Kkkkk
Keempat, pengalaman kerja. Fresh graduate umumnya masih dibayar murah. Ada juga yang malah 'gratisan', khususnya yang hanya magang misalnya selama tiga bulan, untuk sekedar mendapatkan pengalaman. Mereka ini dibayar murah sekali. Pengalaman Akhir Fahruddin misalnya, perawat asal Sumbawa yang pernah kerja di Saudi Arabia, kemudian balik ke Indonesia untuk melanjutkan kuliahnya, sempat dibayar hanya Rp 150.000 per bulan di sebuah Puskesmas di Sumbawa.Â
Perawat yang dibayar seperti ini banyak jumlahnya, karena instansi tidak memiliki dana ekstra, letaknya di daerah terpencil dan tidak ada formasi.
Bagi perawat senior, memang otomatis beda gajinya. Perawat Homecare saja, seperti pengalaman Gurun, yang juga asal Sumbawa, sesudah 6 bulan kerja, yang semula dibayar Rp 4 juta, melonjak menjadi Rp 6-8 juta/bulan. Sesudah 1 tahun, bahkan ada yang dibayar Rp 10 juta lebih seperti yang dialami Azmul asal Aceh.
Kelima, institusi tempat kerja. Kerja di Puskesmas, akan beda gajinya dengan di klinik swasta, rumah sakit, industry serta Homecare. Penghasilan perawat di Puskesmas misalnya, sepanjang statusnya belum jadi PNS, memang kecil sekali gajinya. Kadang sesudah tiga bulan baru dibayar.Â
Perawat RS sedikit lebih besar tapi tidak lebih dari UMR. Yang memberikan upah cukup baik biasanya di perusahaan, di lepas pantai atau pertambangan. Angkanya bisa fantastis. Mencapai di atas Rp 10 juta. Ada yang dibayar Rp 20 juta.
Perawat Homecare saat ini juga ada yang dibayar besar. Ada yang minimal Rp 500 ribu per hari, tergantung jenis penyakit/kasus serta layanannya. Biasanya perawat yang kerja di kalangan pengusaha besar, pejabat atau artis, dibayar besar banget untuk merawat salah satu anggota keluarganya. Tidak jarang mereka diajak ke luar negeri, tinggal di hotel mewah, seperti pengalaman Salahuddin perawat asal NTT yang saat ini sedang bekerja di Saudi Arabia. Kholis yang juga asal Sumbawa pernah diajak ke Australia, Malaysia dan Singapore. Beberapa perawat kita ada yang keliling Eropa.
Keenam, negara tempat kerja. Secara umum benar, perawat yang bekerja di luar negeri dibayar mahal. Tetapi tidak semuanya. Ada yang standard. Di luar negeripun tergantung instansi, spesialisasi, lama pengalaman kerja serta unit kerjanya. Sama-sama di Saudi Arabia, akan beda jika di klinik dan RS. Yang di RS pun tidak sama. Farouq, perawat asal Surabaya yang saat ini bekerja di Unit Dialisis di sebuah hospital di Saudi, meskipun belum tergolong lama, tetapi penghasilannya cuku besar, bisa di atas Rp 20 juta, free transport, apartemen, Wifi dan tiket.
Mbak Santi, asal Malang yang sudah lebih dari 15 tahun kerja di unit ICU di Kuwait, penghasilannya di atas Rp 50 juta. Itu belum terhitung kerja sampingannya. Makanya beliau bisa keliling dunia, Eropa dan USA. Kang Asep di Qatar Petroleum juga sama, penghasilan bisa mencapai Rp 70 juta lebih per bulan. Demikian pula rekan-rekan yang di Belanda, Australia dan USA.
Ada perawat-perawat yang tidak hanya kerja di RS atau klinik. Mereka sambil kerja, juga memiliki bisnis sambilan seperti Kang Zaenal di Belanda, Kang Gun Gun di Qatar, Kang Karjan di Kuwait. Mereka punya bisnis sampingan yang membuat pemasukannya berlipat karena jualan makanan kecil, Bakso, Gorengan serta aneka camilan. Mbak Santi yang kreatif pernah mendapatkan order makanan senilai Rp 40 juta pada sebuah event di Kedutaan Besar di Kuwait.
Perawat-perawat seperti Bapak Asrizal di Medan, selain dosen senior USU, juga menekuni dunia rawat luka sangat dikenal. Tentu saja omset bisnisnya besar. Demikian juga mbak Imelda di Jakarta yang selain menekuni spesialis Anak, juga Hipnoterapist. Pak Muhlis di Sulawesi Selatan juga menjalani bisnis yang sama. Beliau banyak diundang menjadi pembicara selain aktif sebagai Hipnoterapis.