Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyikapi Langkah Kesehatan dan Ekonomi Kita Terkait Covid-19

23 Juli 2020   07:51 Diperbarui: 23 Juli 2020   08:08 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi lingkungan memprihatinkan. Sumber: Malang voice.com

Tidak jauh dari kompleks perumahan tempat kami tinggal, terdapat Ruko. Di sana, hampir setiap saat kami bisa temui seorang Gelandangan dan Gangguang Sakit Jiwa  (GGSJ) duduk-duduk, tidak jarang tiduran. Terkadang, jalan-jalan di sepanjang jalan Raya Mondoroko-Sigosari, Malang, Jawa Timur.

Pemandangan seperti itu, hampir bisa ditemui di mana-mana di negeri ini. Menurut Menteri Sosial, Agus Gumiwang, diperkirakan masih ada sekitar 77.500 gelandangan dan pengemis yang tersebar di berbagai kota di Indonesia pada tahun 2019 (Kompas, 22.8. 2019). Sedangkan yang mengalami gangguan jiwa sebesar 0.67% (Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI, 218). Menurut data tersebut pada tahun 2018 terdapat 282.654 mengalami Skizofrenia/Psikosis.

Sebagai orang kesehatan terkadang saya malu sendiri. Zaman segini, apa negeri ini melarat sekali, sehingga tidak mampu menangani orang-orang GGSJ ini, sampai mereka berkeliaran di mana-mana? Lantas di mana peran Kementrian Kesahatan dan Kementrian Sosial selama ini?

Mengapa saya malu? Karena orang-orang GGSJ ini, compang-camping kondisinya, mengenakan pakaian yang tidak pantas, terkadang (maaf) telanjang, berjalan tanpa arah, di sepanjang jalan utama. Tentu saja mereka tidak mematuhi aturan Protokol Kesehatan. Jangankan cuci tangan dan mengenakan masker. Untuk melihat dirinya sendiri saja, mereka tidak mampu.

Kesejahteraan Rakyat Tanggungjawab Negara
Beberapa kali kami kedatangan tamu, dari Arab, India dan Filipina. Kapan itu, pernah kami ajak mereka jalan-jalan ke Malang dan kota wisata Batu. Hanya saja, mereka kami tunjukkan ke jalan-jalan utama yang 'cantik' saja. Tidak ke pelosok apalagi yang kumuh, seperti di pinggiran Sungai Brantas di Kota Lama, Kecamatan Kedung Kadang-Malang, sebagai daerah kumuh terbesar. Malu. Di Malang, kawasan kumuh masih sebesar 608,6 hektar (5.53% dari luas kota Malang) menurut Wali Kota Malang (Malang Voice, 7 Agustus 2019).

Belum lagi yang di Surabaya yang mencapai 43.46 hektar (Liputan6.com). Pemerintah Daerah Surabaya merencanakan penntasan kawasan kumuh skala lingkungan dengan prioritas lokasi di 21 kelurahan. Di Jakarta lebih parah lagi, terdapat 445 RW kumuh di Jakarta dan hanya 200 yang ditata (Kompas.com, 6 Nov. 2019).  

Masyarakat kumuh. Sumber: Info Surabaya.id
Masyarakat kumuh. Sumber: Info Surabaya.id

Tanggugjawab siapa?
Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyebutkan tujuan nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan ini memiliki makna suatu keadaan di mana kita bisa merasakan sejahtera (kesejahteraan sosial  dan ekonomi), aman dan tenteram (kesejahteraan Jiwa).

Menurut UU (Undang-Undang) Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 ayat (1)  yang berbunyi "Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya". Adapun kesejahteraan jiwa berkaitan erat dengan kesehatan jiwa.

Terkait kesejahteraan umum sebagai tujuan bangsa, masalah kita saat ini, bukan hanya soal gelandangan, pemukiman kumuh dan kasus Covid-19 saja. Dalam skala besar kita sedang menghadapi ancaman krisi ekonomi yang berdampak pada kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Bagaimana kita bersama Pemerintah menyikapinya, itulah yang perlu difikirkan bersama guna mendapat solusinya.

