Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Walau Beraroma Sampah, Aku Ingin Persembahkan buat Sang Pujangga

22 Juli 2020   06:17 Diperbarui: 22 Juli 2020   06:27 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mendengar pertama kali namanya saat duduk di bangku sekolah menengah
Kala beliau sudah meraih predikat pakar dalam merangkai kata
Aku masih belajar meluruskan benang layang-layang
Bahkan hingga sekarang

Namanya Sapardi Djoko Damono
Nama yang aku tidak pernah sangka
Ternyata hanya dengan merangkai kata, orang bisa jadi ternama
Mencuat ke angkasa, disegani pembesar, dipuji massa

Aku tidak pernah menduga
Waktu berjalan begitu cepat

Sementara nama harum Bapak sudah menjulang
Menyusun kata saja aku belum bisa
Aku bilang, inilah puisiku pertama
Orang bilang, inilah uraian kata yang tidak lebih dari sampah

Bapak Sapardi
Sungguh aku tidak tahu apa artinya puisi yang tidak lebih dari permainan kata
Kelihatan biasa-biasa saja, tapi artinya luar biasa
Ada yang bisa menangis karenanya, sementara aku menatap penuh tanda tanya

Ibu guru bilang nilai sastraku baik sekali
Anehnya, aku tidak mampu memahami
Jangankan puisi Bapak Sapardi yang tingkat tinggi
Memenuhi inti kebutuhan hidup saja, hingga kini aku belum mumpuni

Kini aku sudah selesaikan jenjang perguruan tinggi
Masih juga tertatih-tatih bagaimana harus melangkahkan kaki
Mencari jati diri
Melanglang dalam arti fisik
Terlebih aku tidak punya cukup nyali jika dalam bentuk puisi

Ketika melihat nama Bapak disebut dalam sebuah edisi
Hati dan fikiran ini tersentak beberapa kali
Aku berkata dalam hati, : "Betapa cepat waktu yang aku lalui"
Mata ini tertuju pada baris, 'Bapak selamanya pamit'

Lima belas tahun berlalu sudah
Walau bukan sastrawan, ada makna kehidupan yang aku bisa telan
Yang Bapak selalu ajarkan dalam untaian kata, entahlah apakah ini bisa dikonsumsi orang awam
Ataukah terbatas hanya seniman
Bapak sudah berjalan duluan
Kami tinggal menunggu giliran

Bedanya, Bapak menjadi pujangga
Sudah merenda prestasi di atas awan
Aku masih berseliweran mencari jalan
Duh Gusti, apakah rangkaian kata ini seperti belajarnya karya sastrawan?
Teman-temanku pada tertawa

Aku tidak tahu bagaimana dulu Bapak berjuang
Bapak pasti pernah 'berperang'
Sebagaimana yang terjadi padaku sekarang
Bapak Sapardi, kita berada di era dan zaman yang berbeda

Izinkan aku turut berduka, sambil melantunkan doa
Sendainya aku mahasiswa Bapak di jurusan sastra
Bapak akan memuji puisi ini
Padahal teman-teman pada geli

Ini puisi atau caci maki
Tidak ada baris-baris yang bisa dimengerti

Malang, 22 July 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun