Bukan slogan, bukan iklan. Tapi diproduksi, dijual, dikonsumsi sebagai bagian dari kebutuhan hidup sehat. Ada di mana-mana, oleh siapa saja dan kapan saja. Tempe namanya. Tempe Malang tepatnya. Sebuah produk lokal yang menjadi kebanggan warga kota dan Kabupaten Malang. Sungguh luar biasa.
Saya sudah melihat dari dekat 23 kota kabupaten di Jawa Timur dari 30 kota yang ada. Berarti lebih dari 75% boleh dikata saya tahu bagaimana kehidupan orang Jawa Timur. Orang Jawa sepertinya sangat doyan kuliner. Doyan makan aneka masakan.
Ini terlihat dari, hampir di setiap daerah memiliki ciri, karakteristik makanan tersendiri. Sate Madura, Terasi dan Udang Sidoarjo, Soto Lamongan, Brem Madiun, Pecel Blitar dan Ponorogo, Tahu Kediri, Pisang Lumajang, Keripik Magetan, Alen-alen Trenggalek, Kopi Dampit, Pudak Gresik, Lapis Surabaya, Nasi Tempong Banyuwangi dan Bakso Malang. Masih ada ratusan lagi yang tidak saya sebut di sini. Di antaranya Tempe Malang. Â
Memang di daerah lain di Jawa Timur juga memproduksi Tempe. Saya pernah ke Magetan dan Trenggalek. Di kedua kabupaten ini Tempe juga sangat terkenal. Ada yang dalam kemasan goreng ada pula dalam kemasan Keripik. Banyak dijual di toko-toko, dari kelas pinggir jalan hingga supermarket.Â
Namun ada yang unik, yang membedakan antara Tempe Magetan dan Trenggalek ini dengan yang saya temui di Malang.
Tiada Hari Tanpa Tempe
Kira-kira 20 km sebelum masuk kota Malang, tepat sebelum masuk pintu gerbang kecamatan Lawang, di sebelah kanan jalan dari arah Surabaya, terdapat desa Tempe, di daerah Purwodadi. Wilayahnya ada di Kabupaten Pasuruan sebenarnya.Â
Namun karena lebih dekat dengan Malang, pemasaran Tempe penduduk penghasil Tempe di kampung ini lebih banyak ke Malang dari pada ke di Pasuruan. Jadi, masyarakat di sekitar kabupaten Malang juga memproduksi Tempe.
Â
Di kota kecil Lawang dan Singosari, tempat kami tinggal, Tempe ini merupakan makanan wajib yang sangat populer. Nyaris tidak ada orang yang memasak tanpa Tempe dalam keseharianya. Tempe menjadi menu Fardhu Ain, yang tidak ada bosan-bosannya. Masyarakat sepertinya tidak pernah jenuh dengan Tempe dari bahan Kedelai ini.
Kalau tidak digoreng, dibotok, dicampur dengan sayur bening, sayur santan hingga Tempe Penyet. Selalu ada dalam kemasan macam-macam yang menarik. Apalagi di warung atau restaurant. Tidak pernah ketinggalan. Tempe selain sebagai menu makanan juga dipajang untuk Snack. Dan sangat murah. Harga mahasiswa.
Di Aceh memang ada Tempe. Orang Aceh ada yang suka Tempe, tetapi tidak makan setiap hari seperti yang kami temui di Malang. Lagi pula, entahlah apakah cara proses pembuatannya, bahannya, mengolah atau tangan yang membuat. Tempe di Aceh saya rasakan beda dengan yang saya temui di Malang. Ini bukan promosi lho ya? Saya tida jualan Tempe. Trust me!