Masyarakat sering dibuat bingung dengan tiga istilah di atas. Jangankan masyarakat awam, tenaga kesehatan sendiri kadang tidak konsisten dengan penyebutan istilahnya.Â
Mereka ada yang menyebut perawat dengan istilah Paramedis. Tidak jarang, orang awam juga menyebutkan hal yang sama, bahwa perawat adalah pembantu dokter.
Pemahaman ini tidak sepenuhnya bisa kita salahkan, karena mereka melihat apa yang ada di depan mata. Kenyataan inilah yang terjadi di lapangan.Â
Penggunaan istilah tersebut digunakan karena masyarakat 'meniru' apa yang biasa didengar dari orang-orang sekitar yang bahkan di kalangan professional sendiri menggunakannya, baik dalam forum formal maupun non formal. Di rumah sakit, klinik, Puskesmas dan media masa.
Perawat (nurse) dulu dalam sejarahnya mengalami perkembangan pendidikan yang beragam dan berjenjang dalam kurun waktu yang cukup lama sejak tahun 1950-an. Dulu, cukup lulusan SMP bisa menempuh jenjang pendidikan sebagai perawat. Mulai dari yang disebut Sekolah Penjenang Kesehatan, Sekolah Pengatur Rawat A, B, hingga SPK.Â
Sesudah itu baru marak program Diploma III sejak awal tahun 1980. Dilanjutkan dengan program Sarjana dimulai tahun 1985 di Universitas Indonesia. Demikian seterusnya hingga tersedia jenjang Pasca Sarjana dan tingkat Doktoral saat ini di sejumlah PTN di Indonesia.
Ini artinya, sebagai profesional, di era modern ini, pendidikan perawat setara dengan profesi kesehatan lain, apakah itu dokter, farmasi, gizi, fisioterapi maupun kesehatan masyarakat.Â
Bahkan saat ini sudah lebih dari 10 orang profesor keperawatan yang kita miliki. Perkembangan ini menunjukkan bahwa sebagai profesi, perawat sebagai professional tidak ketinggalan dalam upaya meningkatkan kebutuhan perkembangannya sesuai tuntutan  zaman.
Adanya perbedaan jenjang pendidikan keperawatan yang ada saat ini memang harus kita akui, memiliki dampak yang membuat opini asyarakat berbeda terhadap status perawat ini.Â
Perbedaan jenjang pendidikan ini tentu saja berpengaruh terhadap status sosial serta kepangkatan perawat. Perbedaan pemahaman ini terjadi karena bedanya tingkat pendidikan yang secara otomatis akan berpengaruh terhadap sikap perawat, tidak terkecuali terhadap kolega, termasuk terhadap profesi kedokteran.