Ekonomi dan Kesehatan
Badan Kesehatan se-Dunia (World Health Organization-WHO) merumuskan definisi "Sehat"  dalam cakupan yang sangat luas, yaitu "keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat". Dalam definisi ini, jelas bahwa yang dimaksud sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. 

Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Orang harus dalam keadaan kondisi sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk mencapai kondisi seperti ini, kita tidak bisa lepas dari peran ekonomi dalam konteks yang lebih luas dalam hidup bebangsa dan bernegara.

Saat ini kita bukan hanya menghadapi pemukiman kumuh, orang gelandangan serta orang dengan gangguan dan sakit jiwa yang terlantar yang membutuhkan penanganan. Untuk hidup sehat secara keseluruhan kita butuh perhatian dan keseriusan.

Memang, untuk hidup sehat, tidak selalu butuh uang. Misalnya biasa bangun pagi, olahraga jalan kaki itu gratis. Renang juga ada yang gratis, menghirup udara segar tidak pula bayar. Mandi teratur, menjaga kebersihan perorangan, menghindari makanan yang tidak sehat, dan masih banyak lagi, hanya persoalan kemauan dan kebiasaan. 

Dalam sejarahnya, Rasulullah Muhammad SAW, kondisi fisik dan mentalnya sangat prima. Beliau tidak makan kecuali lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Padahal, keadaan ekonomi beliau sangat minim.

Hanya saja, kita sudah menyadari, bahwa di zaman modern ini untuk hidup sehat kita juga membutuhkan fasilitas yang tidak gratis. Hidup di kota misalnya, sarana penerangan dan air bersih harus bayar ke PLN dan PDAM. Belum lagi fasilitas pembuangan air kotor, sumur sehat serta WC. Semuanya butuh duit.

Makanan sehat saat ini harus beli, karena masyarakat tidak punya lahan untuk bercocok tanam padi, sayur, buah serta ternak. Tanpa fasilitas tersebut, rakyat tidak mungkin sehat dan sejahtera. Oleh sebab itu, untuk hidup sehat, ekonomi juga harus kuat.

Dampak Covid-19 Terhadap Ekonomi
Pandemi Covid-19 ini telah mengakibatkan terganggunya hampir semua industri bisnis dari berbagi sektor, kecuali bidang kesehatan. Covid-19 telah merubah perilaku masyarakat dunia di semua kalangan.  Ini menjadi tantangan yang sangat berat, di mana selain menghadapi pandemi virus corona, dunia bisnis sebagai tulang punggung perekonomian negeri ini juga tertantang.

Dampak wabah Covid-19 kepada perekonomian dunia sangat dahsyat. Pada triwulan pertama 2020 ini misalnya, pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang Indonesia negatif: Singapura -2.2, Hongkong -8,9, Uni Eropa -2,7 dan China mengalami penurunan sampai minus 6,8.

Terdapat kaitan yang sangat siginifikan dan tidak dapat dipisahkan antara ekonomi dan kesehatan. Bidang ekonomi akan mendukung keberhasilan kesehatan, dalam hal ini menyediakan sarana dan prasarana yang mutlak dibutuhkan bagi kemajuan bidang kesehatan. 

Apabila pendapatan meningkat, baik negara maupun keluarga karena keberhasilan pembangunan bidang ekonomi, kita akan dapat menyediakan dana yang cukup untuk membangun fasilitas kesehatan serta meningkatkan kemampuan membeli pelayanan kesehatan.

Sebaliknya, keberhasilan pembangunan bidang kesehatan akan mendukung keberhasilan ekonomi, karena adanya kenaikan produktivitas penduduk. Seperti diketahui, keberhasilan bidang kesehatan akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas penduduk itu sendiri.

Pandemi ini membuat banyak orang merasa bingung, cemas, stres, dan frustasi. Sejumlah orang khawatir sakit atau tertular Covid-19. Di sisi lain mereka juga risau masalah finansial, pekerjaan, masa depan, dan kondisi setelah pandemi. 

Dengan kondisi seperti ini, orang tidak akan bisa bekerja dengan leluasa. Menurut profesor epidemiologi psikiatrik di Harvard, TH Chan School of Public Health, Karestan Koenen, Ph.D, stres menghadapi pandemi dalam jangka panjang dapat memicu gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Covid-19 di Indonesia berpotensi resesi. Dampak ekonomi karena Covid-19 ini 'jauh lebih berat' ketimbang krisis moneter 1998 (BBC News, 20 Juni 2020).  Para pencari kerja di Indonesia bisa kesulitan mencari lowongan pekerjaan dalam beberapa bulan ke depan, jika ekonomi memasuki resesi. 

