Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menelusuri Jejak Kehidupan Pekerja Migran

21 Juli 2020   07:47 Diperbarui: 24 Juli 2020   04:26 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syaifoel Hardy 21 tahun jadi PMI. Dokpri.

Kerja di Qatar misalnya, negara kecil, jarang tempat rekreasi, tidak mudah. Namun apabila tekadnya kuat, semuanya jadi biasa. Pak Sugeng menulis pengalamnnya dalam sebuah karyanya berjudul "Merantau ke Qatar".

Kalau menurut Mas Akhir Fakhrudin, banyak orang kita yang betah kerja di Saudi Arabia, karena kenyamanan dekat dengan Baitullah. Bisa menunaikan ibadah Umrah dan Haji berkali-kali misalnya, meskipun penghasilan sebenarnya tidak seberapa, akan tetapi bisa membuat orang kita puluhan tahun ada yang belum minat pulang.  

Akhir Fakhrudin di Saudi Arabia. Dokpri.
Akhir Fakhrudin di Saudi Arabia. Dokpri.

Tantangan
Pak Arief, perawat asal Semarang yang saat ini berada di Texas-USA, mengatakan lain lagi. Tantangan itu selalu ada. Dia mulai berjuang dari nol di negeri Paman Sam. Tidak bisa langsung diterima bekerja sebagai perawat di hospital sana. 

Prosedurnya tidak mudah. Dia harus bekerja agar punya penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia kerja di restaurant cepat saji selama beberapa tahun. Budaya yang berbeda, iklim, etos kerja, bagi yang tidak siap, akan sengsara.

Demikian pula yang dikemukakan oleh Ibu Lilik, asal Lawang-Jatim yang ikut suaminya bekerja di USA. Ibu Lilik dulu lulusan SPK, suaminya bekerja di hotel sudah lebih dari 10 tahun.

Ibu Lilik mengisi waktunya dengan bekerja paruh waktu sebagai tenaga admin assistant di sebuah perusahaan di Texas. Tahun-tahun pertama sulit untuk menyesuaikan diri. Lambat laun akan tiba dengan sendirinya masa untuk betah.

Yang paling berat bagi rata-rata orang Indonesia adalah keluarga dan makanan. Komunitas kita tidak seperti orang-orang India, China da Filipina yang banyak ditemui di berbagai negara, sebagaimana dikatakan oleh mbak Tita Widya dari Melbourne, Australia dalam buku sebagai proyek nulis buku bareng, bertajuk "Perawat, Lebah Pekerja Mengagumkan".

Orang kita suka Bakso, Supermie, Rawon, Gulai dan aneka camilan ang tidak tersedia di negeri mereka bekerja. Makanya, tidak sedikit yang akhirnya memutuskan untuk sambil jualan makanan Indonesia seperti yang dilakukan oleh beberapa teman PMI di Qatar. Kang Gun Gun biasa menjual Bala-bala, Pisang Goreng dan Molen di Doha. Lumayan banyak yang pesan biasanya pada akhir pekan.

Merantau ke Qatar karya Sugeng Bralink. Dokpri.
Merantau ke Qatar karya Sugeng Bralink. Dokpri.

Singkatnya, tinggal dan bekerja di luar negeri itu gampang-gampang susah. Jangankan dalam waktu lama, tahunan. Untuk tinggal sementara, sepekan saja seperti yang pernah dialami oleh rekan saya Rijal Maulana asal Aceh yang mengikuti program Student Exchange di Korea, bisa bikin stress jika tidak pandai menyesuaikan diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun