Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jelang Pilkada, Sistem Beda, Esensi Tidak Berubah

29 Juli 2020   07:51 Diperbarui: 29 Juli 2020   07:58 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah di Pasar Lawang. Sumber: Radar Malang

Di daerah Bedali tepatnya perumahan perumahan Bedali Agung, kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, terdapat sungai kecil yang bau limbanya begitu menyengat sangat mengganggu penduduk setempat. Ini pasti limbah. Dalam hati saya bertanya, mengapa bisa ada industri di daerah perkampungan?  

Industri besar berdiri di tengah perkampungan tidak hanya ada di desa-desa yang ada di Lawang. Di wilayah Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, tidak kalah jumlahnya. Perusahaan-perusahaan besar milik PMA, berceceran di mana-mana, di tengah pekampungan. Mungkin di seluruh Indonesia. Sepertinya tidak tertata meskipun ada undang-undangnya.

Belum lagi masalah penanganan sampah. Tempat pembuangan sampah sejak 50 tahun tidak berubah. Apa Pemerintah sedemikian melarat sehingga selama itu terkesan tidak ada upaya pembenahan? Sementara para pedagang setiap hari bayar retribusi. Ke mana dana tersebut menguap jika tidak ada pembenahan?

Sampah yang selalu menggenang di sungai di depan Apotik Lawang misalnya, juga sudah puluhan tahun seperti itu kondisinya. Sepertinya tidak ada upaya serius guna mempercantik kota kecil sekelas kecamatan.

Ini merupakan contoh kecil, bahwa jadi Kepala Daerah itu tidak gampang. Akan selalu dipertanyakan oleh masyarakat, ke mana pajak yang mereka bayar itu dibelanjakan.

Jika sudah jadi kepala daerah, betapapun aslinya sudah kaya, rakyat masih mengamati perkembangan harta kepala daerah. Tanah, rumah, mobil serta usaha. Rakyat mungkin tidak berani bertanya langsung. Namun tidak pernah berhenti bertanya dalam hati. Dari mana peningkatan kekayaan tersebut mereka peroleh?  

Sampah di Pasar Lawang. Sumber: Radar Malang
Sampah di Pasar Lawang. Sumber: Radar Malang

Memburu Suara Rakyat
Sekarang ini, rakyat makin pintar. Dari yang tidak sekolah, sampai yang pasca sarjana, semua sepakat. Pilkada itu, walaupun dengan segudang alasan sebagai sebuah langkah kemajuan negeri dalam menyongsong demokrasi, rakyat mengira itu hanya 'permainan' para politisi. 'Tipuan' belaka.

Berdirinya industri besar milik asing ataupun domestic, di kampung-kampung  yang saya sebutkan di atas, penanganan sampah yang tidak pernah beres, penerangan jalan umum yang tidak teratur, ini semua contoh, bahwa layanan terhadap masyarakat belum maksimal.

Semuanya pasti sepengetahuan para pemegang kekuasaan. Pasti tidak lepas dari pengetahuan para politisi, pejabat dan kepala daerah. Mereka lah yang memberi izin operasional perusahaan-perusahaan yang mematikan usaha rakyat kecil. Tapi mereka tidak kalah cerdik dengan mengatas-namakan 'sudah memenuhi prosedur'.

Demikianlah kesan mayoritas publik di negeri ini. Menjelang Pilkada bulan Desember mendatang, orang kalangan bawah saja, banyak yang sudah tidak peduli pada siapa calonnya. Menjelang Pilkada, pejabat banyak yang nguber suara rakyat. 

Mereka begitu peduli pada rakyat di awal. Mengapa? Anda semua tentu sudah tahu jawabnya. Calon kepala daerah akan menguber-uber rakyat guna memburu perolehan suara.  

Ekspektasi Rakyat
Tadi pagi saya ketemu seorang perawat senior yang bekerja di sebuah rumah sakit terbesar di Malang. Di unit tempat kerjanya, 60% perawat yang bekerja statusnya sebagai tenaga honor. Ini menunjukkan pemerintah daerah kurang serius dalam penanganan masalah tenaga kerja ini.

Persoalan tenaga kerja merupakan salah satu aspek ekpektasi rakyat terbesar yang perlu dibenahi pada kepala daerah. Kepala daerah kita memang beda dengan di negara-negara maju. Di negara maju, mereka orang kaya aslinya. Jadi tidak tergerak untuk memperkaya dirinya sendiri. Di samping itu, rakyat mereka sangat kritis. Itulah bedanya kepala negara dan masyarakat di negara maju dengan kita.

Makanya tidak heran dan bukan menjadi rahasia umum jika pelayanan kepala daerah terhadap masyaraka kita masih memprihatinkan. Bukan hanya persoalan tenaga kerja, perusahaan, perizinan tanah, penerangan listrik dan air serta persoalan sampah saja. 

Masih segudang persoalan yang perlu ditangani oleh pemerintah daerah seperti pembinaan moral, kenakalan remaja, Narkoba, pendidikan, pembinaan pemuda, perlindungan anak, kriminalitas, dan lain sebagainya.      

Di depan kantor Walikota Malang. Dokpri
Di depan kantor Walikota Malang. Dokpri

Tugas Kepala Daerah Tidak Ringan
Jadi kepala daerah itu tidak gampang. Tidak hanya karena punya gelar S3 atau pintar ngomong doang. Kepala daerah itu harus cerdas, bisa dipercaya, jujur, disiplin dan tidak serakah. Seorang kepala daerah harus peka melihat kondisi masyarakat serta lingkunganya.

Kepala daerah kita memang tidak seperti zaman Umar Bin Khattab atau Sultan Abdul Hamid II di Turki yang membuka pintunya lebar-libat untuk menerima keluhan rakyat. Rumah dinas pejabat kita dijaga ketat oleh polisi atau tentara, yang membuat rakyat takut mau masuk. 

Walaupun mereka tahu bahwa gaji yang mereka terima dari iuran atau pajak rakyat. Ironisnya, rakyat malah sulit menemui mereka. Bahkan dibuat takut bersikap terbuka kepada kepala daerah yang sejatinya 'pelayan rakyat'.  

Realita
Inilah realita yang ada di negeri +62. Pilkada 2020 Dimulai. Genderang pemlihan mulai ditabuh. Para petugsa KPU sudah berseliweran ke mana-mana membawa kertas, bertuliskan nama-nama rakyat yang punya hak pilih.

Calon kepala daerah yang punya cukup uang akan berusaha semaksimal mungkin menarik minat masyarakat untuk  memilihnya. Itu realita. Tapi sekali lagi, masyarakat tidak bodoh-bodoh amat.

Menjelang Pilkada ini Calon Kepala Daerah banyak yang menampakkan rupa muka yang cakep dan omongan manis dengan janji-janji yang menyejukkan jiwa raga. Ini juga realita. Ujung-ujungnya tidak pernah lepas dari kepentingan mereka.
Saya tidak menolak kenyataan, memang ada kepala daerah yang jujur, tulus dan ikhlas ingin menyejahterakan rakyatnya . 

Sayangnya, karakteristik kepala daerah seperti ini jumlahnya amat terbatas. Biasanya pejabat model begini tidak belangsung lama. Karena jika dia bertahan dengan sikap mulianya, pasti tidak akan betah, lantaran segera dibenci oleh konco-koconya.

Pendeknya, Pilkada 2020 Dimulai, hanya sistemnya yang berubah. Esensinya sama saja. Siapa yang menang bakal tambah kaya dan menumpuk banyak harta. Itu realita.

Malang, 29 July 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun