Artinya, sejak dari situ mulai ada 'pengaruh' Bahasa Sansekerta ke dalam bahasa daerah kita. Makanya jangan heran, kata-kata seperti "Apem, sampurna, cipta, dwi, panca, prasasti" dan lain-lain, hingga nama-nama penghargaan yang banyak orang tidak paham artinya, semuanya diambil dari Bahasa Sansekerta Bahasa Sansekerta nota bene bukan milik kita. "Kalpataru, Adipura, Adiwiyata, Satya Wacana Dharmanusa, Satya Lancana Karya Satya, Upakarti" dan sebagainya itu diambil dari Sansekerta.
Sekali lagi, tanpa bermaksud merendahkan nilai istilah Sansekerta, lebih elok dan bijak apabila menggunakan istilah Bahasa Jawa saja, Bahasa Indonesia, atau Bahasa Inggris sekalian yang sama-sama produk luar namun dimengerti. Daripada selama ini kita gunakan Sansekerta, tetapi terkesan 'too Javanese', terlalu men-Jawa bagi orang-orang Indonesia secara nasional.
Terlalu fanatik kalau saya sebut 'diskriminasi'. Tetapi mendewakan 'Sansekerta' sepertinya kurang relevan untuk saat ini, bagi mayoritas warga Indonesia yang bukan orang Jawa. Jangankan orang Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Bali, Nusa Tenggara dan Papua sana. Orang Jawa saja saat ini tidak mengerti artinya.Â
Daripada 'Ghraha' mending gunakan kata "Omah, Rumah, atau Gedung" yang semua orang paham kan? Untuk apa maunya keren, tapi malah membuat banyak orang tidak paham. Â
Jadi di mana nilai manfaat Sansekerta serta kontribusinya dalam kemajuan bangsa kita?
  Â
Malang, 11 August 2020
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H