebagai partai baru, Gelora menghadapi tantangan besar. Hanya saja, bukan disebut sebagai FH dan Anis Matta apabila tidak mampu menggaet suara pada Pilkada 2020 dan Pemilu 2024 mendatang.

Intinya, FH menginginkan Indonesia bisa menjadi kekuatan ke 5 di dunia. FH akan mendirikan Akademi Pemimpin Bangsa (API). Mungkin inilah yang membedakan FH dengan pemimpin politik lainnya sebagai bentuk realisasi dari apa yang sudah digembar-gemborkan selama ini.

"Realitasnya, Indonesia sudah menjadi bangsa besar selama 75 tahun sekarang. Keberagaman yang terdiri dari 17 ribu pulau lebih ini tetap bersatu, tentu saja membuat kagum bangsa-bangsa dunia. Ini bisa menjadi format untuk menyatukan dunia." (Pikiran Rakyat, 18/8/2020).

Kalau hanya ini modal yang dilontarkan oleh Gelora, kayaknya terlalu kelasik. Sudah banyak tokoh-tokoh yang bicara senada, mengulang-ulang antusiasmenya karena ingin meraup suara.

By the way, setelah menerima Penghargaan Bintang Mahaputera Nararya. apa Pak Fahri masih tetap lantang kritikan demokrasinya?

Malang, 18 August 2020
Ridha Afzal

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun