Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Baper di Medsos

19 Mei 2020   12:02 Diperbarui: 19 Mei 2020   11:58 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin sore ada seorang yang tidak saya kenal, tiba-tiba nongol di WhatsApp saya, menanyakan apakah ada lowongan untuk perawat. Kebetulan saya baru mendapat informasi sehari sebelumnya, langsung saya forward. Tidak lama kemudian dia lanjut kirim pesan lagi, meminta kalau ada peluang lagi tolong diberitahu. Intinya demikian.

Tanpa bermaksud macam-macam, saya menyarankan kalau ‘masuk ke rumah orang’ betapapun lewat medsos, biasakan sampaikan salam, kenalkan diri dulu, baru kemudian sampaikan tujuan. Saya rasa hal ini biasa lah. Kita saling ingatkan. Saya tidak gunakan tanda seru, huruf capital atau Bold font. Eh.....rupanya dia tersinggung dengan ‘kata-kata’ saya, sehingga bilang saya ‘galak’. “Kalau gitu gak perlu pak!” katanya.
Lho?

Puluhan pesan keluar masuk di gadget saya, lewat WA atau FB, setiap hari, khusus personal message terkait pekerjaan. Dari messages tersebut, lebih dari 80% komunikasi WhatsApp dan FB dari orang-orang yang tidak saya kenal, rata-rata mereka tidak mengindahkan etika bagaimana ‘bertamu’ yang benar di dunia maya. Padahal, etika, apakah di dunia nyata atau dunia maya tetap ada dan harus dikedepankan. 

Siapapun, kalau dalam dunia nyata, kedapatan tamu tak diundang tiba-tiba nylonong mau masuk rumah, tanpa ba-bi-bu, tidak ucap salam, tidak memperkenalkan diri, yang namanya  tuan rumah pasti tidak suka. Si tamu dianggap tidak tahu adat. Yang punya rumah juga ‘ogah’ menemui. Jadi, jangankan mempersiahkan masuk, duduk dan menjamunya, untuk membuka pintu saja, pasti malas.

Masalah seperti ini ironisnya sudah dianggap umum. Orang banyak menganggap tidak perlu basa-basi di dunia maya. Pinginnya to the point. Inginnya langsung kayak pesan Fried Chicken di KFC atau McDonalds.

Ada beberapa penyebab mengapa ini terjadi.  

Pertama, hal seperti ini dianggap hal biasa. Kita sudah terbiasa dengan hal-hal yang nampaknya sepele, padahal sebetulnya sangat penting. Orang kita mengira, karena di medsos, dianggap tidak perlu ‘etika’. Jadi, tanpa ada salam, senyum, sapa pun tidak masalah. Padahal, ini pengaruhnya sangat besar terutama jika untuk kepentingan misalnya mencari kerja, atau komunikasi dengan orang luar negeri.

Yang kedua, karena kita tidak tahu. Ketidak-tahuan ini yang menyebabkan orang tidak mau belajar. Ketika gadget sudah di tangan, fikirnya bisa seenaknya. Ini yang membuat kadang-kadang orang yang kita ajak komunikasi, bagi yang paham akan etika dunia maya, merasa tidak nyaman. Ini terjadi lantaran ulah kita yang tidak paham bagaimana sebenarnya etika bergaul di dunia maya. Padahal, komunikasi di dunia maya juga ada aturanya.

Ketiga, tidak pernah diajar di bangku kuliah. Kita sudah memasuki era digital dua puluh tahun terakhir ini. Email, sms bukan hal baru. Namun demikian ada ilmunya. Tidak asal kirim email atau sms. Mulai dari cara penulisan alamat, subject, isi pesan, dari pembukaan hingga penutup, semuanya ada ilmunya. 

Sama seperti seni surat menyurat. Seni ini bagian dari etika, apa yang dituliskan menggambarkan karakter penulisnya. Persoalannya, jika pengirimnya tidak paham. Misalnya penggunaan huruf capital semua. Padahal, huruf besar semua itu memiliki arti. Nah, mereka yang tidak mengerti, akan diterobos begitu saja. Di sinilah yang membedakan mereka yang punya ilmu sama yang tidak.

Keempat, karena tidak pernah ikut pelatihan. Saat ini, untuk ikut pelatihan tentang etika email, tidak harus bayar. Ada banyak yang gratisan. Atau cukup belajar sendiri. Khususnya yang berbahasa Inggris, tersedia di mana-mana. Hal ini sangat membantu. Sayangnya jarang yang tahu. Atau mereka fikir tidak perlu. Terlalu diremehkan persoalan email etik. Padahal sangat besar peranannya dalam mendongkrak reputasi. Email yang baik mampu menjaga dan memelihara nama baik kita.

Sarannya adalah, tidak harus ikut kuliah atau mengikuti pelatihan terkait etika komunikasi di dunia maya. Salah satu cara terbaik adalah, terapkan prinsip etika dalam dunia nyata. 

Usahakan ‘mengetuk pintu, memberi salam, menanyakan kabar’. Inilah pendahuluan yang sangat umum, baik kepada orang yang tidak kita kenal ataupun yang sudah dikenal. Sesudah itu baru sampaikan apa tujuan kita. Yang terkhir penutup, sampaikan ucapan terimakasih dan berikan salam. Tiga kunci ini bisa dijadikan pedoman dalam berkomunikasi di dunia maya.

Jika tidak, kekuatiran kita adalah, orang bisa tersinggung, marah, sakit hati dan lain-lain, hanya karena salah presepsi. Kesalahan persepsi ini tidak lain karena salah satu dari kita tidak paham etika komunikasi di dunia maya. Akibat yang lebih parah bisa terjadi ‘permusuhan’ hanya karena masalah yang sebenarnya sepele. Atau, tidak saling sapa. Padahal, sebenarnya tidak terjadi apa-apa.

Makanya, hati-hati berkomunikasi di dunia maya, baik ketika mengirim pesan, mengomentari tulisan, atau membuat tulisan. Orang lain bisa Baper karenanya. Intinya, jika ingin aman, gunakan prinsip etika universal. Apa yang tidak etis di dunia nyata, tidak etis pula dalam dunia maya. Terapkan prinsip ini. Insyaallah aman dan bisa punya banyak teman.

Malang, 19 Mei 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun