Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tur Motor Gede, Arogansi Jalanan Kaum Papan Atas

13 Agustus 2020   18:43 Diperbarui: 13 Agustus 2020   18:42 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Republika.co.id

 Selama saya tinggal di Malang, dulu, sebelum wabah Corona menyerang, setidaknya sekali dalam sebulan saya melihat ada pawai Motor Gede (Moge). Yang paling sering didominasi oleh Harley Davidson. Minimal Yamaha NMAX atau Honda PCX.

Berderet, berjajar dengan kecepatan tinggi, seolah jalan raya ini milik mereka sendiri. Pengguna jalan yang lain minggir. Jangankan pejalan kaki, truk dan bus saja, harus mengalah bila ada pasukan konvoi Moge ini.

Alhamdulillah, dengan adanya Pandemi Corona menyerang, Moge sepi. Setidaknya kita tidak terganggu oleh kebisingan mereka. Saya tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka cari.

Kalau mau tour, mengapa tidak mencari jalan yang lebih nyaman daripada mengganggu orang lain? Bukan dalam bentuk rombongan, konvoi, yang ujung-ujungnya malah rawan tejadi kecelakaan.

Tahun lalu, pada bulan Januari Maret, Juni 2019 terjadi kecelakaan Moge. Maret, April dan Juni tahun 2020 ini juga terjadi kecelakaan Moge di berbagai tempat. Di Namibia, Afrika, saat Tour Moge tahun lalu, terjadi kecelakaan di mana Muhammad Irfan, putera Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, meninggal dunia.

Konvoi Moge, meski sering menimbulkan kecelakaan, tidak membuat mereka jerah. Parahnya lagi, akan ada konvoi Moge yang digunakan di Aceh, sebagai momen peringatan hari damai pada tanggal 15 Augustus 2020 ini.
Koq bisa?

Moge di Aceh

Badan Reintegrasi Aceh (BRA) akan melaksanakan Tour Moge pada tanggal 15 Agustus 2020 ini, menuai protes. Peringatan hari damai di Aceh ini menurut Iskandar Usman lfarlaky, Ketua Fraksi PA DPR Aceh, melukai hati masyarakat Aceh, yang dulu menjadi korban konflik. Padahal, semua masyarakat tahu  hak-hak korban konflik masih banyak yang belum terpenuhi. Para mantan kombatan juga masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kontan, berita tentang konvoi Moge ini membuat jagat media sosial di Aceh heboh. Sesaat setelah beredarnya surat dari Sekda Aceh, Rabu (12/8/2020) yang meminta sejumlah bupati/wali kota di Aceh untuk memfasilitasi pengamaman kegiatan 'Tour Hari Damai Aceh' yang digagas Badan Reintegrasi Aceh (BRA) bekerja sama dengan Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI), membuat banyak kalangan sangat berang.

Sumber: Acehworldtime di instagram
Sumber: Acehworldtime di instagram

Menurut Undang-Undang

Saya melihat tidak ada yang berani melarang karena Moge ini pasti ada backing-annya.  Yang saya perhatikan setiap kali ada Konvoi Moge, selalu ada polisi. Jadi pada hemat saya, pasti ada izinnya.

Namun demikian, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 134 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.Dalam huruf 'g' secara tegas disebukan, membatasi konvoi dan/atau kendaraan kepentingan tertentu. Meskipun ada kata 'antara lain', persepsi saya sebagai orang awam, tidak berarti bahwa semua bentuk konvoi bisa masuk dalam kategori ini.

Dalam Pasal 134 UULAJ juga disebutkan, pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan antara lain: kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas dan kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia.

Juga disebutkan kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah; dan konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dari penjelasan tersebut di atas jelas apabila ada kegiatan yang bersifat kedaruratan dan dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan kepentingan yang lain, jadi perkecualian. Dengan demikian, sudah jelas yang dimaksud dengan iring-iringan kendaraan atau konvoi yang telah diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Pengamat Tansportasi Universitas Soegipranata, Semarang, Djoko Setijowarno menjelaskan, bahwa konvoi dengan motor gede (moge) tak dibenarkan dalam Pasal 134 UU tersebut.

Pemborosan

Menurut hemat saya, peserta Moge tidak ada yang dari kalangan rakyat kecil. Apalagi jika Moge nya Harley Davidson. Hargnya minimal Rp 273 juta (Street 500). Berarti, tidak ada rakyat kecil yang mampu membelinya kecuali orang punya. Kecuali gunakan NMAX atau PCX yang Rp 30 jutaan. Konvoi untuk golongan ini beda.

Kegiatan seperti ini, bagi kami, rakyat biasa tidak mengerti, untuk apa jika tendensinya menguasai jalan raya, mendapat prioritas dari pihak Kepolisia serta lajunya cepat.
Konvoi Moge tidak memiliki tujuan yang jelas, boros bahan bakar, uang, tenaga, waktu, serta merupakan contoh kegiatan yang tidak mendidik. 

Di Aceh, acara hura-hura bising tidak ubahnya ulah Raja Jalanan ini rencananya menelan biaya sebesar Rp 305 juta lebih. Dan itu, duitnya rakyat.

Ironisnya, pemborosan yang terjadi di Aceh katanya mendapat 'restu' atau sepengetahuan DPA Aceh. Berarti, para anggota Dewan tahu tentang rencana ini. Oleh sebab itu, mengetahui bahwa kegiatan ini sebagai bentuk pemborosan yang tidak berdasar, banyak kalangan masyarakat Aceh yang menentang dan protes besar.

Kepentingan Siapa?

Pada dasarnya, tidak ada orang yang keberatan untuk bermotor-ria. Semua warga negara berhak untuk menggunakan jalan. Lagi pula itu motor-motornya sendiri, bayar pajak sendiri, beli bensin juga beli dengan duit sendiri.

Yang jadi masalah adalah ketika kegiatan kita akan merugikan atau mengganggu masyarakat, public atau pengguna jalan lain. 

Terlebih, jika menggunakan duit negara, meminta fasilitas dari pada Bupati. Ini yang tidak bener.

Kami rakyat kecil apa salahnya jika tanda tanya,: "Sebetulnya apa kepentingannya?"

Kalau hanya untuk menunjukkan bahwa Aceh sudah damai, cukup dievaluasi saja kegiatan yang ada di Aceh selama lima tahun terakhir, paparkan dalam bentuk statistic, laporan atau susun artikel ilmiah, kemudian publikasikan. Baik disebar lewat media massa nasional maupun internasional. Beres kan?

Lebih bijak lagi, negeri yang sedang ditimpa musibah besar berupa Virus Corona ini bukannya kelebihan uang. Ada baiknya dana digunakan untuk kepentingan lain. Berikan kepada para Kombatan, atau anak-anak yatim di Aceh.

Sementara Moge nya, digunakan untuk ngantar paket makanan ke panti asuhan. Perbuatan ini sangat mulia. Di mata manusia, juga Tuhan.

Malang, 13 August 2020
Ridha Afzal
.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun