Kita semua tahu, di era New Normal ini, protokolnya meliputi: cuci tangan, gunakan masker, jaga jarak dan hindari kerumunan. Semua kriteria yang disebut dalam the Best Campus on Earth tidak berlaku. Gedung, seberapa megahpun tidak disinggung. Professor, seberapa pintarpun juga tidak disebut. Alat, seberapa canggih pun tidak pula.Â
Intinya, semua bentuk perkuliahan tatap muka langsung, berhenti. Semuanya harus online. Yang penting ada HP, internet serta pulsa.
Laboratorium canggih tidak berlaku. Perspustakaan lengkap juga tidak digunakan. Buku-buku tidak disentuh. Semuanya serba online. Daftar ulang, kuliah, ujian tengah semester, ujian akhir, pelatihan hingga wisuda, semuanya online. Jadi, apa yang dibanggakan dengan nama besar kampus?
Apa kampus yang mahasiswanya paling banyak cuci tangan adalah yang terbaik? Apa yang koleksi maskernya terbanyak yang the best? Apa yang jaga jaraknya paling jauh? Atau yang paling sedikit kasus Corona nya?
Saya pernah kenal dengan seorang perawat lulusan Akper Semarang, yang saat ini sukses di Texas Amerika Serikat. Kini mas Arif namanya, sedang ambil S2, sudah lebih dari 15 tahun di USA. Ada lagi mas Zaenal di Belanda yang hanya lulus SPK dari Jawa Barat. Ada bang Asep lulusan Akper Tasikmalaya jadi senior staff di Qatar Petroleum.Â
Ada juga pak Nurhadi sebagai Lead Nurse Qatar Petroleum yang jebolan Akper Muhammadiyah Semarang. Ada pak Sugy asal Palu yang juga hanya Akper namun bisa terus kuliah di Middle East University di Kuwait. Ada lagi Mas Dharmawan juga lulusan Poltekkes Malang.Â
Semua yang saya sebut di atas adalah perawat-perawat sukses yang kuliah di kampus biasa-biasa saja, bukan dari kampus besar sekelas Universitas Indonesia.
Ini merupakan bukti bahwa keberhasilan seseorang lebih bergantung pada perjuangan individu. Bukan nama kampus. Walaupun memang, ada orang-orang yang beruntung seperti Anies Baswedan yang turunan orang kaya, pintar dan punya pengaruh pula. He is very lucky person. Demikian pula Sandiaga Uno. He is also one of the luckiest persons in Indonesia.
Pada prinsipnya, saya lebih percaya pada minat, kemauan dan kerja keras. Forget about the best kampus. Mau lulusan kampus keperawatan mana saja boleh. Asal rajin belajar dan kerja keras, insyaallah cita-cita sedang menunggu. Tidak perlu terlalu panjang antriannya.Â
Mau kuliah di Jakarta atau Papua, Aceh atau Atambua, sama saja. Di era online ini, semua mahasiswa dituntut rajin belajar mandiri, gunakan gadget untuk peningkatan kualitas profesi. Bukan untuk main Game sepanjang hari.
Malang, 19 June 2020
Ridha Afzal  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H