Kerja di Qatar misalnya, negara kecil, jarang tempat rekreasi, tidak mudah. Namun apabila tekadnya kuat, semuanya jadi biasa. Pak Sugeng menulis pengalamnnya dalam sebuah karyanya berjudul "Merantau ke Qatar".
Kalau menurut Mas Akhir Fakhrudin, banyak orang kita yang betah kerja di Saudi Arabia, karena kenyamanan dekat dengan Baitullah. Bisa menunaikan ibadah Umrah dan Haji berkali-kali misalnya, meskipun penghasilan sebenarnya tidak seberapa, akan tetapi bisa membuat orang kita puluhan tahun ada yang belum minat pulang. Â
Tantangan
Pak Arief, perawat asal Semarang yang saat ini berada di Texas-USA, mengatakan lain lagi. Tantangan itu selalu ada. Dia mulai berjuang dari nol di negeri Paman Sam. Tidak bisa langsung diterima bekerja sebagai perawat di hospital sana.Â
Prosedurnya tidak mudah. Dia harus bekerja agar punya penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia kerja di restaurant cepat saji selama beberapa tahun. Budaya yang berbeda, iklim, etos kerja, bagi yang tidak siap, akan sengsara.
Demikian pula yang dikemukakan oleh Ibu Lilik, asal Lawang-Jatim yang ikut suaminya bekerja di USA. Ibu Lilik dulu lulusan SPK, suaminya bekerja di hotel sudah lebih dari 10 tahun.
Ibu Lilik mengisi waktunya dengan bekerja paruh waktu sebagai tenaga admin assistant di sebuah perusahaan di Texas. Tahun-tahun pertama sulit untuk menyesuaikan diri. Lambat laun akan tiba dengan sendirinya masa untuk betah.
Yang paling berat bagi rata-rata orang Indonesia adalah keluarga dan makanan. Komunitas kita tidak seperti orang-orang India, China da Filipina yang banyak ditemui di berbagai negara, sebagaimana dikatakan oleh mbak Tita Widya dari Melbourne, Australia dalam buku sebagai proyek nulis buku bareng, bertajuk "Perawat, Lebah Pekerja Mengagumkan".
Orang kita suka Bakso, Supermie, Rawon, Gulai dan aneka camilan ang tidak tersedia di negeri mereka bekerja. Makanya, tidak sedikit yang akhirnya memutuskan untuk sambil jualan makanan Indonesia seperti yang dilakukan oleh beberapa teman PMI di Qatar. Kang Gun Gun biasa menjual Bala-bala, Pisang Goreng dan Molen di Doha. Lumayan banyak yang pesan biasanya pada akhir pekan.
Singkatnya, tinggal dan bekerja di luar negeri itu gampang-gampang susah. Jangankan dalam waktu lama, tahunan. Untuk tinggal sementara, sepekan saja seperti yang pernah dialami oleh rekan saya Rijal Maulana asal Aceh yang mengikuti program Student Exchange di Korea, bisa bikin stress jika tidak pandai menyesuaikan diri.Â