Pertumbuhan Produk Domestik Brut (PDB) di kuartal III, yang dimulai Juli 2020, diprediksi akan tumbuh di kisaran 1,4%, atau melemah sampai minus 1,6%. Jika pertumbuhan ekonomi minus dalam dua triwulan berturut-turut, maka bisa dikatakan Indonesia mengalami resesi, kata Sri Mulyani.

"Kita memang harus berkompromi dengan Covid, bisa hidup berdampingan dengan covid. Yang kemarin saya bilang, kita harus berdamai dengan Covid," ujar Jokowi dalam pernyataannya, Jumat (15/5). "Berdampingan itu justru kita tidak menyerah. Tapi menyesuaikan diri. Kita lawan keberadaan virus Covid-19 tersebut dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan yang ketat, yang harus kita laksanakan," Lanjut beliau.

Menyikapi Langkah Pemerintah
Akhir-akhir ini sudah tidak lagi terdengar konverensi Pers yang dilakukan Pemerintah mengenai update terbaru kasus Covid-19. Presiden Jokowi juga membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan diganti dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Hemat saya, itu soal ganti istilah. Orang kita sudah banyak yang cerdas. Tidak ada update pun tidak masalah. Orang kita bisa melihat udate di medsos. Berita tersedia gratis di mana-mana. Kita sudah jenuh dengan berita yang 'monoton'. Masyarakat lebih suka dengan berita yang bersfat solutif, yang menawarkan pemecahan masalah ketimbang memberitakan besarnya masalah.  

Misalnya, Pandemi Covid-19 ini, diakui atau tidak, telah memberikan nuansa baru pada rantai pasokan dunia (global supply chain). Sumber pasokan dunia yang tadinya dikuasai kurang lebih 20 persen oleh negara China, telah bergeser ke beberapa negara lain karena adanya pandemi ini. Tentu saja untuk dapat merebut global supply chain, Indonesia harus berbenah diri agar lebih menarik investor.

Kita juga berharap adanya penurunan tarif pajak penghasilan perusahaan yang telah dikeluarkan dalam Perppu I/2020 yang perlu diikuti oleh pembenahan dari sisi kepastian hukum investasi, reformasi birokrasi dan iklim ketenagakerjaan yang sehat. Segala daya upaya perlu dikerahkan secara bersinergi agar Indonesia dapat bangkit dari dampak pandemi Covid-19 ini.

Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani, mengatakan kunci untuk bertahan adalah tetap optimistis dan selalu beradaptasi dengan keadaan. Pengusaha yang dapat menyusun rencana terstruktur baik di masa pandemi ini maupun setelah krisis mereda, akan mampu bergerak lebih cepat kembali pada trajektori pertumbuhan seperti semula.

Dengan kemajuan teknologi dan informasi yang terjadi, peluang membangun bisnis daring yang besar akan semakin memungkinkan. Seiring dengan berkembangnya waktu, teknologi akan semakin berkembang. Hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai inovasi untuk mengembangkan bisnis yang akan semakin besar.

Ringkasnya, kita tidak mungkin berharap langkah 100% dari Pemerintah untuk bisa berkompromi dengan kondisi yang ada. Dibutuhkan peran serta kita semua di era Revolusi Industri 4.0 pasca  Covid-19. Yang paling realistis adalah  terwujudnya peningkatan bisnis jual beli Online dan on-demand service sebagai, misalnya aplikasi Gofood dan Gosend, dan jual beli alat-alat kesehatan.

Bagaimanapun, hasil dari merebaknya aktivitas perekonomian masyarakat beberapa bulan terakhir ini akan berimbas positif terhadap tingkat ekonomi dan kualitas layanan kesehatan individual serta masyarakat. Berawal dari ekonomi yang meningkat inilah tercipta masyarakat yang sehat, yang pada gilirannya melahirkan bangsa yang kuat. Semoga.

Malang, 23 July 2020
Ridha Afzal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun