Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Berperang Melawan Reward of Kompasiana, From Impossible To I Am Possible

5 Juli 2020   20:44 Diperbarui: 5 Juli 2020   21:23 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Personal Collection 

Ternyata, perolehan penghargaan (Reward) itu bisa direncanakan, bisa diupayakan, bisa direalisasikan dan bisa diraih. Saya mengalaminya dengan Kompasiana. Semula saya mengira Impossible. Ternyata bisa berubah menjadi I am Possible.

Pembaca, ceritanya begini.

Awal Ramadan lalu, seorang teman memberi tahu, kalau punya hobi atau minat nulis, jangan dipendam. Gabung dengan Kompasiana. Katanya, Kompasiana akan memberikan reward pada karya terbaik anggotanya. Tapi syaratnya, bukan hanya terbaik. Juga harus mendapatkan pengunjung (viewers) banyak. Minimal 3000 pasang mata yang melihat dalam sebulan. "Sulit juga". Kata saya dalam hati.

Artikel yang terbaik salah satu tolok ukurnya adalah dan bisa tampil di  Headline. Untuk menjadi Headliner, tidak mudah. Harus bersaing dengan ribuan penulis yang mondar-mandir, lalu-lalang setiap hari di Kompasiana. Mereka sudah very fast, excellent, dan super duper untuk urusan tulis menulis ini. Saya lihat  ada yang 'edan'. Bisa nulis 3 kali sehari. Emangnya pujangga?

Saya pun browsing, ingin tahu lebih jauh. Melihat sekilas bagaimana kualitas para penulis. Saya baca beberapa karya-karya mereka. Saya kagum. Jantung berdetak. Ingin berontak tapi tidak bisa. "Lha saya ada di mana?" Begitu suara batin ini.

Tapi saya orangnya suka realitas. Percaya dengan kerja keras akan menghasilkan tidak ada yang tidak mungkin, sebelum kematian menjemput. Walaupun tetap ada yang namanya 'keraguan', saya pingin jalan terus. Namun, percaya diri saja tidak cukup. Bekal harus ada.

Dengan mengucapkan 'Bismillah', saya daftar jadi anggota di Kompasiana. Saya tidak mendapatkan ucapan 'Selamat Datang'. Apalagi Welcome Drink. Kompasiana bukan hotel berbintang. Tetapi tempat para bintang. Begitu persepsi saya.

Karya senior yang ada di Kompasiana sungguh luar biasa. Padahal, kata-kata yang digunakan biasa-biasa saja. Jadi, resep apa sebenarnya yang mereka gunakan sehingga mereka memiliki jam kerja panjang, tinggi menjulang? Dengan berbagai predikat mereka raih: Terbaik, Terpopuler, Pilihan Editor, Pilihan, Topik Pilihan dan Headliner. Saya terperangah. Koq bisa?

Pernah, saya membaca satu saran Kompansianer, 'terus saja menulis', katanya. Saya lupa persis siapa namanya. Tapi saran ini mengganggu tidur nyenyak saya.  Saya akan coba. Saya tidak mau menyerah sebelum perang. Saya pun pasang strategi.

Pertama, saya buat semacam deadline. Dalam dua bulan saya harus bisa menulis 100 artikel. Caranya bagaimana? Disiplin, setiap hari harus bikin 2 artikel. Pagi satu, sore satu. Artikel apa saja, yang penting nulis. Saya pikir sepanjang orang hidup, cerita pasti banyak. Kalau mereka, para Kompasianer handal tadi bisa, mengapa saya tidak?

Kedua, saya ikuti event-event yang menyemangati di Kompansiana. Mulai dari lomba hingga menulis 'Topik Pilihan'. Saya tidak peduli, jadi pememang atau 'pecundang',  yang penting nulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun