Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Keberhasilan Pekerja Migran yang Jarang Diungkap Media Massa

12 Agustus 2020   09:32 Diperbarui: 12 Agustus 2020   09:33 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya masih ingat sebelum wabah Corona ini, masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak pernah sepi. Meski angkanya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pada zaman  Orde baru dulu, tetapi kurang lebih persoalannya sama: biaya rekrutmen, perolehan gaji, jenis pekerjaan yang tidak sesuai kontrak serta pelecehan seksual bagi pekerja domestik.

Lima hal ini secara bergilir selalu muncul dan diangkat ke permukaan media. Namun media masa jarang nengok prestasi atau keberhasilan para PMI. Dengan adanya Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), diharapkan grafik masalah PMI akan menurun. Selain, adanya AJAPTI ini bisa meningkatkan kualitas dan profesionalitas perusahaan jasa PMI di dalam negeri.

Persoalannya, minimnya jumlah perusahaan ini (P3MI) yang membuat informasi dan promosi peluang kerja ke luar negeri sangat minim. Terutama di luar Pulau Jawa. Rekrutmen ke luar negeri rata-rata terjadi di Jakarta. Dari luar Jawa ke Jakarta menjadi kendala tersendiri bagi sebagian besar calon PMI. 

Selain kendala izin orangtua, biaya dan transport juga fasilitas pondokan. Jika mereka harus tinggal di hotel, biaya yang harus mereka siapkan cukup besar.

Terlepas dari berbagai persoalan tersebut, ada tiga profesi di Indonesia yang sangat menjanjikan sebagai PMI yang keberhasilan mereka jarang diungkap media masa.

Hospitality Management
Profesional yang bekerja di sektor perhotelan ini sangat menjanjikan. Kebutuhannnya banyak. Prosedurnya sederhana dan cepat prosesnya.Mulai dari Receptionist, Room Boy, Cleaning Staff, Chef hingga manajer. Semua ada. Satu lagi, perhotelan ini juga ada yang di Kapal Pesiar yang jaringannya di seluruh dunia.

Permintaan terhadap kebutuhan karyawan di berbagai posisi, tidak pernah sepi. Biayanya juga terjangkau. Tidak jarang free, kecuali untuk pembuatan Passport, terjemahan dokumen dan test kesehatan.

Baik yang sudah berpengalaman luar negeri maupun yang belum, memiliki kans yang sama. Termata yang punya pegalaman kerja di hotel berbintang lima atau di hotel dengan International Chain, saya perhatikan sangat gampang. Kemampuan Bahasa Inggris yang bagus lebih disukai, tidak jarang yang biasa-biasa saja juga dapat diterima.

Mereka yang bekerja di hotel ini mobilisasinya cepat. Mudah pindah-pindah kerja. Uniknya lagi, setiap kali pindah, bisa naik 'pangkatnya'. Ini saya ketahui langsung dari Mas Aries, yang pindah-pindah kerja di Timur Tengah. Hanya berbekal ijazah SMA, dia bisa sampai pada posisi manajer.

Ketika balik ke Indonesia, mencari kerja sangat mudah bagi professional perhotelan ini. Kebutuhannya besar. Terutama di tempat-tempat pusat wisata. Mas Aries melenggang kangkung dari satu tempat ke tempat lainnya sebagai posisi manajer.
Pandemi Corona ini sempat menghantam bisnis industri perhotelan dan pariwisata. Saat ini lebih dari 2000 hotel tutup. Peluang ke luar negeri juga terhenti untuk sementara, karena travel ban.

Apa yang bisa dikerjakan oleh rekan-rekan perhotelan ini guna mengisi waktunya di tengah Pandemi adalah Kuliner. Bikin makanan, kue, melayani kuliner, sebagaimana yang dikerjakan oleh Mas Aries dan teman-temannya.    

Healthcare Professional
Keberhasilan PMI, khususnya perawat, jarang diungkap di media. Ini yang menyebabkan orangtua kadang ragu mengirimkan atau memberi izin anaknya yang ingin kerja di luar negeri. Padahal tidak sedikit perawat kita yang sukses.

Bukan hanya dari segi finansial, cari duit, tetapi juga dari segi karirnya. Sambil kerja mereka bisa kuliah lagi. Di Qatar misalnya, saat ini dari 65 perawat Indonesia yang ada, lebih dari 80% yang level pendidikannya S1. Padahal semula hanya D3.  

Saya pernah mengunjungi seorang perawat senior di Tulungagung. Pak Eko namanya. Pernah tinggal dan bekerja di luar negeri selama 25 tahun. Saat kerja di Saudi, beliau sambil membuka usaha supermarket. Kini, sudah berada di Indonesia dan mengelola sebuah supermarket milik sendiri di Surabaya.

Mbak Yulia, perawat asal Blitar, sejak kepulangannya, kerja di perusahaan milik USA, sambil melajutkan kuliah Pasca Sarjana di Universitas Airlangga. Kini sudah pindah ke perusahaan USA lainnya. Sering travel di dalam dan luar negeri, dari Singapore, Malaysia, Australia dan New Zealand.

Mas Zainal Abidin tinggal lebih dari 10 tahun di Belanda, sambil kerja punya bisnis sampingan, membuka usaha kuliner. Bisnis seperti ini marak di antara masyarakat kita dengan menjual kue atau makanan ringan di antara sesama warga Indonesia. Hal yang sama dilakukan oleh Kang Gun Gun di Qatar. Mereka merasa nyaman dan betah karena banyak aktivitas yang dilakukan di samping kerja utamanya.

Selain perawat, ada peluang untuk tenaga Laboratorium, Rontgen juga dokter. Hanya saja jumlah permintaan untuk kategori professional ini tidak banyak. Rata-rata mereka meminta pengalaman kerja 3-5 tahun, teregistrasi, dan mampu berbahasa Inggris. Biasanya itu syarat utamanya.    

Insinyur Teknik dan Teknisi
Kelompok ini juga banyak dibutuhkan di luar negeri. Tetangga kami sudah lebih dari 10 tahun kerja di kilang minyak di Iraq. Dari lamanya kerja, tampak bahwa orangnya sangat menikmati kerjaan, demikian pula hasilnya. Biasanya sebulan kerja, sebulan libur di rumah. Pekerjaan di bidang minyak, geologi, mesin, elektronik, bengkel dan otomotif sangat diminati.  

Menurut Pak Kaka, Direktur Utama PT Binamandiri,Peluang bagi tenaga teknisi ini sangat besar, khususnya di sektor industri minyak, air dan listrik, dan manufaktur. Prosedurnya lebih mudah dan penghasilan menjanjikan dibandingkan profesi kesehatan.

Permintaan datang dari berbagai negara, khususnya di Timur Tengah, Asia Pasifik dan Eropa Timur. Syaratnya juga tidak ribet sebagaimana profesi kesehatan. Biasanya juga tidak banyak membutuhkan biaya kecuali test kesehatan, terjemahan dokumen dan pembuatan passport.  

Ringkasnya, jadi pekerja migran, professional apapun, sebenarnya enak jika bisa menikmati. Khususnya mereka yang menyukai dinamika pekerjaan, hidup dalam lingungan lintas budaya serta mereka yang suka travelling.

Kalau soal besarnya penghasilan, itu relatif. Hanya saja, jika yang difikirkan adalah susahnya jadi PMI, hidup di negeri orang itu gak ada enaknya. Apalagi di masa Pandemi seperti ini.

Malang, 12 August 2020
Ridha Afzal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun