Sejarah Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dimulai dari sejak berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Harkitnas pertama kali diperingati pada era Presiden Soekarno di Yogyakarta tahun 1948. Pada masa itu Soekarno menghimbau seluruh rakyat Indonesia yang terpecah belah untuk bersatu demi kepentingan melawan Belanda. Â
Digagas oleh dokter Wahidin Sudirohusodo yang ingin meningkatkan martabat rakyat dan bangsa Indonesia. Organisasi ini mulanya hanya bersifat sosial, ekonomi dan budaya, tidak ada unsur politik di dalamnya. Boedi Oetomo bertujuan untuk memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa Indonesia.
Demikian seterusnya, setiap tahun kita peringati peristiwa tersebut sebagai Hari Kebnagkitan Nasional (Harkitnas). Organisasi yang semula diperuntukkan hanya untuk kalangan priyayi, berubah menerima anggota dari kalangan rakyat biasa mulai pada tahun 1920.
Kini, Harkitnas sudah berumur 112 tahun. Jika dalam bentuk manusia, sudah bercucu dan bercicit seandainya masih hidup. Namun jarang manusia Indonesia yang mampu bertahan hingga umur lebih dari 100 tahun. Akan tergolong sebagai manusia langka di negeri ini. Usia harapan hidup orang Indonesia menurut Kemenkes mencapai 71.4 tahun.Â
Angka ini menempati peringkat ke-117 dari 195 negara. Jika tren ini dipertahankan, Indonesia akan bisa menempati peringkat ke-100 di tahun 2040 dengan rata-rata usia harapan hidup 76.7 tahun. Dibandingkan USA yang saat ini berada pada urutan  ke-43, dengan rata-rata harapan hidup 78.7 tahun, memang kita masih jauh. Salah satu faktor penentu usia harapan hidup ini adalah segi kesehatan. Kita masih menghadapi masalah kesehatan yang besar. Di antaranya adalah terkait penyebab utama kematian.
Penyebab utama kematian di Indonesia menurut sebuah studi bertajuk 'Forecasting life expectancy, years of life lost, and all-cause and cause-specific mortality for 250 causes of death; reference and alternative scenario for 2016-2040 for 195 countries and territories using data from the Global Burden of Disease Study 2016', sepuluh penyebab kematian di Indonesia adalah penyakit jantung iskemik, stroke, TBC, diabetes, komplikasi dari kelahiran premature, kecelakaan lalu lintas, infeksi saluran nafas bagian bawah, penyakit-penyakit diare, dan encephalopathy neonatal yang disebabkan oleh asfiksia dan trauma serta cacat bawaan. Tantangan di sektor kesehatan ini merupakan tantangan yang sangat besar yang dihadapi negeri ini.Â
Belum lagi saat ini kita sedang dilanda wabah Covid-19. Ibaratnya, belum sempat bangkit dari masalah yang satu, kita terpuruk lagi oleh masalah lainnya. Bahkan sudah jatuh, ditimpa tangga. Â Inilah yang menyebabkan Index Pembangunan Manusia kita kalah dengan bahkan negara-negara tetangga.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menurut United Nation Development Program (HRD UNDP, 2019) menunjukkan peningkatan sejak tahun 2006. Sampai tahun 2019 Indonesia mencapai 0.707 yang berada pada peringkat ke-111 dari 189 negara.Â
Sayangnya, peringkat Indonesia itu masih jauh berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya, seperti Brunei Darussalam, Singapura, Thailand dan Malaysia. Berdasarkan hasil perhitungan UNDP peningkatan IPM negara-negara di dunia dari tahun ke tahun hampir seluruhnya berasal dari kinerja ekonomi dan pendidikan, terutama peningkatan pendidikan yang menjadi indikator penting.
Pendidikan nasional dalam pembangunan dianggap sebagai langkah strategis yang berdampak panjang. Pendidikan bisa berfungsi untuk meningkatkan kecerdasan intelektual masyarakat agar dapat menghidupi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara, di samping mengembangkan keterampilan sehingga dapat hidup bersama dengan baik.Â
Selain itu, melalui pendidikan individu diharapkan mampu membangun karakter sehingga ikut serta memuliakan dan membangun peradaban. Melalui Sistem Pendidikan Nasional yang mengacu pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Indonesia berharap dapat meraih tujuan tersebut.Â